Bukankah Putriku Sedang Tidur?

Di atas kuda pacuan terdapat istana yang indah. Itulah impian setiap orang yang mengais di balik gemerlapnya dunia. Telepon berdering menjelang adzan subuh. Dengan langkah berat seorang ibu bangkit. Dengan keheranan dia mengangkat pesawat telepon. Siapa gerangan yang menelepon pada malam seperti ini, di penghujung malam. Ternyata si penelepon itu adalah komandan polisi lalu lintas. Dia berkata, “Sampaikan kepada bapak putrimu agar menghubungi kami.” Ibu itu menjawab, “Siapa? Putriku? Pasti kamu telah salah menekan nomor, karena putriku sedang tidur di kamarnya.” Kemudian telepon itu ia tutup begitu saja. Selang beberapa saat telepon kembali berdering, ternyata laki-laki yang sama.

Dia kembali menekankan, “Bukankah ini adalah rumah bapak Fulan?” Ibu menjawab, “Benar.” Dia melanjutkan, “Saya tidak salah, putri Ibu ada pada kami di rumah sakit. Sampaikan kepada ayahnya agar menghubungi kami.”

Belum percaya, ibu ini menjawab,”Wahai bapak polisi, putriku sedang tidur di kamarnya sejak semalam.”

Setelah menutup pesawat telepon, ibu ini naik ke kamar putrinya. Dia mengetuk pintu dengan keras. Memanggil-manggil putrinya, berteriak, menggedor pintu kamar dengan kakinya. Akan tetapi, orang yang dipanggil tidak  mempunyai kehidupan.

Dia membangunkan suaminya. Pintu diketuk bersama-sam, akan tetapi tanpa hasil. Keduanya mencari kunci cadangan. Setelah menemukannya, dengan susah payah, keduanya membuka pintu kamar. Ternyata kamar itu kosong, tak berpenghuni. Pada saat itu terjatuhlah si ibu. Kekuatannya luruh. Kedua kakinya tidak mampu lagi menyangga tubuhnya. Si bapak bertanya, “Ada apa?”

Ibu menjawab, “Kita ditelepon oleh …” Lalu ibu itu bercerita.
Bergegas si bapak ke kantor polisi. Dia turun dari mobil dan berlari menuju petugas jaga. Dia langsung bertanya, “Apa beritanya?” Dia menjawab, “Tenanglah sedikit.” Bapak itu berkata, “Saya bertanya apa beritanya? Cepat katakan!” Dia menjawab, “Sesungguhnya apa yang diambil dan diberikan oleh Allah adalah milik Allah dan segala sesuatu di sisiNya terjadi dengan takdir.” Bapak itu menjawab, “Inna lillahi wainna ilaihi raji’un. Bagaimana putriku bisa keluar rumah? Bagaimana dia meninggal? Di mana dia meninggal? Tolong katakan!”
Bapak polisi bercerita, “Kisahnya memilukan. Beberapa orang pemuda berkumpul di villa. milik bapak salah seorang dari mereka. Masing-masing pahlawan, maaf bukan pahlawan, tetapi masing-masing begundal yang rendah lagi hina. Bercerita tentang kepahlawanannya bersama wanita-wanita murahan dan rendahan. APakah wanita-wanita dungu itu menyadari bahwa segala rahasianya bisa menjadi kisah bersambung, cerita yang terungkap, bahan perbincangan di perjalanan dan tema obrolan begadang?

Para pemuda rendahan itu bersantai, tiba-tiba salah satu dari mereka berkata, “Saya menantang di antara kalian yang bersedia mendatangkan pacarnya ke sini, maka aku beri dia Rp 26.5 juta.” Salah satu dari mereka dengan cepat menyambar pesawat telepon menghubungi pacarnya. Sang pacar dengan cepat mengiyakan, agar kekasihnya menjadi joki taruhan demi iming-iming hadiah. Karena dia memang telah tergila-gila padanya sampai dia tidak mampu menolak permintaan apapun darinya. Sang gadis berpakaian sejenak lalu keluar rumah untuk yang terakhir kalinya. Dia tidak mungkin mengulanginya kembali. Dia mengendap-endap keluar rumah. Hanya beberapa menit, kekasihnya telah menjemputnya dengan mobil mewah. Mobil itu langsung dipacu seperti peluru saja agar ia menjadi orang pertama yang membawa pacarnya sekaligus merebut Rp 26.5 juta. Di tengah jalan, karena kecepatan mobil yang sangat tinggi, ia lepas kendali dan menabrak tiang listrik. Hening sejenak, kecuali tape recorder yang berdentang dengan lagu-lagu. Si gadis yang hatinya telah dikuasai oleh cinta kepada pemudi di sampingnya telah mati. Begitu juga dengan kekasihnya. Akhir yang menyedihkan dan memilukan.”

Pejamkan kedua matamu wahai saudaraku, lalu menengoklah ke belakang sejenak. Pejamkan kedua matamu wahai remaja putri, lalu letakkan dirimu, wahai gadis, letakkan dirimu, wahai pemuda pada kejadian yang memilukan seperti ini. Lihatlah kepada akhir buruk itu. Peristiwa yang mengerikan terjadi tanpa bisa diduga-duga.
Alhamdulillah. Kita selamat dari perkara-perkara yang dengannya Dia menguji banyak manusia. Dan Dia memberikan karuniaNya kepada kita, yang tidak Dia berikan kepada makhlukNya yang lain.
Sumber: Buku “Korban Lelaki Hidung Belang”, Pustaka eLBA

 

Saat Iman Kosong, Setan Terus Rasuki Dirinya Agar Bunuh Diri

Kisah ini terjadi pada diri seorang muslim yang berusia lebih dari lima puluh tahun. Ia telah meraih gelar Dokter spesialis di laboratorium. Ia tumbuh se-bagai seorang peneliti medis swasta.

Ia mempunyai seorang istri dan anak-anak yang sebagian belajar di Universitas.

Antara ia dan istrinya terdapat beberapa problem sebagaimana banyak terjadi di mayoritas rumah tangga. Problem ini semakin ruwet hingga si istri meminta untuk kembali ke negara asalnya. Ini menunjukkan si dokter bukanlah penduduk asli negara yang sedang ia tempati. Lantas istri dan beberapa anaknya berangkat menuju negara asal dan tinggallah hanya ia dan anak sulungnya yang selalu mengunjunginya. Beberapa famili menasehatinya agar menikah dengan wanita lain, namun ia menolak dengan harapan istri dan anak-anaknya masih mau kembali kepadanya.

Beberapa waktu setelah ditinggalkan keluarga, ia merasa kehidupan dunia semakin sempit, sehingga setan berupaya menggoda agar ia mengakhiri kegelisahan hidupnya dengan bunuh diri. Ia telah mencobanya berkali-kali dengan cara menelan obat berdosis tinggi, namun tidak ada yang berhasil. Karena setiap kali ia menelan obat tersebut, orang-orang yang ada di sekitarnya berusaha menyelamatkannya dengan melarikannya ke rumah sakit dan dilakukan pencucian lambung kemudian ia keluar dengan kehidupan baru.

Demikianlah terjadi beberapa kali. Lelaki ini telah mengalami gangguan mental yang memaksanya untuk tinggal di rumah sakit jiwa selama sebulan.

Ia keluar dari rumak sakit dengan membawa makna hidup dan cita-cita yang tinggi serta semangat kerja yang baru. Keinginan untuk bunuh diri telah pupus dari pikirannya. Ia kembali melaksanakan tugas rutinnya di laboratorium dan kembali hidup secara normal.

Delapan bulan kemudian, lelaki ini menelepon abang kandungnya yang bertempat tinggal lebih kurang 400 km dari rumahnya. Abangnya mengira bahwa adik-nya tersebut meneleponnya sebagaimana biasa, yaitu hanya untuk mengetahui kabarnya agar ia tenang. Tetapi ternyata menyampaikan tekadnya bahwa dalam waktu dekat akan pergi ke tempat istri dan anak-anaknya. Dalam pembicaraan tersebut ia menyampaikan beberapa maklumat pribadi seperti tabungannya di bank, nomor pin kartu ATM, tempat tinggal pribadi dan lain-lain. Hal ini membuat abangnya heran dan merasa bahwa ini merupakan ucapan perpisahan terakhir, seakan-akan ia akan pergi yang takkan kembali.

Pada hari berikutnya, yaitu pada hari kamis tanggal 21 Dzulqa’dah 1214 H, ia keluar untuk melaksanakan tugas pada jam lima sore. Ia memberitahukan anak sulungnya yang berusia 20 tahun agar ikut ke laboratorium setengah jam lagi. Lokasi laboratorim dekat dari rumahnya. Si anak pergi ke laboratorium sebagaimana yang diminta oleh ayahnya dan ia dapati ayahnya sedang duduk di ruangan kantor khusus yang ada di laboratorium tersebut. beberapa menit kemudian si ayah berkata kepada si anak, “Kamu tunggu dulu di sini, ayah mau pergi ke toilet.” Toilet tersebut terletak sekitar 10 m dari kantornya.

Si anak duduk menunggu ayahnya kembali. Setelah beberapa menit menunggu, ia melihat asap yang berasal dari jalan menuju toilet lantas ia bangkit dan segera menuju sumber asap tersebut. Ternyata asap berasal dari toilet. Karena asap semakin tebal, ia tidak dapat mencapai toilet, lalu ia menghubungi regu pemadam kebakaran dan tempat tidak jauh dari laboratorium.

Beberapa menit kemudian mereka sampai ke laboratorium dan regu pemadam kebakaran langsung melaksanakan tugasnya. Mereka mendobrak pintu toilet dan menemui lelaki tersebut yang telah hangus terbakar api.
Adapun kondisi toilet, beberapa keramiknya (terbuat dari porselin) jatuh disebabkan hawa yang sangat panas, namun tidak ada yang terbakar kecuali sebagian pintu saja. Di sudut toilet mereka menemui jerigen yang sebagiannya telah terbakar dan di dalamnya ada sedikit bensin. Dari sini mereka semua tahu bahwa lelaki tersebut telah membakar dirinya sendiri dengan bensin untuk melepaskan diri dari kegelisahan hidup dan terhindar dari berbagai kesusahan dan kesengsaraan.

Demikianlah, ternyata kegelisahan hidupnya itu terus membayang-bayangi dirinya untuk berupaya bunuh diri. Kali ini ia berhasil melakukan bunuh diri dengan cara yang paling buruk. Apakah dengan meninggalkan dunia seperti itu ia akan menemui kese-nangan dan ketenangan? Apakah ia dapat mengakhiri kesusahan dan kegelisahannya?
Tidak dan seribu kali tidak! Bahkan ia telah menjerumuskan dirinya ke dalam kegelisahan dan kesengsaraan yang abadi. Api neraka tidak akan pernah padam. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kita keselamatan dan kesehatan.

Sumber: SERIAL KISAH TELADAN karya Muhammad Shalih al-Qahthani
Sumber : http://kisahislam.net/2012/01/27/saat-iman-kosong-setan-terus-rasuki-dirinya-agar-bunuh-diri/
 

Akhir Yang Menggenaskan… Kesudahan Yang Berlawanan…

Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar do’a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.


Aku sungguh heran. Bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri: “Alangkah sabarnya mereka…setiap hari begitu…benar-benar mengherankan!”


Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang pilihan…Mereka bangkit dari tempat tidumya untuk bermunajat kepada Allah.Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.


Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing.


Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati.


Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Pekejaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi.


Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak. Aku bingung dan sering melamun sendirian…banyak waktu luang…pengetahuanku terbatas.


Aku mulai jenuh…tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentult penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.


Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol…tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengalihkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban.


Kejadian yang sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil daIam kondisi sangat kritis. Keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.


Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat.


Ucapkanlah “Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…” perintah temanku. Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding.Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat…Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat.


Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi… keduanya tetap terus saja melantunkan lagu.


Tak ada gunanya… Suara lagunya semakin melemah…lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak… keduanya telah meninggal dunia.

 
Kami segera membawa mereka ke dalam mobil.Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama pejalanan hanya ada kebisuan, hening.


Kesunyian pecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia”. Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.


Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat.


Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat kusyu’ sekali.


Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu. Aku kembali pada kebiasaanku semula…Aku seperti tak pemah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pemah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.


* Kejadian Yang Menakjubkan… Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu…sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku.


Seseorang mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.


Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika.


Aku dengan seorang kawan, -bukan yang menemaniku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapatpenanganan.


Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta’at menjalankan perintah agama.
Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya.


Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an…dengan suara amat lemah.
“Subhanallah! ” dalam kondisi kritis seperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati.


Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan Al Quran seindah itu. Dalam batin aku bergumam sendirian: “Aku akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu… apalagi aku Sudah punya pengalaman,” aku meyakinkan diriku sendiri.


Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an yang merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap rongga.


Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia.
Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah  wafat. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan.


Sampai di rumah sakit…
Kepada orang-orang di sanal kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya.


Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut menyalatinya.


Salah seorang petugas tumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya mengisahkan ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana, almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika tejadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.


Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan, ia menjawab dengan halus. “Justru saya memanfaatkan waktu perjalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap langkah kaki yang aku ayunkan,” kata almarhum.


Aku ikut menyalati jenazah dan mengantarnya sampai ke kuburan.
Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat.


“Dengan nama Allah dan atas ngama Rasulullah”.
Pelan-pelan, kami menimbuninya dengan tanah…Mintalah kepada Allah keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya…


Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat…
Dan aku… sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia. Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Amin…(Azzamul Qaadim, hal 36-42)


Sumber : [“Saudariku Apa yang Menghalangimu Untuk Berhijab”; judul asli Kesudahan yang Berlawanan; Asy Syaikh Abdul Hamid Al-Bilaly; Penerbit : Akafa Press Hal. 48]


Sumber  http://kisahislam.net/2012/03/25/akhir-yang-menggenaskan-kesudahan-yang-berlawanan/
 

Seorang Anak yang Berusaha Membunuh Ibunya, Tiba-tiba Tangannya Lumpuh!

Telah diriwayatkan, bahwa ada seorang anak yang durhaka memiliki istri pelacur yang tidak memiliki kebaikan sama sekali. Ibunya sering menasihatinya akan kejelekan istrinya. Akan tetapi dia tidak mendengar nasihat sang ibu karena terpengaruh dengan istrinya. Istrinya adalah seorang pelacur yang bukan berasal dari negerinya dan bukan dari daerahnya. 

Maka dari itu, bagi orang yang hendak menikah, hendaklah dia berhati-hati agar tidak menikah dengan seorang perempuan yang tidak diketahui keluarga dan orang-orang yang ada di sekitarnya, agar dia tidak binasa dengan kesudahan yang tidak dia inginkan. Ketika terjadi perselisihan antara dia dengan ibunya, maka dia berniat membunuh ibunya agar berlepas diri darinya, sebagaimana yang disarankan oleh istrinya. Maka dia berkata kepada ibunya, “Maukah ibu pergi jalan-jalan bersamaku?”

Sang ibu menyangka bahwa anaknya telah berubah menjadi anak yang berbakti kepadanya, maka dengan gembira dia menjawab, “Tentu anakku, aku mau pergi bersamamu. Semoga Allah memberimu taufik kepada kebaikan.” Sang anak adalah seorang sopir. Ibunya ikut naik mobil bersamanya dan pergi ke padang pasir, sementara dia merencanakan kejahatan kepada ibunya. Ketika ibunya menangis bahagia karena anaknya berbakti kepadanya dan mau mengajaknya jalan-jalan, maka mobil itu melaju di jalan raya umum hingga kemudian keluar dari jalur dan melaju di sahara, sampai ke gundukan bebatuan dan tempat binatang liar.

Tiba-tiba dia menghentikan mobilnya dan berkata kepada ibunya, “Turunlah.” Sang ibu yang shalihah itu bertanya, “Apakah kita sudah sampai ke tempat orang yang mengundang kita?” Dia menjawab, “Tidak ada seorang pun yang mengundang kita, akan tetapi aku akan membunuh ibu, karena ibu telah membuat susah kehidupanku dan istriku.” Maka dengan serta merta ibunya menangis seraya mengatakan, “Kalau begitu tempatkanlah aku di sebuah rumah sendirian.” Dia berkata, “Jika aku melakukan itu, niscaya orang-orang akan mencelaku. Tapi jika aku membunuh ibu, maka tidak ada yang mengetahui kita.” Ibunya berkata, “Allah Mahatahu dengan perkaramu, dan Dia pasti akan membalasmu dan juga istrimu.”

Dengan nada mencemooh, dia berkata kepada ibunya, “Kalau begitu, Allah pasti akan menyelamatkan ibu dari cengkeramanku.” Dengan suara lantang ibunya berkata, “Allah pasti akan membalasmu. Aku tidak takut mati selama kamu sudah berketetapan hati untuk membunuhku. Karena Allah Ta’ala telah berfirman, ‘Maka apabila telah datang waktunya (kematian), mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya’.” (Al-A’raf: 34).

Lantas, sang anak hendak membunuh ibunya. Akan tetapi ibunya berkata, “Biarkanlah aku shalat dua rakaat terlebih dahulu, apabila aku telah sampai pada posisi duduk tasyahud dalam keadaan membaca tasyahud, maka bunuhlah aku jika kamu mau. Karena aku tidak mau melihatmu membunuhku.”

Demikianlah, ibunya kemudian menghadap kiblat dan dengan suara yang penuh kepercayaan kepada Allah, dia bertakbir, “Allahu Akbar.” Dia mulai shalat dengan khusyu’ yang sempurna. Sementara anaknya menunggu diam penuh ketakutan. Akan tetapi Allah Mahatahu apa-apa yang ada di dalam hati, Maha Mengetahui yang tersembunyi, Maha Penolong kepada orang yang terzhalimi, Dzat yang apabila berkehendak melakukan sesuatu, maka hanya dengan mengatakan, “Jadilah”, maka jadilah ia.

Tatkala ibunya telah sampai pada posisi tasyahud, kedua mata anaknya itu memerah dan anggota badannya gemetar. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada seorang pun yang datang. Dia pun mengangkat batu yang ada di tangannya, dari belakang ibunya, hendak menjatuhkan batu itu ke kepala ibunya dan memecahnya menjadi dua. Namun tidak lama kemudian, ibunya mendengar teriakan keras dari anaknya. Dalam keadaan takut dia menoleh ke anaknya untuk mengetahui apa yang terjadi? Ternyata dia melihat anaknya tenggelam ditelan bumi. Tangannya yang membawa batu telah lumpuh dan tidak dapat menggerakkannya. Maka sang ibu pun berteriak menangisi anak satu-satunya, “Anakku, ya Rabbi, aku tidak punya anak selainnya…, apa yang terjadi padamu anakku?”

Dengan kedua tangannya yang penuh belas kasihan, sang ibu mengeluarkan anaknya dari bumi yang menelannya seraya mengatakan, “Sekiranya aku mati tanpa terjadi hal ini padamu wahai anakku.”
Sungguh, Allah Yang Mahakuasa telah membalas anak durhaka ini. ( Aqibah Uquq al-Walidain, hal. 69-71)


Sumber : “Sungguh Merugi Siapa yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup Tapi Tidak Meraih Surga”, Ghalib bin Sulaiman bin Su’ud al-Harbi, Pustaka Darul Haq Jakarta.

 

Ayah Membangunkan Sebuah Rumah Untuk Anaknya, Namun Ia Membalasnya Dengan Membunuhnya

Ada seorang laki-laki yang bekerja sebagai tukang bangunan. Dia menikahkan putranya dan membangunkan untuknya sebuah rumah dengan tangannya bersama teman-teman tukang bangunan lainnya. Setelah berjalan beberapa tahun, sang ayah menjadi tua dan tidak kuat berjalan. Maka sang anak menempatkannya di rumahnya. Sang anak tersebut hanya memberi sisa-sisa makanan untuk ayahnya dan tidak memperhatikan kebersihan ayahnya.

Pada suatu hari, istrinya berkata kepadanya, “Silahkan kamu pilih, aku yang di rumah ini atau ayahmu?” Dia pun memilih istrinya daripada ayahnya. Saat itu juga, sang istri menyuruh suaminya untuk mengusir ayahnya, dan dia pun langsung melaksanakannya. Dia mengambil ayahnya dari kamar, dan membuntelnya dengan selimut, lalu menyeretnya keluar menuruni anak tangga. Tatkala turun, papan tangga yang membengkokkan papan tangga yang lain mengenai kepala ayahnya. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh sang ayah kecuali melihat anaknya dengan pandangan pasrah. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Yang berkata hanyalah air matanya yang bercucuran dari kedua matanya. Memang, dia sudah tidak kuat bergerak, tidak bisa berbicara, akan tetapi kemudian anaknya mengusirnya keluar rumah. Padahal kala itu musim panas, panasnya matahari seakan membakar wajah.

Tidak lama kemudian ada dua orang laki-laki yang berjalan melewati tempat tersebut. Tiba-tiba mereka melihat selimut itu. Karena penasaran, mereka membukanya, dan ternyata mereka mendapati seorang laki-laki tua di dalamnya yang telah meninggal dunia. Kemudian keduanya pun melapor kepada polisi. Polisi pun menghukum sang anak lima belas tahun penjara. Dia tinggal di penjara, jauh dari istrinya dan anaknya yang masih kecil, yang belum genap lima tahun.

Lima belas tahun kemudian, setelah masa tahanan selesai, istrinya datang ke penjara bersama anaknya yang telah beranjak dewasa. Mereka berdua datang dengan mobil yang dikendarai oleh anaknya. Tatkala keduanya sampai di pelataran penjara, laki-laki itu telah keluar dari penjara dan melihat keduanya datang. Lalu dia pun menghampiri keduanya yang berada di mobil. Ketika dia mendekati mobil, tiba-tiba anaknya kalut. Seharusnya dia menginjak rem, tapi malah menginjak gas, sementara ayahnya berada di depan mobil. Dia pun menabrak ayahnya dan menjatuhkannya ke tanah dalam keadaan mati. (Abna` Yu’adzdzibuna Abna`ahum, hal. 53.)

Sumber : “Sungguh Merugi Siapa yang Mendapati Orang Tuanya Masih Hidup Tapi Tidak Meraih Surga”, Ghalib bin Sulaiman bin Su’ud al-Harbi, Pustaka Darul Haq Jakarta.
 

Jangan Tebar Pesona


Seorang istri menceritakan kepada saya, bagaimana ia bersyukur memiliki seorang suami yang "sempurna". Di samping saleh, penyayang, suaminya adalah orang yang penyabar, pengasih, sangat cooperate dalam dakwah istri, tidak canggung dalam membantu urusan rumah tangga, pintar, cakap dan ditambah lagi mempunyai wajah di atas rata-rata. Tutur katanya lembut tetapi tegas, emosinya stabil plus ilmu dan wawasannya pun sangat luas. Wanita mana yang tidak ingin memiliki suami kriteria "sempurna" ini.

Sejak menikah, bertambahlah cintanya pada sang suami. Tetapi beriringan dengan waktu, dia menemukan ketidaktentraman dengan pesona yang dimiliki sang suami. Tanpa disadari tenyata pesona sang suami ini, dirasakan juga oleh kalangan umum khususnya para ibu-ibu. Dengan berkembangnya sarana komunikasi dan era globalisasi ini, sang suami banyak tampil di khalayak ramai, dan pesona sang suami semakin meluas dirasakan. Di seminar-seminar internal yang pesertanya terdiri dari kaum adam dan hawa. Ataupun lewat tulisan dan ulasan sang suami, banyak para ibu yang menjadi simpatik kepadanya.

Sang suami pun menyadari akan pesona yang memang ia miliki, dan ada sedikit kebanggaan karena ternyata setelah menikah pun, dia tetap memiliki daya tarik sebagai seorang laki-laki.

Saya tidak bisa menjawab keluhan teman tersebut, tetapi saya merasakan ada kekhawatiran di dalam tuturnya saat menceritakan bagaimana sang suami seakan menebar pesona pada lawan jenisnya. Mungkin awalnya diniatkan sebagai lahan dakwah di kalangan ibu-ibu. Tetapi kemudian sang istri menangkap adanya kesengajaan dalam menebar pesona tersebut.

Saya tidak bisa memberikan solusi kepadanya melainkan hanya menyarankan ia agar mengatakan hal yang menjadi ganjalan pada sang suami. Dan apa yang sebenarnya ia inginkan dari sang suami. Karena saya rasa selama komunikasi antara suami istri tetap dijaga, insya Allah rasa kekhawatiran yang berlebihan itu tidaklah perlu.

***

Rasa kekhawatiran apa yang dia rasakan? Fitnah apa yang mungkin timbul dari tebar pesona ini. Mungkin ia takut ia akan dimadu? atau ia cemburu pada para fans sang suami? Atau ia khawatir pesona suaminya menjadi fitnah bagi rumah tangga orang lain?

Menurut saya, kekhawatiran itu wajar dirasakan. Bila kita balikkan posisi mereka, dimana sang suami memiliki istri yang penuh pesona, lantas apakah dia tidak merasakan cemburu bila sang istri memiliki fans tersembunyi? Atau merasa khawatir sang istri tertarik dengan lelaki lain atau khawatir sang istri akan menjadi fitnah bagi rumah tangga orang lain.

Dari cerita teman di atas, saya melihat titik permasalahannya pada ketidaktentraman sang istri karena sang suami yang menebar pesona. Masalah tebar pesona ternyata tidak hanya milik kaum ABG saja. Dalam lingkungan suami istri pun hal ini mungkin terjadi baik disadari ataupun tidak. Menebar pesona ataupun ditebar pesona.

Sekalipun sudah menikah bukan berarti kita terjaga bila kita tidak menjaga pandangan, bukan berarti dengan menikah, lantas kita tidak merasakan ketertarikan pada lawan jenis selain suami/istri kita. Karena fitrah manusia baik dia belum menikah ataupun sudah menikah untuk merasakan ketertarikan/merasa senang dengan perhiasan dunia.

Firman Allah dalam surat Al Imran; "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)". (QS. 3:14)

Sebagai seseorang yang sudah berkeluarga merupakan kewajiban suami istri untuk saling bertausiyah, menjaga agar tidak ada pintu-pintu yang terbuka bagi godaan setan. Baik Anda sebagai seorang istri ataupun seorang suami, jagalah selalu hati Anda dan tentunya membantu orang lain menjaga hatinya. Jagalah pandangan Anda dan bantulah menjaga pandangan orang yang melihat Anda.

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. 24:30)

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka". (QS 24:31)

Ayat di atas adalah perintah bagi laki laki dan wanita yang beriman agar menahan pandangannya. Disamping menjaga pandangan, kita juga perlu membantu menjaga pandangan suami/istri kita. Salah satu landasannya adalah larangan rasul untuk menceritakan kecantikan/sifat seorang wanita lain di hadapan sang suami. Rasulullah pernah bersabda diriwayatkan oleh Imam Bukhari, "Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain, lalu dia memberitahukan sifat wanita itu kepada suaminya seakan-akan dia dapat melihatnya". Larangan ini tentu berlaku bagi suami agar tidak menceritakan sifat/gambaran lelaki lain di hadapan istri seakan istri melihat langsung. Istri menjaga pandangan suami dan suami pun turut membantu menjaga pandangan istri.

Kenapa rasul melarang seorang istri bercerita tentang sifat/kecantikan wanita lain. Dengan bercerita sifat-sifat seorang wanita seakan sang suami melihat sendiri, tentulah timbul ketertarikan, keinginan atau harapan positif atau lintasan-lintasan hati. Kemudian akan terbukalah pintu-pintu godaan setan. Jika Anda seorang istri, Anda akan merasa simpati pada pria tersebut, kemudian Anda akan membandingkannya dengan suami Anda, betapa suami Anda penuh kekurangan dan makin berkuranglah rasa syukur Anda karena memiliki suami yang tidak 'sehebat' lelaki yang Anda jadikan perbandingan tadi.

Jika Anda seorang suami, Anda akan merasa simpati pada wanita tersebut, Anda pun akan membandingkan istri Anda dengan dia, selanjutnya muncul harapan harapan Anda pada si wanita lain tersebut.

Rumah tangga bagaimana yang akan berlanjut bila sang suami/istri memiliki rasa simpati atau ketertarikan pada wanita/pria lain disamping istri/suaminya sendiri? Silahkan Anda renungkan sejenak, keluarga sakinah mawaddah wa rahmah tentu jauh darinya. Tentunya Anda tidak menginginkan ini terjadi pada keluarga Anda, juga tidak menginginkan ini terjadi pada keluarga sahabat Anda, atau orang terdekat Anda.

***

Bila Anda penuh dengan pesona, jangan tebar pesona anda! Anda tidak ingin membuat seorang suami/istri orang lain menjadi tertarik pada Anda bukan? Anda tentu tidak ingin menjadi pembuka pintu godaan setan. Menjadi pembawa masalah dalam rumah tangga orang lain, padahal seorang suami/istri tersebut sudah berusaha menjaga pandangan dan membantu pasangannya dalam menjaga pandangan dengan tidak menceritakan sifat/kecantikan/kelebihan wanita/pria lain. Tetapi kemudian Anda hadir dengan membawa pesona? Bantulah menjaga pandangan pasangan lain. Jangan tebar pesonamu. Berhati hatilah dengan segudang kelebihan/pesona yang telah Allah limpahkan pada Anda semua.

ani_soekarno@yahoo.com
teruntuk para aktivis dakwah

 

Wahai Akhi, Takutlah pada Allah

 "Beberapa waktu yang lalu ketika saya berada di kedai internet yang letaknya tidak jauh dari rumah saya di Saqar Quraisy , seorang pemuda duduk disamping saya tengah sibuk mengotak atik komputer . Ketika saya tengah membuka email dan membaca berita pandangan saya tanpa sengaja tertuju pada layar monitor pemuda tersebut dan alangkah sangat terkejutnya saya dengan apa yang saya lihat . Si pemuda menonton adegan yang menurut saya sangat tidak layak untuk ditonton.

Saya segera mengingatkannya , “Akhi tinggalkanlah itu”
Ia menoleh pada saya dan berkata, “ Emangnya kenapa ?”
“Apa yang akhi lihat tersebut akan merusak pikiran dan hati akhi “ , jelas saya padanya .
“Akhi kuliah di Azhar”,  lanjut saya bertanya padanya karena saya melihat buku yang ia bawa .
Tidak dibalasnya.  Saya kembali melanjutkan aktifitas saya.  Dan si pemuda sudah menutup apa yang ia tonton.

            Beberapa waktu kemudian ia terlihat kembali membuka tontonan yang tidak layak tersebut . Saya kembali mengingatkannya tapi ia tidak mengacuhkan.  Sebelum beranjak pergi saya berkata padanya,  “Wahai Akhi takutlah pada Allah”.

            Hal lain yang saya lihat dari pemuda tadi adalah jelas sekali perbedaan antara orang yang hatinya suci dan bersinar dengan cahaya iman dan amal soleh dengan hati orang yang kotor oleh dosa dan maksiat. Orang yang hatinya suci dan bersinar dengan cahaya iman terpancar kerjenihan pada wajahnya.  Air mukanya terlihat tenang sejuk dipandang dan bersinar .
Sedangkan orang yang dalam hatinya dipenuhi oleh kotoran dosa dan maksiat terlukis pada pancaran mukanya yang keruh gelap dan kurang nyaman untuk dipandang . Apa yang saya lihat mungkin hanya satu dari sekian banyak pemuda yang sering mengakses situs situs jorok tersebut Sangat memprihatinkan betapa tidak karena perbuatan itu akan merusak pikiran hati dan amal .
Bagaimana itu bisa terjadi? . Orang yang suka melihat gambar dan tontonan yang jorok akan tersimpan memori itu dalam otaknya dan lama kelamaan ia akan menjadi pikiran yang sering mengganggu . Kemudian timbullah bisikan dari setan dan dorongan dari hawa nafsu untuk mempraktekkannya Dan kalau orang tersebut tidak tahan ia akan bisa terjerumus pada perbuatan zina .

Semua itu berawal dari pandangan yang tidak dikontrol Dan akibat lainnya adalah pikiran yang sulit untuk fokus hati yang selalu resah gelisah tak menentu karena dosa dan maksiat menggelisahkan hati . Dan pada akhirnya orang tersebut akan diperbudak oleh hawa nafsu dan setan. Sehingga akan sulit untuk belajar dengan tenang ibadah dengan khusyuk dan tidak akan pernah bisa merasakan nikmat dan lezatnya ibadah .

Hati ibarat sebuah wadah . Apa yang akan kita lakukan bila wadah yang biasa digunakan untuk meletakkan makanan berisi kotoran . Langkah yang tepat adalah membersihkan wadah itu terlebih dahulu baru kemudian memasukan makanan . Kalau tidak dibersihkan makanan yang lezat akan bercampur dengan kotoran tersebut dan jadilah makanannya tidak enak .
Mungkin diantara kita telah sering mendirikan shalat membaca al Qur an berzikir dan amal ibadah lainya tapi sering kali kita tidak merasakan rasa nikmat dan lezat dalam hati,  dengan kata lain kita tidak merasakan kemanisan dalam beribadah.

Kenapa hal itu terjadi ? Barangkali kondisi hati kita masih menyimpan kotoran dosa dan maksiat yang belum tuntas atau belum pernah kita bersihkan. Baik kotoran dosa dan maksiat itu berasal dari mata pendengaran kata kata pikiran pikiran kotor atau niat niat yang jelek Itu yang selama ini menjadi penghalang kita untuk merasakan manisnya ibadah dan lezatnya ketaatan .
 Semakin banyak kotoran dosa dan maksiat mengisi hati maka akan semakin sulit bagi kita untuk merasakan lezatnya ibadah .

Saudaraku , Dimanapun kita berada dan kapanpun Allah selalu melihat kita mengetahui apa yang kita lakukan dan tidak ada satu tempatpun di dunia ini yang lepas dari pandangan .
Allah Swt bahkan apa yang terbersit di hati kita Allah Swt mengetahuinya , Allah Swt berfirman dalam beberapa ayat :  Yang melihat engkau ketika engkau berdiri untuk shalat .
Dan melihat perubahan gerakan badanmu di antara orang orang yang sujud (Asy Syu’ara 218 – 219)

Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada . Dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan (Al Hadid 4).

Bagi Allah tidak ada sesuatupun yang tersembunyi di bumi dan di langit (Ali Imran 5). Sungguh Tuhanmu benar benar mengawasi (Al Fajr 14).

Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada (Ghafir 19)
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdur Rahman Mu adz bin Jabal r a Rasulullah bersabda Bertaqwalah kamu pada Allah dimanapun kamu berada dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik akan menghapus keburukan dan bergaulah dengan manusia dengan akhlak yang baik (Hr Tirmidzi).  

Dan yang diriwayatkan dari Anas r a Rasulullah Saw bersabda Sungguh kalian mengerjakan suatu amalan yang ianya dalam pandangan kalian lebih halus nilainya dari sehelai rambut akan tetapi kami pada masa Rasulullah Saw menganggapnya sebagai suatu perbuatan yang membinasakan (Hr Bukhari)
 Semoga kita tidak tergolong pada orang orang yang tertipu oleh bujuk rayu setan dan hawa nafsu . Wallahul musta’an.  

Sumber http://www.eramuslim.com/berita-wahai-akhi-takutlah-pada-allah.html
 

Kisah Seorang Pencuri Terong

Di Damaskus, ada sebuah mesjid besar, namanya mesjid Jami' At-Taubah. Dia adalah sebuah masjid yang penuh keberkahan. Di dalamnya ada ketenangan dan keindahan. Sejak tujuh puluh tahun, di masjid itu ada seorang syaikh pendidik yang alim dan mengamalkan ilmunya. Dia sangat fakir sehingga menjadi contoh dalam kefakirannya, dalam menahan diri dari meminta, dalam kemuliaan jiwanya dan dalam berkhidmat untuk kepentingan orang lain.

Saat itu ada pemuda yang bertempat di sebuah kamar dalam masjid. Sudah dua hari berlalu tanpa ada makanan yang dapat dimakannya. Dia tidak mempunyai makanana ataupun uang untuk membeli makanan. Saat datang hari ketiga dia merasa bahwa dia akan mati, lalu dia berfikir tentang apa yang akan dilakukan. Menurutnya, saat ini dia telah sampai pada kondisi terpaksa yang membolehkannya memakan bangkai atau mencuri sekadar untuk bisa menegakkan tulang punggungnya. Itulah pendapatnya pada kondisi semacam ini.

Masjid tempat dia tinggal itu, atapnya bersambung dengan atap beberapa rumah yang ada disampingnya. Hal ini memungkinkan sesorang pindah dari rumah pertama sampai terakhir dengan berjalan diatas atap rumah-rumah tersebut. Maka, dia pun naik ke atas atap masjid dan dari situ dia pindah kerumah sebelah. Di situ dia melihat orang-orang wanita, maka dia memalingkan pandangannya dan menjauh dari rumah itu. Lalu dia lihat rumah yang di sebelahnya lagi. Keadaannya sedang sepi dan dia mencium ada bau masakan berasal dari rumah itu. Rasa laparnya bangkit, seolah-olah bau masakan tersebut magnet yang menariknya.

Rumah-rumah dimasa itu banyak dibangun dengan satu lantai, maka dia melompat dari atap ke dalam serambi. Dalam sekejap dia sudah berada di dalam rumah dan dengan cepat dia masuk ke dapur lalu mengangkat tutup panci yang ada disitu. Dilihatnya sebuah terong besar dan sudah dimasak. Lalu dia ambil satu, karena rasa laparnya dia tidak lagi merasakan panasnya, digigitlah terong yang ada ditangannya dan saat itu dia mengunyah dan hendak menelannya, dia ingat dan timbul lagi kesadaran beragamanya. Langsung dia berkata, 'A'udzu billah! Aku adalah penuntut ilmu dan tinggal di mesjid , pantaskah aku masuk kerumah orang dan mencuri barang yang ada di dalamnya?' Dia merasa bahwa ini adalah kesalahn besar, lalu dia menyesal dan beristigfar kepada Allah, kemudian mengembalikan lagi terong yang ada ditangannya. Akhirnya dia pulang kembali ketempat semula. Lalu ia masuk kedalam masjid dan mendengarkan syaikh yang saat itu sedang mengajar. Karena terlalu lapar dia tidak dapat memahami apa yang dia dengar.

Ketika majlis itu selesai dan orang-orang sudah pulang, datanglah seorang perempuan yang menutup tubuhnya dengan hijab -saat itu memang tidak ada perempuan kecuali dia memakai hijab-, kemudian perempuan itu berbicara dengan syaikh. Sang pemuda tidak bisa mendengar apa yang sedang dibicarakannya. Akan tetapi, secara tiba-tiba syaikh itu melihat ke sekelilingnya. Tak tampak olehnya kecuali pemuda itu, dipanggilah ia dan syaikh itu bertanya, 'Apakah kamu sudah menikah?', dijawab, 'Belum,'. Syaikh itu bertanya lagi, 'Apakah kau ingin menikah?'. Pemuda itu diam. Syaikh mengulangi lagi pertanyaannya. Akhirnya pemuda itu angkat bicara, 'Ya Syaikh, demi Allah! Aku tidak punya uang untuk membeli roti, bagaimana aku akan menikah?'. Syaikh itu menjawab, 'Wanita ini datang membawa khabar, bahwa suaminya telah meninggal dan dia adalah orang asing di kota ini. Di sini bahkan di dunia ini dia tidak mempunyai siapa-siapa kecuali seorang paman yang sudah tua dan miskin', kata syaikh itu sambil menunjuk seorang laki-laki yang duduk di pojokkan. Syaikh itu melanjutkan pembicaraannya, 'Dan wanita ini telah mewarisi rumah suaminya dan hasil penghidupannya. Sekarang, dia ingin seorang laki-laki yang mau menikahinya, agar dia tidak sendirian dan mungkin diganggu orang. Maukah kau menikah dengannya? Pemuda itu menjawab 'Ya'. Kemudian Syaikh bertanya kepada wanita itu, 'Apakah engkau mau menerimanya sebagai suamimu?', ia menjawab 'Ya'. Maka Syaikh itu mendatangkan pamannya dan dua orang saksi kemudian melangsungkan akad nikah dan membayarkan mahar untuk muridnya itu. Kemudian syaikh itu berkata, 'peganglah tangan isterimu!' Dipeganglah tangan isterinya dan sang isteri membawanya kerumahnya. Setelah keduanya masuk kedalam rumah, sang isteri membuka kain yang menutupi wajahnya. Tampaklah oleh pemuda itu, bahwa dia adalah seorang wanita yang masih muda dan cantik. Rupanya pemuda itu sadar bahwa rumah itu adalah rumah yang tadi telah ia masuki.

Sang isteri bertanya, 'Kau ingin makan?' 'Ya' jawabnya. Lalu dia membuka tutup panci didapurnya. Saat melihat buah terong didalamnya dia berkata: 'heran siapa yang masuk kerumah dan menggigit terong ini?!'. Maka pemuda itu menangis dan menceritakan kisahnya. Isterinya berkomentar, 'Ini adalah buah dari sifat amanah, kau jaga kehormatanmu dan kau tinggalkan terong yang haram itu, lalu Allah berikan rumah ini semuanya berikut pemiliknya dalam keadaan halal. Barang siapa yang meninggalkan sesuatu ikhlas karena Allah, maka akan Allah ganti dengan yang lebih baik dari itu.

(Sumber: Alsofwah.or.id)
 

Kisah Tsa'Labah dalam Timbangan

Pada halaman 254 As-Suyuthi dalam tafsir Al-Jalalain berkata ketika sampai pada ayat, firman Allah subhanahu wa ta’ala (yang artinya):

“Dan di antara mereka ada orang yang berikrar kepada Allah: ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karuniaNya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shallih.” (At-Taubah: 75)

Orang yang dimaksud itu adalah Tsa’labah bin Hathib

Al-Qadhi Kan’an mengomentari pendapat ini dan mengatakan bahwa cerita tentang Tsa’labah yang diutarakan oleh As-Suyuthi dan anggapan bahwa ayat tadi turun berkenaan dengan cerita tersebut, adalah cerita yang banyak dibicarakan oleh orang dan dinukil oleh para ahli tafsir dengan riwayat apa adanya tanpa mengkritik penisbatan lakon cerita tersebut pada Tsa’labah seperti Ibnu Katsir* dan As-Suyuthi dalam “Jalalain” juga dalam kitab “Ad-Durrul Mautsur” dan lain sebagainya. Namun ada para ahli tafsir lain yang menukil cerita tersebut, tapi kemudian mengkritiknya dan menganggap bahwa tidak mungkin ayat itu turun kepada seorang sahabat yang ikut serta dalam perang Badar.

Dalam kitab “Majma’uz Zawaid” Al-Haitsami mengatakan bahwa cerita tersebut diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan di dalam sanadnya terdapat Ali bin Yazid Al-Halmani dan dia adalah “matruk” (ditinggalkan riwayatnya)

Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam kitab “Takhrij Ahaadits Al-Kasysyaf” bahwa cerita tersebut dikeluarkan oleh Ath-Thabrani, juga oleh Al-Baihaqi dalam kitab “Ad-Dalaail” dan kitab “Syu’abu Al-Iman”, juga oleh Ibnu Abi Hatim dan Ath-Thabari, juga oleh Ibnu Mardawaih, semuanya dari jalan Ali bin Yazid dari Al-Qasim bin Abdirrahman dari Abu Amamah. Dan ini adalah sanad yang lemah sekali.” Keterangan-keterangan ini juga disebutkan oleh Ibnu Hqajar dalam kitab “Al-Ishabah”

Sementara itu, Al-Qurthubi dalam tafsirnya –setelah mengungkapkan kisah ini- berkata: “Saya berkata bahwa Tsa’labah adalah Badry (orang yang ikut dalam perang Badar), dan orang Anshar serta orang yang termasuk mendapat kesaksian iman dari Allah subhanahu wa ta’ala dan RasulNya. Maka, apa-apa yang diriwayatkan tentang Tsa’labah dalam hal ini adalah tidak benar.

Dan Adh-Dhahhak berkata: “Ayat tersebut turun berkaitan dengan sekelompok orang dari kaum munafikin, mereka adalah: Nabtal bin Al-Harits, Jaddu bin Qays** dan Mu’tab bin Qusyair. Dan memang pantas kalau ayat itu tidak berkaitan dengan Tsa’labah atau orang lain dari kaum Muslimin. Dan kisah yang sedang kita bicarakan ini ditolak, tidak dapat diterima. Bila ayat tersebut memang turun berkaitan dengan orang-orang tertentu maka tentunya adalah orang-orang yang asli munafik. Buktinya, bahwa redaksi ayat-ayat sebelumnya adalah menerangkan prilaku kaum munafikin.” (Lihat ayat 73 s/d 110).

Selain itu juga bahwa ayat yang sedang kita bahas ini telah menyebutkan hal itu, maka firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (wa minhum) “dan di antara mereka” maksudnya adalah orang-orang munafik itu ketika mereka berjanji kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, semua mereka dalam keadaan munafik dan bukan mukmin kemudian menjadi jelas kemunafikan mereka dengan melanggar janji, dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: (faa’qabahum) “maka Allah menimbulkan kemunafikan (pada hati) mereka” yaitu mereka yang telah melanggar janji kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, artinya mereka merupakan sekelompok orang dan kalau yang dimaksud hanya satu orang saja, tentu ayatnya akan berbunyi (faa’qabahu) (dengan menggunakan kata ganti tunggal, pen.)

Dengan demikian menjadi jelaslah bagi kita kekuatan perkataan Adh-Dhahhak bin Muzahim rahimahullah Ta’ala bahwa ayat tersebut turun berkaitan dengan sekelompok orang dari kaum munafikin –sebagaimana telah dia ungkapkan- dan bahwasanya tidak ada hubungan antara Tsa’labah bin Hathib radhiyallahu anhu- dan tidak seorang pun dari kaum Muslimin yang benar-benar- dengan kisah ini.


------------------------------------------------------

catt :

*Ibnu Katsir menyebutkan kisah ini lengkap dengan sanadnya dan tidak menshahihkannya, juga disebutkan oleh Ash-Shabuni dalam “Mukhtashar Ibnu Katsir” denfgan menghilangkan sanadnya karena ada keyakinan akan keshahihan kisah tersebut, dia juga menyebutkan kisah ini dalam “Shafwatut Tafasir” dan menisbatkannya pada Tsa’labah dan di kitab Muktashar-nya dia menyebutkan Tsa’labah bin Hathib.

**Dalam kitab Al-Ishabah, Ibnu Hajar menyebutkan –ketika menceritakan biografi Jaddu bin Qays dari jalan Adh-Dhahhak- bahwa pada orang inilah turun ayat: (yang artinya)
“Dan di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: ‘Berilah saya idzin (tidak pergi perang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalamn fitnah ….” (At-Taubah:49)


Ditulis ulang dari:

“BEBERAPA CATATAN ATAS TAFSIR JALALAIN (terjemahan dari:Tanbihaat muhimmatu ‘ala qurratil ‘ainain wa tafsiir al-Jalaalain, Penerbit: Al-Maktab Al-Islamiy) MUHAMMAD BIN JAMIL ZAINU, DARUL HAQ, JAKARTA, (Serial buku Darul Haq ke-32), Cetakan I (Muharram 1420 H), halaman 96-100.
 

Malik Bin Dinar

Diriwayatkan dari Malik bin Dinar, bahwasanya dia pernah ditanya tentang latar belakang dari tobatnya. Malik bin Dinar kemudian bertanya, “Dahulu aku adalah seorang polisi yang dalam keseharianku selalu kulalui dengan bermabuk-mabukan (minuman arak). Pada suatu ketika aku membeli seorang budak wanita yang amat cantik dan aku pun mencintainya. Aku pun melakukan hubungan layaknya suami – istri dengannya, hingga dia pun melahirkan seorang anak wanita dan aku sangat mencintainya. Ketika anakku mulai dapat merangkak, rasa sayangku semakin bertambah kepadanya. Kami saling mencintai.”

Malik bin Dinar melanjutkan kisahnya lagi, “Suatu ketika aku meletakkan minuman yang memabukkan di hadapanku. Tiba-tiba dia datang menabrakku hingga aku pun terjatuh tepat di atas minuman keras, pakaianku terguyur oleh tumpahan air minuman keras tersebut. Setelah anakku menginjak usia dua tahun, dia panggil menghadap-Nya, sehingga membuatku sangat sedih.”

“Suatu malam, tepat tanggal lima belas bulan sya’ban (Nishfu Sya’ban), dimana pada malam itu tepat pada hari kamis malam, kuhabiskan seluruh malam dengan menegak minuman keras hingga akupun tertidur dan tidak sempat lagi menunaikan shalat isya’. Dalam tidurku, aku bermimpi seakan-akan hari kiamat telah tiba, terompet telah ditiup, orang-orang yang ada di alam kubur telah dibangkitkan, semua mahluk telah dikumpulkan dan aku termasuk di antara mereka. Tiba-tiba aku mendengar suara berdesis pelan dari belakangku dan aku pun menengoknya yang ternyata itu adalah suara ular naga yang sangat besar, warna hitam kebiru-biruan.

Ular naga itu seakan-akan siap menerkamku, karenanya aku pun lari tunggan-langgang ketakutan. Saat melarikan diri itu, aku sempat berpapasan dengan seseorang yang berusia lanjut dengan pakaian bersih dan menebarkan aroma wangi. Aku lalu memberikan salam kepadanya dan dia pun membalas salamku itu. Aku pun berkata, ‘Wahai syeikh, tolong selamatkan aku dari ular naga itu, semoga Anda juga diselamatkan oleh Allah... !’

Mendengar permintaanku ini, orang itu pun menangis seraya berkata kepadaku, ‘Aku adalah orang yang lemah, sedang ular naga itu lebih kuat daripada diriku, karenanya mustahil aku dapat mengalahkannya. Sekarang cepatlah pergi dari tempat ini, semoga Allah segera memberikan keselamatan kepadamu !’

Akupun berlari meninggalkannya hingga akhirnya aku sampai di perbukitan kiamat, yang ternyata telah memperlihatkan tingkatan-tingkatan neraka. Dari tempat itu aku dapat menyaksikan hal-hal yang mengerikan yang terjadi di dalam neraka. Terdorong oleh rasa takut yang berlebihan atas kejaran ular naga itu, nyaris menggelincirkanku ke dalam neraka. Ketika aku masih dicekam ketakutan, tiba-tiba datang seruan kepadaku, ‘Kembalilah kamu, kamu tidak termasuk penghuninya!’

Oleh karena itu, aku menjadi tenang dan kembali turun menyusuri bukit yang tentu aku kembali dikejar oleh si ular naga.

Aku pun menemui orang tua yang pernah kutemui seraya berkata, ‘Wahai syeikh, bukankah aku pernah memohon pertolongan kepada Anda, akan tetapi Anda tidak dapat menolongku. Sekarang tolonglah aku!’

Mendengar permintaanku untuk kedua kalinya, orang tua tersebut kembali menagis dan berkata, ‘Aku adalah orang lemah, cobalah pergi ke gunung itu, karena di sana ada beberapa titipan bagi orang-orang Islam. Jika di sana kamu mempunyai sebuah titipan, niscaya dia akan dapat menolongmu!”

Malik bin Dinar pun melanjutkan kembali ceritanya, “Aku lalu melihat ke arah sebuah gunung berbentuk bulat yang terbuat dari perak. Di gunung tersebut terdapat beberapa lubang tembus cahaya dan ada juga beberapa buah tabir bergelantungan. Pada setiap pintu kecil maupun gerbangnya itu terdapat dua buah daun pintu yang terbuat dari emas berwarna merah dilengkapi dengan beberapa buah Yaqut berhiaskan mutiara. Pada setiap daun pintu itu terdapat sebuah korden sutera.

Aku pun segera berlari menuju ke gunung tersebut, sementara ular naga itu masih tetap saja mengikutiku dari belakang. Sesaat ketika hampir mendekati gunung tersbut, berserulah seorang malaikat, ‘Angkatlah korden-korden itu dan bukalah daun-daun pintunya serta biarkanlah dia melihatnya dari atas ! Mungkin orang yang celaka ini mempunyai sebuah titipan yang dapat menyelamatkannya dari musuhnya itu.’

Setelah sang malaikat berkata demikian, seketika itu pula semua korden terangkat dan pintu-pintu terbuka, melalui lubang-lubang pintu itu tampak olehku beberapa anak kecil yang wajah mereka bagaikan rembulan. Ular naga besar itupun mendekatiku dan aku menjadi kebingungan.

Sebagian anak-anak yang ada di dalam sana itupun berteriak, ‘Celaka, mari kita naik semua, orang itu telah didekati musuhnya!’

Mendengar teriakan itu, semua anak-anak kecil tadi, kelompok demi kelompok, naik mendekat kepadaku dan tiba-tiab aku bertemu dengan anak gadisku yang telah meninggal dunia itu ada di antara mereka. Ketika putriku melihatku, menangislah dia seraya berkata, ‘Ayah, demi Allah!’

Setelah berkata demikian, secepat kilat putriku melompat ke atas sebuah piringan yang terbuat dari cahaya seperti kilatan busur panah dan bergerak mendekatiku. Selanjutnya, dia pun menarik kedua tanganku dalam genggamannya, sementara aku sedang bergelantungan, tangan kanannya dipergunakan untuk menghalau ular naga itu dari sana.

Putriku lalu menyilakan aku duduk, dan dia pun duduk di pangkuanku sambil tangannya meraba jenggotku, dan berkata, ‘Wahai Ayah, belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah?’ (Q.S. Al-Hadidi : 16)

Mendengar perkataan putriku ini, aku pun menangis dan berkata, ‘Kamu telah mengetahui Al-Qur’an?’
‘Ayah, aku lebih tahu tentang Al-Qur’an daripada Ayah,’ jawab putriku.

Kepadaku, dia kemudian menceritakan perihal ular naga besar yang hendak membinasakanku tadi, ‘itulah amal jelek Ayah yang dominan. Dia bermaksud menenggelamkan Ayah ke dalam neraka jahanam.’

Dia juga menceritakan perihal orang tua yang kujumpai di jalan, ‘Ayah, itulah amal baik Ayah yang begitu lemah, sehingga dia tiada berdaya sama sekali untuk mengalahkan amal kejelekan Ayah.’

‘Apa yang sedang kamu lakukan di gunung ini?’ tanyaku lagi kepadanya.
‘Kami adalah anak-anak kecil orang-orang islam yang telah ditempatkan di sini hingga hari kiamat nanti. Kami semua telah siap untuk memberikan pertolongan kepada orangtua kami semua’.”

Malik bin Dinar kemudian melanjutkan ceritanya, “Ketika itu aku terperanjat dari tidur lelapku dan sejak pagi itulah kubuang semua minuman kerasku dan menghancurkan semua botolnya. Akupun segera bertobat kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi. Inilah sebab-musabab aku bertobat kepada Allah swt.”

( Sumber : Mereka Yang Kembali, Ragam Kisah Taubatan Nashuha, Ibnu Qudamah - hal : 265)
 

Usaid bin Hudhair Sang Pahlawan Saqifah

Keislamannya

Suatu saat Rasulullah  mengirim Mush’ab bin Umair ke Madinah guna mengajari orang-orang Muslim Anshor yang telah berbai’at kepada Nabi untuk membela Islam di Bai’tul Aqabah pertama, dan untuk menyeru orang lain kepada agama Allah. Namun kedatangan Mush’ab mendapat tantangan dari Usaid bin Hudhair dan Sa’ad bin Mu’adz, di mana keduanya adalah pemimpin kaumnya. Pada suatu saat, Usaid melihat di majelis Mush’ab banyak orang yang dengan penuh minat dan perhatian mendengarkan kalimat-kalimat petunjuk yang mengajak mereka kepada jalan Allah yang diserukan oleh Mush’ab bin Umair. Tiba-tiba majelis yang tenang itu dikejutkan oleh kedatangan Usaid yang melampiaskan segala kemarahan dengan berangnya kepada Mush’ab bin Umair. Melihat ulah Usaid, Mush’ab lalu berkata : “ Sudikah Anda duduk mendengarkannya ? Bila ada sesuatu yang menyenangkan hati Anda, maka Anda dapat mengambilnya. Dan jika Anda kurang berkenan dengannya maka kami hentikan apa yang tidak Anda sukai tersebut.”

Karena melihat Mush’ab mengandalkan logika dan akal serta cara yang baik, maka Usaid menancapkan tongkatnya ke tanah, lalu berkata kepada Mush’ab: “ Benar kata Anda! Nah kemukakanlah apa yang ada pada Anda!” Mush’ab lalu membacakan ayat-ayat Al Qur`an dan menjelaskan seruannya, agama yang haq, yang Nabi Muhammad perintahkan untuk menyampaikan dan mengibarkan benderanya, yaitu Islam. Orang-orang yang menghadiri majelis yang sama mengatakan : “ Demi Allah sebelum mengucapkannya telah terlihat pada raut wajah Usaid sikap keislamannya, kita mengenalnya pada cahaya muka dan sikap lunaknya . “

Belum lagi Mush’ab selesai menerangkan, Usaid pun berseru dengan amat terkesan: “ Alangkah mulianya kata-kata ini dan alangkah indahnya ….! Apa yang kalian lakukan bila kalian hendak masuk agama ini ?” Jawab Mush’ab : “ Anda bersihkan badan , pakaian, dan ucapkan syahadat yang haq, kemudian Anda sholat.”

Begitulah Usaid, ketika ia mengenal jalannya, ia tidak ragu-ragu lagi maju melangkah menyambutnya dengan kebulatan hati. Usaid tegak berdiri untuk menerima agama yang telah membuka pintu hatinya dan menyinari jiwanya. Ia mandi dan membersihkan diri, lalu menyatakan keislamannya.


Keutamaannya

Termasuk 3 orang shohabat besar dari kalangan Anshor selain Sa’ad bin Mu’adz dan ‘Abbad bin Basyar.

Allah memberikan kelebihan kepadanya dengan suara yg merdu ketika membaca Al Qur`an. Karena merdu dan indahnya suara Usaid, sampai malaikat mendekatinya khusus untuk mendengarkan bacaan Usaid.

Tongkat yang dibawanya bias bersinar di kegelapan malam.

Dalam hadits riwayat Bukhari diterangkan bahwa : Usaid bin Hudhair dan seorang laki-laki Anshor berbincang-bincang di sisi Rasulullah sampai larut malam. Kemudian keduanya pulang dengan membawa tongkatnya masing-masing. Ternyata tongkat tersebut bisa menyinari selama dalam perjalanannya, sehingga ketika salah seorang dari keduanya berpisah di jalan, maka tetaplah bersinar tongkatnya yang lain (yang satu) dan terus berjalan hingga sampai ke rumah (keluarganya).

Pernah mencium pinggul Rasulullah. 
Dari Abdurrahman bin Abi Laila dari bapaknya ia berkata : “Usaid bin Hudhair adalah seorang laki-laki yang sholih, lucu dan tampan. Tatkala ia berbincang-bincang dengan kaum di sisi Rasulullah dan menjadikan mereka tertawa. Lalu Rasulullah  memukul lambungnya, dan ia berkata : “ Anda telah sakiti aku, maka aku balas qishos ya Rasulallah, sesungguhnya Anda berpakaian sedangkan saya tidak berbaju” Abi Laila berkata: Maka Rasulullah mengangkat bajunya dan dipeluklah oleh Usaid kemudian dicium pinggulnya seraya berkata : “ Sungguh demi Bapak dan Ibuku, inilah yang saya kehendaki ya Rasulallah.” (Riwayat Hakim)

Pahlawan di hari Saqifah.
Tak lama setelah wafatnya Rasulullah, segolongan orang Anshor yang dipimpin oleh  Sa’ad bin Ubadah mengumumkan bahwa mereka lebih berhak memegang khilafah. Sewaktu debat dan tukar pendapat semakin memanas, maka Usaid pun berpidato yang ditujukan kepada kaumnya golongan Anshor, “ Tuan-tuan semua tahu, bahwa Rasulullah  berasal dari golongan Muhajirin. Dan seseungguhnya kita adalah pembela Rasulullah, maka kewajiban kita sekarang adalah membela khalifahnya..!”

Maka demikianlah, akhirnya ucapan Usaid dalam pidatonya itu menjadi obat yang mujarab untuk menenangkan suasana kembali.

Wafatnya

Usaid bin Hudhair wafat pada bulan Sya’ban tahun 20 H di Baqi’. Salah seorang yg mengangkat jenazah Usaid ke kuburannya adalah Amiirul Mukminin Umar bin Khattab. Ini menunjukkan keutamaan seorang shohabat Nabi yang sholih, cerdas akalnya, dan bijaksana dalam ucapannya.



(ditulis ulang dari Majalah As Sunnah Edisi 22/II/1417-1997, dgn sedikit perubahan tanpa merubah maksud tulisan aslinya)
 

Mush'ab bin Umeir Radiyallahu 'anhu

Mush''ab bin Umeir adalah seorang pemuda yang tampan berasal dari keluarga kaya raya. Dalam kehidupannya ia banyak memiliki limpahan harta, dimanja secara berlebihan, menjadi pujaan banyak gadis, betotak cemerlang dan memiliki nama yang harum di seantero kota Mekah. Selain itu, ia adalah pusat perhatian dalam setiap pertemuan, dimana setiap anggota majelis dan teman-temannya selalu mengharapkan kehadirannya untuk memecahkan berbagai persoalan karena kecermalangan otaknya.

Sampai suatu hari, terbetik kabar tentang Muhammad Al-Amin yang menyatakan diri sebagai utusan Allah untuk menyampaikan agama yang benar. Kian hari kabar itu kian santer di kalangan warga Mekah, dan sampai juga di telinga Mush'ab. Mush'ab tergerak hatinya untuk menyelidiki kebenaran berita tersebut. Melalui usahanya, makin banyaklah berita yang ia ketahui, termasuk dimana Rasulullah dan para sahabatnya mengadakan pertemuan rutin, yakni di tempat suci di bukit Shafa, di kediaman Arqam bin Abil Arqam guna menghindari ancaman kaum Quraisy. Di tempat ini Rasulullah dan para sahabat beliau berkumpul dan beribadah kada Allah serta mempelajari ayat-ayat suci Al-Qur'an.

Dengan semangat dan tekad bulat, suatu hari diikutinya rombongan mereka menuju kediaman Arqam. Seperti tersebut dalam riwayat, baru sekejap mata Mush'ab mengambil tempat duduknya, terdengar olehnya Rasulullah melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dengan kekhusyu'an yang mendalam. Tergetarlah dada Mush'ab oleh pesona yang begitu agung, keharuan yang begitu mendalam dan kebahagiaan yang nyaris sempurna, sehingga membuatnya hampir terlonjak ketika menghampiri Rasulullah.

Namun dengan penuh kebijakan dan rasa kasih sayang, Rasullah mengurut dada pemuda Quraisy itu dengan tangan beliau nan halus. Maka menjadi terasa teduh batin pemuda yang tengah bergejolak hatinya oleh rasa itu. Selanjutnya, pada hari itu juga, masuklah Mush'ab bin Umeir kedalam agama Islam dengan hati mantap dan keyakinan penuh.

Walaupun demikian, tidak semuanya berjalan sempurna. Salah satu sandungan terberat yang dialaminya, setelah masuk Islam adalah dari ibu kandungnya sendiri, yakni Khunas binti Malik. Kharisma dan kekerasan jiwa sang ibu, untuk sementara waktu membuat Mush'ab memnyembunyikan keislamannya, sampai kemudian hari Allah menghendakinya.

Demikianlah, sekian lama ia berusaha menutupi rahasia, sekian lama ia berusaha menutupi rahasia itu. Tetapi kota makah begitu banyak menyimpan mata, apa lagi dalam suasana seperti kala itu. Setiap gerak muslim pasti tak luput dari perhatian. Akhirnya, berita keislaman Mush'ab sampai juga ketelinga ibundanya. Berita itu didapat dari seseorang bernama Utsman bin Thalhah yang melihat dengam mata kepala sendiri, bahwa Mush'ab sering kerumah Arqam secara sembunyi-sembunyi. Bahkan suatu saat, dilihatnya Mush'ab shalat berjama'ah bersama Rasul dan para Sahabatnya beliau.

Betapa murka hati sang ibu, lalu dipanggilnya Mush'ab untuk segera menghadapnya. Di hadapan ibunya, saudara-saudaranya,dan para pembesar Mekah kala itu, Mush'ab berdiri tegar seraya memperdengarkan ayat-ayat suci Al-Qur'an untuk menyntuh hati nurani mereka. Namun apa mau dikata, hati sang ibu dan semua yang ada disitu tak sedikitpun tergugah. Bahkan sang ibu nyaris menampar muka anaknya, kalaulah tidak melihat cahaya penuh wibawa memancar dari wajah putra terkasihnya itu. Tetapi tak urung, sianak dibawanya juga kesebuah kamar terpencil dalam rumahnya, dan dikurungnya rapat-rapat.

Sampai akhirnya ketika Mush'ab mendengar banyak kaum muslimin berhijrah ke Habasyah, ia berhasil meloloskan diri dengan cara memperdaya sang ibu dan para pengawalnya.

Mush'ab berlari dan menyembunyikan diri di Habasyah bersama rekan-rekannya seperjuangan dengan menghadapi berbagai rintangan dan cobaan silih berganti. Namun ia sangat bangga dan bersyukur, karena dapat mengikuti pola hidup yang diajarkan oleh Rasul, walaupun sebagai resikonya ia harus meninggalkan kemewahan yang selama ini menaungi kehidupannya. Ia harus menanggalkan pakaian indah miliknya dan menggantinya dengan pakaian yang lusuh, usang dan penuh tambalan.

Hingga pada suatu hari, mata setiap orang basah dibuatnya, karena menyaksikan perubahan pada dirinya yang demikian drastis, yakni ketika ia hadir dalam sebuah pertemuan yang dihadiri juga oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam.

Rasulullah sendiri menatapnya dengan rasa syukur, dan dengan penuh arti beliau bersabda :

Dahulu kukenal Mush'ab ini pemuda yang tidak ada imbangnya dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya. Namun kemudian semua itu ditinggalkan demi Allah dan Rasul-Nya.

Tatkala sang ibu menangkapnya kembali sepulang dari Habasyah, ketika itu pula Mush''ab bertemu untuk berpisah dengan sang ibunda selama-lamanya. Keteguhannya membuat sang ibu putus asa. Sampai detik terakhir, Mush'ab masih terus menasehati ibunya bahwa tidak ada yang berhak di sembah secara benar selain Allah, namun tidak juga membuahkan hasil. Justru hati si ibu semakin murka, akhirnya dengan berlinang air mata, terpaksa dihapusnya juga nama Mush'ab dalam hatinya sebagai anak kandungnya tercinta... Maka berpisahlah kedua anak dan ibu tersebut.

( Sumber : El Fata Edisi I Th. I, hal : 32-37)
 

Mu'adz bin Jabbal radhiyallahu 'anhu

Muadz bin Jabal atau biasa disebut sebagai Abu Abdirahman, beliau termasuk dalam golongan bangsawan yang taat kepada Allah, berbadan tinggi, cakep, putih bersih, besar kelopak matanya, putih mengkilat giginya, berambut pendek lagi keriting, berbudi bahasa dan manis tuturnya serta cerdas dan cemerlang otaknya. Beliau termasuk dalam kelompok Anshar As-Sabiqunal Awwalun (yang pertama masuk islam). Beliau masuk islam umur 18 tahun dan sudah ikut perang Badar pada umur 20 tahun.

Beliau merupakan seorang sahabat nabi yang memiliki banyak keutamaan, beliau termasuk salah satu yang orang yang mengumpulkan Al-Qur'an di masa Rasulullah, salah satu yang pernah memberi fatwa di zaman Nabi. Beliau merupakan hamba shalih yang tunduk kepada Allah dan menyeru kepada manusia. Rasulullah pernah mengutusnya dakwah ke Yaman. Beliau juga termasuk Immamu Fuqaha, pemimpin para fakih, kanzul Ulama gudangnya Ilmu. Seorang pemuda yang penyabar, dermawan, murah hati, lapang dada, dan tingi budi pekertinya.

Tentang ilmunya Umar bin Khatab pernah berkata, Barangsiapa yang ingin bertanyaa tentang Al-Qur'an hendaknya ia datang kepada Ubay bin Kaab, dan barang siapa yang ingin tanya tentang hukum halal dan haram, hendaknya ia datang kepada Mu'adz bin Jabal. Dan barang siapa yang ingin bertanya tentang harta hendaknya ia datang kepadaku. Sesungguhnya Allah menjadikanku tukang penyimpan (baitulmal).

Demikianlah memang Muadz bin Jabal merupakan orang yang diketahui paling paham halal haram, dan beliau sering dimintai untuk berfatwa. Sebagaimana dikatakan oleh Syakr bin Hausyab, Bila para sahabat Rasulullah berbicara dan diantaranya ada Mu'adz bin Jabal, maka mereka akan minta pendapat kepada Mu'adz disebabkan kewibawaannya.

Kecermelangan otak Mu'adz diakui oleh banyak orang, Kecemerlangan inilah yang menjadikan Rasulullah memuji Mu'adz, Rasulullah bersabda,

Umatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu'adz bin jabal.

Mu'adz adalah pemimpin ulama yang paling depan.

Kematian Mu'adz bin Jabal akibat terkena serangan penyakit tha'un, yaitu penyakit kusta pada jari telunjuknya. Beliau terkena penyakit ini justru bahagia bahkan mendo'akan agar seluruh keluarganya mendapat penyakit ini, beliau berkata, Ya Allah, jadikanlah bagian keluarga Mu'adz yang banyak (dari penyakit tha'un tersebut). Akhirnya dua putrinya meninggal dan dikuburkan dalam satu lahat. Kemudian putranya Abdurrahman juga tertimpa tha'un juga. Keluarga Mu'adz akhirnya meninggal semua dan pada pekan tersebut juga Mu'adz meninggal.

Kenapa Mu'adz bisa seperti itu ? Karena beliau pernah mendengar dari riwayat Rasulullah bahwa penyakit tha'un sesungguhnya adalah rahmat dari Allah dan do'a Nabi serta wafatnya orang-orang shalih sebelumnya. Beginilah tanda keikhlasan manusia terbaik umamt ini.

Usia meninggalnya Mu'adz 33 tahun, atau ada yang mengatakan 34 usia yang masih sangat muda pada tahun 18 Hijriyah pada pemerintahan Umar bin Khatab.

(Sumber : As-Sunnah edisi 24/II/1416-1995; Hal.68)
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. abu-uswah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger