ETIKA MEMBERI SALAM

- Makruh memberi salam dengan ucapan: "Alaikumus salam" karena di dalam hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu  diriwayatkan bahwasanya ia menuturkan :

Aku pernah menjumpai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam maka aku berkata: "Alaikas salam ya Rasulallah". Nabi menjawab: "Jangan kamu mengatakan: Alaikas salam". Di dalam riwayat Abu Daud disebutkan: "karena sesungguhnya ucapan "alaikas salam" itu adalah salam untuk orang-orang yang telah mati". (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dishahihkan oleh Al-Albani).
 
- Dianjurkan mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak jumlahnya. Di dalam hadits Anas disebutkan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya tiga kali. Dan apabila ia datang kepada suatu kaum, ia memberi salam kepada mereka tiga kali" (HR. Al-Bukhari).
 
- Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan memberikan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam hadits Abu Hurairah yang muttafaq'alaih.
 
- Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya:

"dan kami pun memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami sediakan bagian untuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka Nabi pun datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun".(HR. Muslim).
 
- Disunatkan memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika akan meninggalkannya. Karena hadits menyebutkan:

"Apabila salah seorang kamu sampai di suatu majlis hendaklah memberikan salam. Dan apabila hendak keluar, hendaklah memberikan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak daripada yang kedua. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh Al-Albani).
 
- Disunnatkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu kosong, karena Allah telah berfirman yang artinya:

" Dan apabila kamu akan masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian" (An-Nur: 61)
Dan karena ucapan Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma : "Apabila seseorang akan masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia mengucapkan : Assalamu `alaina wa `ala `ibadillahis shalihin" (HR. Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).
 
- Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang hajat), karena hadits Ibnu Umar Radhiallaahu 'anhuma yang menyebutkan

"Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam sedang buang air kecil, dan orang itu memberi salam. Maka Nabi tidak menjawabnya". (HR. Muslim)
 
- Disunnatkan memberi salam kepada anak-anak, karena hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu menyebutkan: Bahwasanya ketika ia lewat di sekitar anak-anak ia memberi salam, dan ia mengatakan: "Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam". (Muttafaq'alaih).
 
- Tidak memulai memberikan salam kepada Ahlu Kitab, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :

" Janganlah kalian terlebih dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani....." (HR. Muslim).

Dan apabila mereka yang memberi salam maka kita jawab dengan mengucapkan "wa `alaikum" saja, karena sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam :

"Apabila Ahlu Kitab memberi salam kepada kamu, maka jawablah: wa `alaikum".(Muttafaq'alaih).
 
- Disunnatkan memberi saam kepada orang yang kamu kenal ataupun yang tidak kamu kenal. Di dalam hadits Abdullah bin Umar Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam :

"Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi: Engkau memberikan makanan dan memberi salam kepada orang yang telah kamu kenal dan yang belum kamu kenal". (Muttafaq'alaih).
 
- Disunnatkan menjawab salam orang yang menyampaikan salam lewat orang lain dan kepada yang dititipinya. Pada suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam lalu berkata: Sesungguhnya ayahku menyampaikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab : "`alaika wa `ala abikas salam"
 
- Dilarang memberi salam dengan isyarat kecuali ada uzur, seperti karena sedang shalat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam itu jauh jaraknya. Di dalam hadits Jabir bin Abdillah Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kalian memberi salam seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena sesungguhnya pemberian salam mereka memakai isyarat dengan tangan". (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
 
- Disunnatkan kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya. Hadits Rasulullah mengatakan:

"Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa lalu berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah" (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
 
- Dianjurkan tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di saat berjabat tangan sebelum orang yang dibattangani itu melepasnya. Hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu menyebutkan:

"Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila ia diterima oleh seseorang lalu berjabat tangan, maka Nabi tidak melepas tangannya sebelum orang itu yang melepasnya...." (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
 
- Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud ketika memberi penghormatan, karena hadits yang bersumber dari Anas menyebutkan:

Ada seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah, kalau salah seorang di antara kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus membungkukkan tubuhnya kepadanya? Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Tidak". Orang itu bertanya: Apakah ia merangkul dan menciumnya? Jawab nabi: Tidak. Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya, jika ia mau. (HR. At-Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
 
- Haram berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam ketika akan dijabat tangani oleh kaum wanita di saat baiat, beliau bersabda:

"Sesung-guhnya aku tidak berjabat tangan dengan kaum wanita". (HR.Turmudzi dan Nasai, dan dishahihkan oleh Albani).
 

ETIKA DI JALANAN


- Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari orang lain karena takabbur. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:

"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri". (Luqman: 18)
 
- Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:

"Katakanlah kepada orang laki-laki beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Yang Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya...." (An-Nur: 30-31).
 
- Tidak mengganggu, yaitu tidak membuang kotoran, sisa makanan di jalan-jalan manusia, dan tidak buang air besar atau kecil di situ atau di tempat yang dijadikan tempat mereka bernaung.
 
- Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya seseorang bisa masuk surga. Dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Ketika ada seseorang sedang berjalan di suatu jalan, ia menemukan dahan berduri di jalan tersebut, lalu orang itu menyingkirkannya. Maka Allah bersyukur kepadanya dan mengampuni dosanya..." Di dalam suatu riwayat disebutkan: maka Allah memasukkannya ke surga". (Muttafaq'alaih).
 
- Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal. Ini hukumnya wajib, karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Ada lima perkara wajib bagi seorang muslim terhadap saudaranya- diantaranya: menjawab salam". (Muttafaq alaih).
 
- Beramar ma`ruf dan nahi munkar. Ini juga wajib dilakukan oleh setiap muslim, masing-masing sesuai kemampuannya.
 
- Menunjukkan orang yang tersesat (salah jalan), mem-berikan bantuan kepada orang yang membutuhkan dan menegur orang yang berbuat keliru serta membela orang yang teraniaya. Di dalam hadits disebutkan:
"Setiap persendian manusia mempunyai kewajiban sedekah...dan disebutkan diantaranya: berbuat adil di antara manusia adalah sedekah, menolong dan membawanya di atas kendaraannya adalah sedekah atau mengangkatkan barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah dan menunjukkan jalan adalah sedekah...." (Muttafaq alaih).
 
- Perempuan hendaknya berjalan di pinggir jalan. Pada suatu ketika Nabi pernah melihat campur baurnya laki-laki dengan wanita di jalanan, maka ia bersabda kepada wanita:

"Meminggirlah kalian, kalian tidak layak memenuhi jalan, hendaklah kalian menelusuri pinggir jalan. (HR. Abu Daud, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
 
- Tidak ngebut bila mengendarai mobil khususnya di jalan-jalan yang ramai dengan pejalan kaki, melapangkan jalan untuk orang lain dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk lewat. Semua itu tergolong di dalam tolong-menolong di dalam kebajikan.
 

ETIKA BERPAKAIAN DAN BERHIAS

- Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih.
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda kepada salah seorang shahabatnya di saat beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek :

"Apabila Allah mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas ni`mat dan kemurahan-Nya itu pada dirimu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
 
- Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di baliknya.
 
- Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya. Karena hadits yang bersum-ber dari Ibnu Abbas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan:

"Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria." (HR. Al-Bukhari).

- Tasyabbuh atau penyerupaan itu bisa dalam bentuk pakaian ataupun lainnya.
 
- Pakaian tidak merupakan pakaian show (untuk ketenaran), karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:

 "Barang siapa yang mengenakan pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari Kiamat." ( HR. Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
 
- Pakaian tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau gambar salib, karena hadits yang bersumber dari Aisyah Radhiallaahu 'anha menyatakan bahwasanya beliau berkata: "

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya melainkan Nabi menghapusnya". (HR. Al-Bukhari dan Ahmad).
 
- Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan terpaksa. Karena hadits yang bersumber dari Ali Radhiallaahu 'anhu mengatakan:

"Sesungguhnya Nabi Allah Subhaanahu wa Ta'ala pernah membawa kain sutera di tangan kanannya dan emas di tangan kirinya, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya dua jenis benda ini haram bagi kaum lelaki dariumatku". (HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
 
- Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki. Karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :

"Apa yang berada di bawah kedua mata kaki dari kain itu di dalam neraka" (HR. Al-Bukhari).
Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menu-tup seluruh badannya, termasuk kedua kakinya.

Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (meng-gusur) pakaiannya karena sombong dan bangga diri. Sebab ada hadits yang menyatakan :

"Allah tidak akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang yang menyeret kainnya karena sombong". (Muttafaq'alaih).
 
- Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau lainnya. Aisyah Radhiallaahu 'anha di dalam haditsnya berkata:

"Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam suka bertayammun (memulai dengan yang kanan) di dalam segala perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut dan bersuci'. (Muttafaq'-alaih).
 
- Disunnatkan kepada orang yang mengenakan pakaian baru membaca :

"Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku dengan pakaian ini dan mengaruniakannya kepada-ku tanpa daya dan kekuatan dariku". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
 
- Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih, karena hadits mengatakan:

"Pakaialah yang berwarna putih dari pakaianmu, karena yang putih itu adalah yang terbaik dari pakaian kamu ..." (HR. Ahmad dan dinilah shahih oleh Albani).
 
- Disunnatkan menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan, kecuali bila keduanya dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika perempuan itu sedang berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau jika ia berada di suatu tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya), karena larangannya shahih.

- Haram bagi perempuan memasang tato, menipiskan bulu alis, memotong gigi supaya cantik dan menyambung rambut (bersanggul). Karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam di dalam haditsnya mengatakan:

"Allah melaknat (mengutuk) wa-nita pemasang tato dan yang minta ditatoi, wanita yang menipiskan bulu alisnya dan yang meminta ditipiskan dan wanita yang meruncingkan giginya supaya kelihatan cantik, (mereka) mengubah ciptaan Allah". Dan di dalam riwayat Imam Al-Bukhari disebutkan: "Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya". (Muttafaq'alaih).
 

ETIKA (ADAB) BUANG HAJAT


- Segera membuang hajat.
Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.
 
- Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). berdasarkan hadits yang bersumber dari al-Mughirah bin Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan

" Bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air (hajat) maka beliau menjauh". (Diriwayat-kan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
 
- Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu 'anhu yang menyatakan demikian.
 
- Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu supaya aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan:

"Biasanya apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam hendak membuang hajatnya tidak mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah dekat ke tanah. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dinilai shahih oleh Albani).
 
- Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena terpaksa. Karena tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan tempat kotoran dan hal-hal yang najis, dan di situ setan berkumpul dan demi untuk memelihara nama Allah dari penghinaan dan tindakan meremehkannya.
 
- Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat, berdasar-kan hadits yang bersumber dari Abi Ayyub Al-Anshari Shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:

"Apabila kamu telah tiba di tempat buang air, maka janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk buang air kecil ataupun air besar. Akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat". (Muttafaq'alaih).

- Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya pelindung / penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah kiblat.
 
- Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), karena hadits yang bersumber dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Jangan sekali-kali seorang diantara kamu buang air kecil di air yang menggenang yang tidak mengalir kemudian ia mandi di situ".(Muttafaq'alaih).

- Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber dari Abi Qatadah Radhiallaahu 'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Jangan sekali-kali seorang diantara kamu memegang dzakar (kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat ia kencing, dan jangan pula bersuci dari buang air dengan tangan kanannya." (Muttafaq'alaih).
 
- Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil berdiri. Pada dasarnya buang air kecil itu di lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah Radhiallaahu 'anha yang berkata:

“Siapa yang telah memberitakan kepada kamu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam kencing sambil berdiri, maka jangan kamu percaya, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah kencing kecuali sambil duduk. (HR. An-Nasa`i dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman dari pandangan orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang bersumber dari Hudzaifah, ia berkata: "Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam (di suatu perjalanan) dan ketika sampai di tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau buang air kecil sambil berdiri, maka akupun menjauh daripadanya. Maka beliau bersabda: "Mende-katlah kemari". Maka aku mendekati beliau hingga aku berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya." (Muttafaq alaih).
 
- Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat. berdasarkan hadits yang bersumber dari Ibnu Umar Shallallaahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan:

"Bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki lewat, sedangkan Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam. sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam (kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya. (HR. Muslim).
 
- Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan, dan disunnatkan bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari Salman Al-Farisi Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ia berkata:

 "Kami dilarang oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci) dengan menggunakan kurang dari tiga biji batu, atau beristinja dengan menggunakan kotoran hewan atau tulang. (HR. Muslim).

Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: " Barangsiapa yang bersuci menggunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjil-kan."
 
- Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia berkata:

"Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila masuk ke WC mengucapkan :

"Allaahumma inni a'udzubika minal khubusi wal khabaaits"
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan betina".
Dan apabila keluar, mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan : "Ghufraanaka" (ampunan-Mu ya Allah).
 
- Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Di dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwasanya "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menunaikan hajatnya (buang air) kemudian bersuci dari air yang berada pada sebejana kecil, lalu menggosokkan tangannya ke tanah. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
 

Etika Tidur dan Bangun


- Berintrospeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur. Sangat dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuha-sabah (berintrospeksi diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan jika sebaliknya maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya.

- Tidur dini, berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah ra "Bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidur pada awal malam dan bangun pada pengujung malam, lalu beliau melakukan shalat".(Muttafaq `alaih)

- Disunnatkan berwudhu' sebelum tidur, dan berbaring miring sebelah kanan. Al-Bara' bin `Azib ra menuturkan : Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Apabila kamu akan tidur, maka berwudlu'lah sebagaimana wudlu' untuk shalat, kemudian berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan..." Dan tidak mengapa berbalik kesebelah kiri nantinya.

- Disunnatkan pula mengibaskan sperei tiga kali sebelum berbaring, berdasarkan hadits Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Apabila seorang dari kamu akan tidur pada tempat tidurnya, maka hendaklah mengirapkan kainnya pada tempat tidurnya itu terlebih dahulu, karena ia tidak tahu apa yang ada di atasnya..." Di dalam satu riwayat dikatakan: "tiga kali". (Muttafaq `alaih).

- Makruh tidur tengkurap. Abu Dzar ra menuturkan :"Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah lewat melintasi aku, dikala itu aku sedang berbaring tengkurap. Maka Nabi membangunkanku dengan kakinya sambil bersabda :

"Wahai Junaidab (panggilan Abu Dzar), sesungguhnya berbaring seperti ini (tengkurap) adalah cara berbaringnya penghuni neraka". (H.R. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

- Makruh tidur di atas dak terbuka, karena di dalam hadits yang bersumber dari `Ali bin Syaiban disebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:

"Barangsiapa yang tidur malam di atas atap rumah yang tidak ada penutupnya, maka hilanglah jaminan darinya". (HR. Al-Bukhari di dalam al-Adab al-Mufrad, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

- Menutup pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu sebelum tidur. Dari Jabir ra diriwayatkan bahwa sesung-guhnya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:

"Padamkanlah lampu di malam hari apa bila kamu akan tidur, tutuplah pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan minuman". (Muttafaq'alaih).

- Membaca ayat Kursi, dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah, Surah Al-Ikhlas dan Al-Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas), karena banyak hadits-hadits shahih yang menganjurkan hal tersebut.

- Membaca do`a-do`a dan dzikir yang keterangannya shahih dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam, seperti : Allaahumma qinii yauma tab'atsu 'ibaadaka

"Ya Allah, peliharalah aku dari adzab-Mu pada hari Engkau membangkitkan kembali segenap hamba-hamba-Mu". Dibaca tiga kali.(HR. Abu Dawud dan di hasankan oleh Al Albani)
Dan membaca: Bismika Allahumma Amuutu Wa ahya

" Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku mati dan aku hidup." (HR. Al Bukhari)

- Apabila di saat tidur merasa kaget atau gelisah atau merasa ketakutan, maka disunnatkan (dianjurkan) berdo`a dengan do`a berikut ini :

" A'uudzu bikalimaatillaahit taammati min ghadhabihi Wa syarri 'ibaadihi, wa min hamazaatisy syayaathiini wa an yahdhuruuna."

Aku berlindung dengan Kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya, dari gangguan syetan dan kehadiran mereka kepadaku". (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al Albani)

- Hendaknya apabila bangun tidur membaca :
"Alhamdu Lillahilladzii Ahyaanaa ba'da maa Amaatanaa wa ilaihinnusyuuru"
"Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan-Nya, dan kepada-Nya lah kami dikembalikan." (HR. Al-Bukhari)
 

"Saudariku Apa yang Menghalangimu untuk Berhijab"(Bag-13)

III .PENUTUP
 
Setelah berabad-abad imperialisme kafir mencengkaramkan kukunya di berbagai negara, muncullah kesadaran lewat berbagai gerakan kemerdekaan di negara-negara terjajah untuk memerangi para imperialis tersebut. 

Setelah timbulnya perlawanan yang menelan korban tidak sedikit di pihak imperialis, balk secara material maupun non material, para imperialis-kolonialis tersadarkan bahwa pengerahan unsur militer sudah tidak sesuai lagi. Sebab ia akan membangkitkan semangat dan perlawanan, yang tentunya bersebrangan dengan niat para imperialis yang hendak mengeksploitasi kekayaan negara-negara jajahannya bagi pembangunan negaranya. 

Karena itu, sebelum mereka keluar dari negara-negara jajahannya, mereka berfikir untuk mendapatkan metodhe lain, selain kolonialisasi lewat pengerahan militer. Akhimya mereka berhasil menentukan alternatif lain, berupa ghazwuts tsaqafi (perang budaya dan pemikiran). Yaitu dengan menjadikan putra-putra kita agar mengikuti pengaruh, tradisi, kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan mereka. Dengan demikian, mereka menjadi abdi (tangan kanan bagi imperialisme baru yang tak perlu lagi membutuhkan kekuatan militer meski hanya satu orang.
Dan inilah yang gencar dilakukan hingga sekarang. 


Adapun di antara perhatian dan sasaran utama mereka dalam ghazwuts tsaqafi ini adalah wanita. Mereka menginginkan agar para wanita muslimah menjadi seperti keadaan wanita-wanita mereka. Bebas berteman dan bergaul dengan laki-laki, mau membuka aurat, berenang dalam satu kolam bersama laki-laki, menafikan kodrat wanita, memperiuanakan emansipasi wanita-pria dalam segala hal, sehingga menganjurkan wanita berkompetisi dengan laki-laki dalam semua lapangan kehidupan dan sebagainya. 

Untuk mencapai tujuan itu, mereka menerbitkan ratusan buku, majalah dan koran, memperalat para bintang film dan seniman, memboyong pertunjukan teater, pemutaran film, dan sinetron, beasiswa pendidikan, berbagai klub, organisasi dan sarana-sarana lain yang semuanya ditumpahkan agar sasaran utama mereka berhasil. Yakni memperbudak negara kita tanpa menggunakan kekuatan militer, tapi melalui berbagai macam kerusuhan dan kerusakan, penghancuran nilai-nilai dan tradisi yang bersumber dari agama kita yang lurus. 

Apa yang kita saksikan dari berbagai bentuk kemungkaran wanita seperti tabarruj, bepergian tanpa mahram dan sebagainya adalah hasilghazwuts tsaqafi, yang dilancarkan sejak runtuhnya khilafah Islamiyah hingga sekarang. 

Oleh sebab itu, merupakan tanggung jawab para ahli kebaikan untuk menghentikan penggerogotan nilai-nilai dan tradisi kita. Apa yang kami lakukan melalui penulisan buku ini, adalah satu bentuk usaha untuk menghentikan ghazwuts tsaqnfi tersebut, sehingga kita kembali lagi kepada ashalah (kemurnian ajaran Islam), meninggalkan kehinaan dan tidak mengekor kepada kehendak orang-orang kafir.

Harap Cantumkan Dicopy dari :

Website “Yayasan Al-Sofwa”
Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa, Jakarta - Selatan (12610)
Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26
 www.alsofwah.or.id  ; E-mail:
info@alsofwah.or.id
 

"Saudariku Apa yang Menghalangimu untuk Berhijab"(Bag-12)

L. SYUBHAT KESEBELAS : ORANG TUA DAN SUAMIKU MELARANG BERHIJAB
 
Dasar permasalahan ini adalah, bahwa ketaatan kepada Allah harus didahulukan daripada ketaatan kepada makhluk, siapapun dia. Setelah ketaatan kepada Allah, kedua orang tua lebih berhak untuk ditaati dari yang lainnya, selama keduanya tidak memerintahkan pada kemaksiatan. 

Masalah lain, bahwa menyelisihi wali karena melaksanakan perintah Allah adalah di antara bentuk taqarrub kepada Allah yang paiing agung, dan itu sekaligus termasuk bentuk dakwah kepada wali.
Masalah ketiga, jika wall, balk ayah atau suami melihat orang yang berada di bawah tanggung jawabnya bersikeras, biasanya wall akan mengalah dan menghormati pilihan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya. 

Kecualijika wali itu tidak memiliki rasa cinta hakiki kepada orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.
Berikut kami turunkan beberapa fatwa ulama besar seputar masalah ini.
Soal: "Bagaimana hukum orang yang menentang ibunya dengan tidak mentaatinya karena ibu tersebut menganjurkan sesuatu yang didalamnya terdapat maksiat kepada Allah? Seperti, sang ibu menganjurkannya bertabarruj, bepergian jauh tanpa mahram. Ia berdalih bahwa hijab itu hanyalah khurafat dan tidak diperintahkan oleh agama. Karena itu ibu meminta agar saya menghadiri berbagai pesta dan mengenakan pakaian yang menampakkan apa yang diharamkan Allah bagi wanita. Ia amat marah jika melihat saya mengenakan hijab". 

Jawab: "Tidak ada ketaatan kepada makhluk, Baik ayah, ibu atau selain keduanya dalam hal-hal yang di dalamnya terdapat maksiat kepada Allah. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:
"Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam kebaikan ".
"Dan tidak boleh ta'at kepada makhluk dnzgan mendurhakai (bermaksiat) kepada AI-Khaliq "

Hal-hal yang dianjurkan oleh ibu sang penanya di atas termasuk kemaksiatan terhadap Allah, karena itu ia tidak dibenarkan mentaatinya.  ( syaikh bin Baz ) 

Soal: Beberapa lembaga tinggi di negara kami yang termasuk negara islam mengeluarkan peraturan yang intinya memaksa para wanita muslimah agar melepas hijab, khususnya tutup kepala (kerudung). Bolehkah saya mentaati peraturan tersebut? Perlu diketahui, jika ada yang berani menentangnya maka ia akan mendapat sangsi besar. Misalnya dikeluarkan dari tempat kerja, dari sekolah atau bahknn dipenjara? 

Jawab: "Kejadian di negara anda tersebut merupakan ujian bagi setiap hamba". Allah berfirman :
"Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman ", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan, sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta ". (al Ankabut: 1-3) 


Menurut hemat kami, semua muslimah di negara itu wajib tidak menta'ati ulil amri (penguasa) dalam perkara yang mungkar tersebut. Karena ketaatan kepada ulil amri menjadi gugur kalau ia memerintahkan perbuatan yang mungkar. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasulnya dan uIil amri di antara kamu". (An-Nisa: 59) 


Jika kita perhatikan ayat di atas, kita tidak mendapati perintah taat untuk ketiga kalinya. Hal ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada ulil amri harus mengikuti (sesuai) dengan ketaatan kepada Allah dan RasulllrTya, jika perintah mereka bertentangan dengan perintah Allah dan Rasulnya, maka perintah itu tidak boleh dituruti dan ditaati

"Dan tidak boleh ta 'at kepada makhluk dengan mendurhakai (bermaksiat) kepada AI-Khaliq "
Resiko yang mungkin menimpa para wanita dalam masalah ini, hendaknya dihadapi dengan sabar dan dengan memohon pertolongan kepada Allah. Kita semua berdo'a, semoga para penguasa dinegara tersebut segera mendapat petunjuk dari Allah. 


Tapi, menurut hemat kami, pemaksaan tersebut tidak akan tejadi manakala wanita tidak keluar dari rumah) .
Jika mereka berada di rumah masing-masing, tentu dengan sendirinya pemaksaan itu tidak ada artinya sama sekali.
Para wanita muslimah hendaknya tetap tinggal di rumah masing-masing sehingga selamat dari peraturan tersebut.


Adapun belajar yang di dalamnya terdapat kemaksiat-an, misalnya ikhtilath, maka hal itu tidak dibenarkan.
Memang, para wanita harus belajar sesuai dengan kebutuhannya, baik di bidang agama maupun masalah dunia.
Tetapi biasanya, hal ini bisa dilakukan di dalam rumah. Secara ringkas, dapat saya katakan, kita tidak boleh mentaati ulil amri dalam perkara yang mungkar." (Syaikh Ibnu Utsaimin) 


Soal: "Sepasang suami isreri telah dikaruniai beberapa anak. Seorang istri menghendaki mengenakan pakaian sesuai dengan ketentuan syari'at, tetapi sang suami melarangnya. Apa nasihat Syaikh terhadap suami seperti ini? "
Jawab: "Kami nasihatkan kepada suami itu agar ia bertaqwa kepada Allah dalam urusan keluarganya. Ia juga hendaknya bersyukur bepada Allah yang memberikan kepadanya isteri yang ingin menerapkan salah satu perintah Allah. Yakni memakai pakaian sesuai dengan ketentuan syari 'at, sehingga menjaga keselamatan dirinya dari fitnah. 

Di samping itu, Allah memerintahkan agar para hambaNya yang beriman menjaga diri dan keluarganya dari api Neraka. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, peIiharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adaIah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai AIlah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan ". (At-Tahrim: 6) 

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga menegaskan:
"Seseorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggungjawab atas yang dipimpinya ". (HR. AI-Bukhari)
Jika demikian halnya, patutkah seorang suami berusaha memaksa isterinya menanggalkan pakaian sesuai dengan ketentuan syara' agar selanjutnya mengenakan pakaian yang diharamkan, yang menyebabkan fitnah? 

Hendaknya sang suami tersebut bertaqwa kepada Allah dalam dirinya dan dalam urusan keluarganya. Justru ia harus bersyukur karena dimudahkan oleh Allah sehingga mendapatkan isteri shalihah tersebut.
Adapun terhadap isterinya, kami nasihatkan agar ia tidak mentaati suaminya dalam kemaksiatan terhadap Allah, sampai kapan pun. Sebab tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan terhadap Al Khaliq (Syaikh Ibnu Utsaimin) 

KESIMPULAN :
 
Inilah hukum syari 'at menurut keterangan para ulama kita seputar masalah syubhat yang sedang kita bahas. Tetapi, untuk menolak wali, jika ia memerintahkan bertabarruj atau melarang berhijab, hendaknya ia melakukan secara hikmah.
Hikmah yang dimaksud di antaranya adalah :
  1. Memperhatikan adab dan sopan santun dalam menerangkan apa yang anda yakini kebenarannya. Misalnya dengan tidak meninggikan suara atau menggunakan kalimat yang memancing emosi dan kemarahan waliyyul amri.
  2. Tabah dalam menghadapi ejekan, celaan dan hinaan.
    Hendaknya lapang dada dan tidak cemas. Juga hal itu tidak boleh menyebabkan muamalah yang tidak baik kepada waliyyul amri.
  3. Setelah memohon pertolongan  kepada Allah, hendaknya anda juga berusaha dengan memohon pertolongan kepada sanak kerabat dan kawan-kawan dekat yang telah mkndapatkan hidayah Allah.
  4. Hendaknya anda memohon pertolongan kepada Allah, terus menerus berdoa agar diberikan keteguhan dan dikeluarkan dari berbagai kesulitan, membaca Al-Qur'an terutama saat mendapatkan celaan, dan hinaan, agar bisa menahan diri--dari godaan setan.
  5. Hendaknya anda tidak menerangkan apa yang anda yakini dengan nada menggurui atau merasa lebih tinggi, tetapi sampaikanlah dengan bahasa murid terhadap gurunya, sebab seorang ayah atau ibu tidak suka melihat anaknya bersikap merasa tinggi atau sebagai guru terhadap mereka.
  6. Membalas keburukan dengan kebaikan.
  7. Memilih saat yang tepat untuk mengadakan dialog.
  8. Hendaknya ukhti ini sadar bahwa Surga itu sangat mahal, dan sesuatu yang mahal tidak akan diberikan kecuali setelah kepayahan, kerja keras dan tabah menanggung berbagai rintangan dan gangguan di jalan Allah Ta 'ala.
 

"Saudariku Apa yang Menghalangimu untuk Berhijab"(Bag-11)

K. SYUBHAT KESEPULUH: HIJAB BUKAN FENOMENA BUDAYA
 
Banyak orang berkata: "Hijab merupakan fenomena keterbelakangan bagi masyarakat, hijab tidak menunjukkan budaya modem dan maju. Wanita yang berhijab laksana tenda hitam yang bejalan, sangat aneh dan mengembalikan masyarakat pada kehidupan primitif. 

1. Kerancuan Istilah 

Syubhat ini langsung gugur karena kesalahan fatal dari argumentasi itu sendiri. Kemajuan budaya bukanlah diukur dengan simbol-simbol fisik dan materi, seperti pakaian, bangunan, kendaraan, perhiasan dan hal-hal lahiriah lainnya. Orang yang mengukur kemajuan budaya masyarakat dengan simbol-simbol fisik adalah orang yang tidak memahami masalah dan tidak bisa berfikir secara logis.
Kebudayaan adalah istilah. Ia merupakan kumpulan nilai-nilai, akhlak dan perilaku dalam suatu masyarakat. Adapun fenomena fisik atau material -seperti dicontohkan di atas- semua itu tidak masuk dalam lingkup budaya, tetapi wujud dari peradaban. 

2. Penjelasan dari Sisi Empiris 

Sebagai contoh, jika seseorang melawat ke Amerika, ia akan merasakan dan menyaksikan kebebasan sangat dijunjung tinggi oleh setiap orang di sana, balk pejabat pemerintah atau rakyat biasa. Sebagai simbol kebebasan tersebut, mereka membangun patung Liberty (kebebasan) di jantung kota terbesar di negara adidaya tersebut. 

Karena itu, Amerika tidak saja menjadi pelopor dunia di bidang teknologi semata, tetapi juga di bidang nilai-nilai kemanusiaan. Pemerintah yang sangat berkuasa itu begitu menjaga nilai-nilai tersebut untuk kepentingan rakyatnya. 

Negara-negara lain, ukuran keberhasilan dan kemundurannya juga dilihat dari seberapa jauh mereka menghormati nilai-nilai tersebut, berikut penerapannya.
Contoh lain, ketika anda pergi ke stasiun kereta api, di negara mana pun di Eropa, tentu anda akan mendapati jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api selama sepekan, lengkap dengan jam dan menitnya. 

Misalnya, dalam jadwal tertulis, hari Senin, kereta api pertama tiba pada pukul 06.40 pagi. Jika anda menunggu di stasiun, anda akan mendapati kereta api datang tepat pada waktunya, tidak terlambat meskipun hanya satu menit. Seandainya tejadi keterlambatan sedikit saja, maka di mana-mana anda akan melihat pengaduan, bahkan petugas yang menyebabkan keterlambatan tersebut, dapat dipecat dari tugasnya. Mungkin juga akan menimbulkan gejolakl balk lewat media massa atau unjuk rasa.
"Menghormati waktu" adalah satu di antara nilai-nilai yang dimiliki oleh Eropa. Maka, ukuran kemajuan Eropa dan peradabannya tidak semata karena teknologinya, tetapi juga karena mereka memiliki nilai-nilai yang seialu dijunjung tinggi.' 

Sebaliknya, masyarakat kita tergolong masyarakat terbelakang, bukan karena tidak memiliki teknologi semata, tetapi karena kita menjauhi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang kita miliki. Padahal nilai-nilai kita bersumber dari agama Islam kita yang agung. Dari sinilah, lain masyarakat kita tergolong masyarakat yang paling banyak pelanggarannya terhadap hak-hak asasi manusia (HAM), kezhaliman merajalela di mana-mana, marak berbagai pelecehan terhadap hukum dan peraturan, jarang mengikutsertakan  aspirasi  rakyat,  tidak  suka mendengarkan pendapat orang lain serta berbagai tindak pelecehan lainnya. 

Berdasarkan penjelasan di atas, maka mengenakan hijab Islami terhitung satu langkah maju untuk membangun budaya masyarakat, sebab ia adalah cerminan akhlak, perilaku dan nilai yang berdasarkan agama kita yang lurus. Tidak seperti tuduhan mereka, ber-hijab bukan fenomena budaya.
 

"Saudariku Apa yang Menghalangimu untuk Berhijab"(Bag-10)

J. SYUBHAT KESEMBILAN: HIJAB MENCIPTAKAN PENGANGGURAN SEBAGIAN SDM DI MASYARAKAT
 
Syubhat ini tidak begitu populer di kalangan wanita tak ber-hijab, tetapi ia amat sering dilontarkan oleh orang-orang sekuler dan para pendukungnya. Menurut mereka, hijab wanita akan menciptakan pengangguran sebagian dari SDM (Sumber Daya Manusia) yang dimiliki oleh masyarakat. Padahal Islam menyuruh para wanita agar tetap tinggal di rumah. 

Syubhat yang sering kita dengar ini, dapat kita sanggah dengan beberapa argumentasi:
Pertama, pada dasarnya wanita itu memang harus tetap tinggal di rumahnya. Allah berfirman:
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah terdahulu." (Al-Ahzab: 33)


Ini bukan berarti melecehkan keberadaan wanita, atau tidak mendayagunakan SDM-nya,tetapi hal itu merupakan penempatan yang ideal sesuai dengan kodrat dan kemampuan wanita.

Kedua, Islam memandang bahwa pendidikan anak, penanaman nilai-nilai akhlak dan bimbingan terhadap mereka sebagai suatu kewajiban wanita yang paling hakiki. Berbagai hasil penelitian, yang dikuatkan oleh data stastitik, baik yang berskala internasional maupun nasional menunjukkan berbagai penyimpangan anak-anak muda, faktor utamanya adalah "broken home" (keruntuhan rumah tangga) serta kurangnya perhatian orang tua terhadap anak-anaknya. 

Ketiga, Islam tidak membebani wanita mencari nafkah. Mencari nafkah adalah tugas laki-laki. Karena itu, secara alamiah, yang paling patut keluar rumah untuk bekeja adalah laki-laki, sehingga wanita bisa sepenuhnya mengurus pekerjaan yang justeru lebih penting daripada jika ia bekerja di luar rumah, yaitu mendidik generasi muda. Dan sungguh, tugas paling berat dalam masyarakat adalah mendidik generasi muda.Sebab, daripadanya akan lahir tatanan masyarakat yang bak. 

Keempat, Islam sangat memperhatikan perlindungan terhadap masyarakat dari kehancuran. Pergaulan bebas, (bercampumya laki-laki dengan perempuan tanpa hijab) dan sebagainya menyebabkan lemahnya tatanan masyarakat serta menjadikan wanita korban pelecehan oleh orang-orang yang lemah jiwanya. Dan dengan pergaulan yang serba boleh itu, masing-masing lawan jenis akan disibukkan oleh pikiran dan perasaan yang sama sekali tak bermanfaat, apalagi jika ikhtilath itu oleh pihak wanita sengaja dijadikan ajang pamer kecantikan dan perhiasannya.
Kelima, Islam tidak melarang wanita bekeja. Bahkan dalam kondisi tertentu, Islam mewajibkan wanita bekeja.

Yakni jika pekejaan itu memang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat demi mencegah madharatl Seperti profesi dokter spesialis wanita, guru di sekolah khusus wanita, bidan serta profesi lain yang melayani berbagai kebutuhan khusus wanita.

Keenam, dalam kondisi terpaksa, Islam tidak melarang wanita bekeja, selama berpegang dengan tuntunan syari'at. 

Seperti meminta izin kepada walinya, menjauhi ikhfilath, khalwat (berduaan dengan selain mahram), profesinya bukan jenis pekerjaan maksiat, jenis pekerjaan itu dibenarkan syan at, tidak keluar dari kebiasaan dan tabiat wanita, tidak mengganggu tanggung jawab pokoknya sebagai ibu rumah tangga serta syarat-syarat lain yang diatur oleh agama.
 

"Saudariku Apa yang Menghalangimu untuk Berhijab"(Bag-9)

I. SYUBHAT KEDELAPAN: MENGHALANGI BERHIAS
 
Syubhat ini -sebagaimana yang terdahulu- lebih tepat disebut syahwat daripada syubhat. Ia adalah nafsu buruk, sehingga menghalangi para wanita ber-hijab.
Tetapi wanita yang menurutkan dirinya di belakang nafsu ini. Patut kita pertanyakan: "Untuk siapa engkau pamer aurat? Untuk siapa engkau berhias?" 

Jika jawabannya: "Aku memamerkan tubuhku dan bersolek agar semua orang mengetahui kecantikan dan kelebihan diriku," maka kembali kita perlu bertanya:
"Apakah kamu rela, kecantikanmu itu dinikmati oleh orang yang dekat dan yang jauh darimu?"
"Relakah kamu menjadi barang dagangan yang murah, bagi semua orang, baik yang jahat maupun yang terhormat?" 

"Bagaimana engkau bisa menyelamatkan dirimu dari mata para serigala yang berwujud manusia?". "Maukah kamu, jika dirimu dihargai serendah itu?" 

1. Kisah Nyata 

Seorang artis terkenal, mengadakan lawatan di salah satu negara teluk, untuk memeriahkan sebuah pesta malam kolosal di negara tersebut. Bersama grupnya, ia akan menggelar konser spektakuler.
Salah seorang wanita shalihah menghubungi artis tersebut via telepon. Ia akan melaksanakan tugas amar ma'ruf nahi munkar. Segera ia mencari nomor telepon kamar di hotel tempat artis itu menginap. Setelah menemukannya, ia segera menghubungi. Selanjutnya tejadilah dialog seperti di bawah ini:
Ukhti: "kami ucapkan selamat atas kedatangan anda di negeri kami. Kami senang sekali atas kehadiran anda disini. Kami ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada anda, saya harap anda sudi menjawabnya."
Artis: " Dengan segala senang hati, silahkan anda bertanya!"
Ukhti: "Jika anda memiliki barang yang berharga, dimana anada akan meletakkannya?"

Artis:"Di tempat yang khusus, aku akan menguncinya sehingga tidak seorangpun bisa mengambil."
Ukhti:"Jika sesuatu itu barang yang amat berharga sekali, di mana anda akan menyembunyikannya?"

Artis:"Di tempat yang sangat khusus, sehingga tak ada satu tangan pun bisa menyentuhnya."
Ukhti: "Apakah sesuatu yang paling berharga yang dimiliki oleh seorang wanita?"

Artis : "(Lama tidak ada jawaban)
Ukhti: Bukankah kesucian dirinya sesuatu yang paling berharga yang ia miliki?"

Artis : "Benar….Benar, sesuatu yang paling berharga dari milik wanita adalah kesuciannya."
Ukhti: 'Apakah sesuatu yang amat berharga itu boleh dipertontonkan dimuka umum?"

Dari sini artis itu mengetahui kemana arah pembicaraan selanjutnya. Ia tercenung beberapa saat, lalu berteriak riang, seakan suara itu dari lubuk fithrahnya. Ia tersadarkan.
Artis: "Ini sungguh ucapan yang pertama kali kudengar selama hidupku. Saya harus bertemu anda, sekarang juga! Saya ingin lebih banyak mendengarkan petuah-petuah anda".
Wahai ukhti, jika engkau menampakkan auratmu dan bersolek demi suamimu atau di depan sesama kaummu maka hal itu tidak mengapal selama tidqk keluar dari rumah. Jika antar sesama wanita, maka hendaknya engkau tidak menampakkan aurat yang tidak boleh dilihat sesama wanita, yakni antara pusar dengan lutut. 

2. Perumpamaan
 
Saudariku, engkau amat mahal dan berharga sekali. Pernahkah terlintas dalam benakmu, bagaimana seorang pembeli membolak-balik barang yang ingin dibelinya? Jika ia tertarik dan berniat membelinya, ia akan meminta kepada sang penjual agar ia diambilkan barang baru sejenis yang masih tersusun di atas rak. Ia ingin agar yang dibelinya adalah barang yang belum pemah tersentuh oleh tangan manusia.
Renungkanlah perumpamaan ini baik-baik. Dari sini, engkau akan tahu betapa berharganya dirimu, yakni jika engkau menyembunyikan apa yang harus engkau sembunyikan sesuai dengan perintah Allah kepadamu.
 

"Saudariku Apa yang Menghalangimu untuk Berhijab"(Bag-8)

H. SYUBHAT KETUJUH: MODE DAN BUKAN HIJAB
 
Sebagian wanita muslimah yang tidak berhijab, mengulang-ulang syubhat yang intinya, tidak ada yang disebut hijab secara hakiki, ia sekedar mode. Maka, jika itu hanya mode, kenapa harus dipaksakan untuk mengenakannya? 

Mereka lalu menyebutkan beberapa kenyataan serta penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian ukhti ber-hijab yang pernah mereka saksikan. Sebelum membantah syubhat ini, kami perlu mengetengahkan, ada enam macam alasan yang karenanya seorang ukhti mengenakan hijab.
Pertama, ia ber-hijab untuk menutupi sebagian cacat tubuh yang dideritanya. 

Kedua, ia ber-hijab untuk bisa mendapatkan jodoh. Sebab sebagian besar pemuda, yang taat menjalankan syari'at agama atau tidak, selalu mengutamakan wanita yang berhijab.
Ketiga, ia ber-hijab untuk mengelabui orang lain bahwa dirinya orang baik-baik. Padahal, sebenarnya ia suka melanggar syarilat Allah. Dengan ber-hijab, maka keluarganya akan percaya terhadap kesalihannya, orang tidak ragu-ragu tentangnya. Akhirnya, dia bisa bebas ke luar rumah kapan dan ke mana dia suka, dan tidak akan ada seorang pun yang menghalanginya. 

Keempat, ia memakai hijab untuk mengikuti mode, hal ini lazim disebut dengan "hijab ala Prancis". Mode itu biasanya menampakkan sebagian jalinan rambutnya, memperlihatkan bagian atas dadanya, memakai rok hingga pertengahan betis, memperlihatkan lekuk tubuhnya. Terkadang memakai kain yang tipis sekali sehingga tampak jelas warna kulitnya, kadang-kadang juga memakai celana panjang. Untuk melengkapi mode tersebut, ia memoles wajahnya dengan berbagaimacam make up, juga menyemprotkan parfum, sehingga menebar bau harum pada setiap orang yang dilaluinya.
Dia menolak syariat Allah, yakni perintah mengenakan hijab. Selanjutnya lebih mengutamakan mode-mode buatan manusia. Seperti Christian Dior, Valentine, San Lauren, Canal, Cartier dan merek dari nama-nama orang-orang kafir lainnya. 

Kelima, ia ber-hijab karena paksaan darikedua orang tuanya yang mendidiknya secara keras di bidang agama, atau karena melihat keluarganya semua ber-hijab, sehingga ia terpaksa menggunakannya, padahal dalam hatinya ia tidak suka. Jika tidak mengenakan, ia takut akan mendapat teror dan hardikan dari keluarganya. 

Golongan wanita seperti ini, jika tidak melihat ada orang yang mengawasinya, serta merta ia akan melepas hijabnya, sebab ia tidak percaya dan belum mantap dengan hijab. 

Keenam, ia mengenakan hijab karena mengikuti aturan-aturan syari'at. Ia percaya bahwa hijab adalah wajib, sehingga ia takut melepaskannya.Ia berhijab hanya karena mengharapkan ridha Allah, tidak karena makhluk. Wanita ber-hijab jenis ini, akan selalu memperhatikan ketentuan-ketentuan ber-hijab, di antaranya:
  1. Hijab itu longgar, sehingga tidak membentuk lekuk-lekuk tubuh.
  2. Tebal, hingga tidak kelihatan sedikit pun bagian tubuhnya.
  3. Tidak memakai wangi-wangian.
  4. Tidak meniru mode pakaian wanita-wanita kafir, sehingga wanita-wanita muslimah memiliki identitas pakaian yang dikenal.
  5. Tidak memilih wama kain yang kontras (menyala), sehingga menjadi pusat perhatian orang.
  6. Hendaknya menutupi seluruh tubuh, selain wajah dan kedua telapak tangan, menurut suatu pendapat, atau menutupi seluruh tubuh dan yang tampak hanya mata, menurut pendapat yang lain.
  7. Hendaknya tidak menyerupai pakaian laki-laki, sebab hal tersebut dilarang oleh syara'.
  8. Tidak memakai pakaian yang sedang menjadi mode dengan tujuan pamer misalnya, sehingga ia terjerumus kepada sifat membanggakan diri yang dilarang agama.
Selain ber-hijab yang disebutkan terakhir (nomor enam), maka alasan-alasan mengenakan hijab adalah keliru dan bukan karena mengharap ridha Allah. Ini bukan berarti, tidak ada orang yang menginginkan ridha Allah dalam ber-hijab. Ber-hijablah sesuai dengan batas-batas yang ditentukan syari'at, sehingga anda termasuk dalam golongan wanita yang ber-hijab karena mencari ridha Allah dan takut akan murkaNya.
 

"Saudariku Apa yang Menghalangimu untuk Berhijab"(Bag-7)


G. KISAH-KISAH NYATA
1.              Kematian Yang Tiba-tiba
Seorang anggota parlemen dalam kondisi kesehatan yang prima, penuh energi dan memiliki etos kerja sangat tinggi, orangnya masih muda. Namun, tiba-tiba virus ganas menyerang otaknya. Tak berlangsung lama, virus itu berubah menjadi segumpal daging. Anggota parlemen itu akhimya tak berdaya dan meningal dengan cara yang amat mengenaskan.
 
2.              Kematian Tak Kenal Orang Sehat atau Sakit
Seorang komandan tinggi di jajaran Angkatan Bersenjata, ia tak pernah mengeluhkan suatu penyakit apapun, tubuhnya padat berisi, otot-ototnya kekar, lincah dan gesit dalam melakukan tugas di teritorialnya.
Seperti biasa, pada suatu malam, ia pergi tidur. Di pagi hari, sang ibu membangunkannya. Tak ada jawaban. Apa yang tejadi? Ternyata tubuhnya sudah dingin dan terbujur kaku. Tidur itu menghantarnya pada kematian dan tak pemah kembali lagi.
 
3.              Temanku Mati Terbakar
Abu Abdillah berkata: "Aku tak tahu, bagaimana harus menuturkan kisah ini padamu. Kisah yang pemah kualami sendiri beberapa tahun lain, sehingga mengubah total perjalanan hidupku. Sebenarnya aku tak ingin menceritakannya, tapi demi tanggung jawab di hadapan Allah, demi peringatan bagi para pemuda yang mendurhakai Allah dan demi pelajaran bagi para gadis yang mengejar bayangan semu, yang disebut cinta, maka kuungkapkan kisah ini.
Ketika itu kami tiga sekawan. Yang mengumpulkan kami adalah kesamaan nafsu dan kesia-siaan. Oh tidak, kami berempat. Satunya lagi adalah setan.

Kami pergi berburu gadis-gadis. Mereka kami rayu dengan kata-kata manis, hingga mereka takluk, lain kami bawa ke sebuah taman yang jauh terpencil. Di sana, kami berubah menjadi serigala-serigala yang tak menaruh belas kasihan mendengar rintihan permohonan mereka, hati dan perasaan kami sudah mati.
Begitulah hari-hari kami di taman, di tenda, atau dalam mobil yang di parkir di pinggir pantai. Sampai suatu hari, yang tak mungkin pernah saya bisa melupakannya, seperti biasa kami pergi ke taman. Seperti biqsa pula, masing-masing kami menyantap satu mangsa gadis, ditemani minuman laknat. Satu hal kami lupa.saat itu, makanan.

Segera salah Seorang di antara kami bergegas membeli makanan dengan mengendarai mobilnya. Saat ia berangkat, jam menunjukkan pukul enam sore. Beberapa jam berlalu, tapi teman kami itu belum kembali. Pukul sepuluh malam, hatiku mulai tidak enak dan gusar. Maka aku segera membawa mobil untuk mencarinya. Di tengah perjalanan, di kejauhariaku melihat jilatan api. Aku mencoba mendekat. Astaghfirullah, aku hampir tak percaya dengan yang kulihat.Ternyata api itu bersumber dari mobil temanku yang terbalik dan terbakar. Aku panik seperti orang gila.Aku segera mengeluarkan tubuh temanku dari mobilnya yang masih menyala. Aku ngeri tatkala melihat separuh tubuhnya masak terpanggang api. Kubopong tubuhnya lalu kuletakkan di tanah.

Sejenak kemudian, dia berusaha membuka kedua belah matanya, ia berbisik lirih: "Api..., api...!"
Aku memutuskan untuk segera membawa ke rumah sakit dengan mobilku. Tetapi dengan suara campur tangis, ia mencegah: ";Tak ada gunanya.. aku tak akan sampai...!l
Air mataku tumpah, aku harus menyaksikan temanku meninggal dihadapanku. Di tengah kepanikanku, tiba-tiba ia berteriak lemah: "Apa yang mesti kukatakan padarnya?
Apa yang mesti kukatakan padaNya?"

Aku memandanginya penuh keheranan. "Siapa?" tanyaku. Dengan suara yang seakan berasal dari dasar Sumur yang amat dalam, dia menjawab: "Allah!"
Aku merinding ketakutan. Tubuh dan perasaanku terguncang keras. Tiba-tiba temanku itu menjerit,gemanya menyelusup ke setiap relung malam yang gulita, lain kudengar tarikan nafasnya yang terakhir. Innanlillaahi wa innaa ilaihi raaji 'uun.

Setelah itu, hari-hari berlalu seperti sedia kala, tetapi bayangan temanku yang meninggal, jerit kesakitannya, api yang membakaryal dan lolongannya "Apa yang harus kukatakan padaNya? Apa yang harus kukatakan padaNya?", seakan terus membuntuti setiap gerak dan diamku.

Pada diriku sendiri aku bertanya: "Aku,... apa yang harus kukatakan padaNya?"
Air mataku menetes, lain sebuah getaran aneh menjalari jiwaku. Saat puncak perenungan itulah, sayup-sayup aku mendengar adzan Shubuh menggema:  

"Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Asyhadu Anla Ilaaha Illa Allah...
Asyhadu Anna Muhammadar  RasuluNah...
Hayya 'Alash Shalaah..."

Aku merasa bahwa adzan itu hanya ditujukan pada diriku saja, mengajakku menyingkap fase kehidupanku yang kelam, mengajakku pada jalan cahaya dan hidayah.
Aku segera bangkit, mandi dan wudhu, menyucikan tubuhku dari noda-noda kehinaan yang menenggelamkanku selama bertahun-tahun.

Sejak saat itu, aku tak pernah lagi meninggall<an shalat. Aku memuji Allah, yang tiada yang layak dipuji selain Dia. Aku telah menjadi manusia lain. Mahasuci Allah yang telah mengubah berbagai keadaan. Dengan seizin Allah, aku telah menunaikan umrah. Insya AIlah aku akan melaksanakan haji dalam waktu dekat, siapa yang tahu? Umur ada di tangan Allah.
 
4.              Kesudahan Yang Berlawanan
Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam lingkungan yang balk. Aku selalu mendengar do'a ibuku saat pulang dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam Shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.
Aku sungguh heran. Bahkan hingga aku berkata kepada' diri sendiri: "Alangkah sabarnya mereka...setiap hari begitu...benar-benar mengherankan!"
Aku belum tahu bahwa di situlah kebahagiaan orang mukmin, dan itulah shalat orang-orang pilihan...Mereka bangkit dari tempat tidumya untuk bermunajat kepada Allah.

Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah. Padahal berbagai nasihat selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu.

Setelah tamat dari pendidikan, aku ditugaskan ke kota yang jauh dari kotaku. Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung beban sebagai orang terasing.
Di sana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur'an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati.

Aku ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan, tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Pekejaan baruku sungguh menyenangkan Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan dedikasi tinggi.
Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak. Aku bingung dan sering melamun sendirian...banyak waktu luang...pengetahuanku terbatas.

Aku mulai jenuh...tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku'sebatang kara. Hampir tiap'·hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentult penganiayaan lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang hingga kini tak pernah kulupakan.

Ketika kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan.Kami asyik ngobrol…tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras.
Kami mengalihkan pandangan. Teryata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong Korban.
Kejadian yarng sungguh tragis. Kami lihat dua awak salah satu mobil daIam kondisi sangat kritis kedua nya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.

Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat. :
Ucapkanlah "Laailaaha Illallaah…Laailaaha Illallaah…" perintah temanku.
Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu membuatku merinding.

Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat...Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat.
Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi... keduanya tetap terus saja melantunkan lagu.

Tak ada gunanya...
Suara lagunya semakin melemah...lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak... keduanya telah meninggal dunia.

Kami segera membawa mereka ke dalam mobil.
Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama pejalanan hanya ada kebisuan, hening.
Kesunyian pecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su'ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: "Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia". Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.

Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat.
Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat kusyu' sekali.Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu.

Aku kembali pada kebiasaanku semula...Aku seperti tak pemah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pemah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.

* Kejadian Yang Menakjubkan...

Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu...sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang mengendarai mobilnya denganpelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.
Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika.

Aku dengan seorang kawan, -bukan yang menemani-ku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapatpenanganan.
Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta'at menjalankan perintah agama.

Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya.
Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an...dengan suara amat lemah.
"Subhanallah! " dalam kondisi kritis seperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci Al-quran? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah, bahkan:ia hampir mati.

Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan' al quran seindah itu. Dalam batin aku bergumam sendirian: "Aku akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu... apalagi aku Sudah punya pengalaman" aku Meyakinkan diriku sendiri.

Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qurlan yang merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap rongga.
 

Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia.
Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah  wafat. Kawanku tak kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan.

Sampai di rumah sakit...Kepada orang-orang di sanal kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya.
Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut menyalatinya.

Salah seorang petugas tumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya mengisahkanl ketika kecelakaan sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekejaan itu rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika tejadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.

Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan, ia menjawab dengan halus. "Justru saya memanfaatkan waktu pejalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur'an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada setiap langkah kaki yang aku ayunkan," kata almarhum.

Aku ikut menyalati jenazah dan mengantamya sampai ke kuburan.
Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat.
"Dengan nama Allah dan atas ngama Rasulullah".
Pelan-pelan, kami menimbuninya dengan tanah...Mintalah kepada Allah keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya...
Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat...

Dan aku... sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia.Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah) serta menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai taman-taman Surga. Amin...
 
Perjalanan Yang Jauh

Nurah, saudara perempuanku nampak pucat dan kurus sekali. Tetapi seperti biasa, ia masih membaca Al-Qur'anul Karim.
Tika ingin menemuinya, pergilah ke mushallanya. Di sana engkau akan mendapatinya sedang ruku', sujud dan menengadahkan ke langit. Itulah yang dilakukannya setiap pagi, sore dan di tengah malam hari. Ia tidak pernah jenuh.

Berbeda dengannya, aku selalu asyik membaca majalah-majalah seni, tenggelam dengan buku-buku cerita dan hampir tak pernah beranjak dari video. Bahkan, aku sudah identik dengan benda yang satu ini. Setiap video diputar pasti di situ ada aku. Karena 'kesibukanku' ini, banyak kewajiban yang tak bisa kuselesaikan bahkan, aku suka meninggalkan shalat.
Setelah tiga jam berturut-turut menonton video di tengah malam, aku dikagetkan oleh suara adzan yang berkumandang dari masjid dekat rumahku.
Sekonyong-konyong malas menggelayuti semua persendianku, maka aku pun segera menghampiri tempat tidur.
Nurah memanggilku dari mushallanya.

Dengan berat sekali, aku menyeret kaki menghampirinya.
"Ada apa Nurah?," tanyaku.
"Jangan tidur sebelum shalat Shubuh!", ia mengingatkan. "Ah. Shubuh kan masih satu jam lagi. Yang baru saja kan adzan pertamal"
Begitulah, ia selalu penuh perhatian padaku. Sering memberiku nasihat, sampai akhimya ia terbaring sakit. ia tergeletak lemah di tempat tidur.

"Hanah!," panggilnya lagi suatu ketika.
Aku tak mampu menolaknya. Suara itu begitu jujur dan polos.
"Ada apa saudariku?", tanyaku pelan.
"Duduklah!"
Aku menurut dan duduk di sisinya. Hening...
Sejenak kemudian Nurah melantunkan ayat suci Al-Qur'an dengan suaranya yang merdu.

"Tiapjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah disempumnkan pahalamu." (Al Imran: 185)

Diam sebentar, lalu ia bertanya: "Apakah kamu tidak percaya adanya kematian?"
"Tentu saja percaya!"
"Apakah kamu tidak percaya bahwa amalmu kelak akan dihisab, baik yang besar maupun yang kecil?"
"Percaya. Tetapi bukankah Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, sementara aku masih muda, umurku masih panjang!"
"Ukhti, apakah kamu tidak takut mati yang datangnya tiba-tiba? Lihatlah Hindun, dia lebih muda darimu, tetapi meninggal karena sebuah kecelakaan. Lihat pula si fulanah...Kematian tidak mengenal umur. Umur bukan ukuran bagi kematian seseorang.

Aku menjawabnya penuh ketakutan. Suasana tengah malam yang gelap mencekam, semakin menambah rasa takutku.
"Aku takut dengan gelap, bagaimana engkau menakut-nakutiku lagi dengan kematian ? Di mana aku akan tidur nanti ?" Jiwa asliku yang amat penakut betul-betul tampak.
Kucoba menenangkan diri aku benusaha tegar dengan mengalihkan pembicaraan pada tema yang menyenangkan, rekreasi.
"Oh ya, kukira ukhti setuju pada liburan ini kita pergi rekreasi bersama?", pancingku.

"'Tidak, karena barangkali tahun ini aku akan pergi jauh, ke tempat yang jauh... mungkin... umur ada di tangan Allah, Hanah", ia lalu terisak.
Suara itu bergetar, aku ikut hanyut dalam kesedihan.
Sekejap, langsung terlintas dalam benakku tentang sakitnya yang ganas. Para dokter, secara rahasia telah mengabarkan hal itu kepada ayah. Menurut analisa medis, para dker sudah tak sanggup, dan itu berarti dekatnya kematian.
Tetapi, siapa yang mengabarkan ini semua padanya?, atau ia memang merasa sudah datang waktunya?,
"Mengapa ternenung? Apa yang engkau lamunkan?", Nurah membuyarkan lamunanku.

"Apa kau mengira, hal ini kukatakan karena aku sedang sakit? Tidak. Bahkan boleh jadi umurku lebih panjang dari umur orang-orang sehat.
Dan kamu, sampai kapan akan terus hidup? Mungkin 20 tahun lagi, 40 tahun atau...
Lalu apa setelah itu? Kita tidak berbeda. Kita semua pasti akan pergi, entah ke Surga atau ke Neraka. Apakah engkau belum mendengar ayat:
"Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dimasukkan ke dalam Surga maka sungguh ia telah beruntung" ( Ali Imran: 185)
"Sampai besok pagi," ia menutup nasihatnya.

Aku bergegas meninggalkannya menuju kamar.
Nasihatnya masih tergiang-ngiang di gendang telingaku, "Semoga Allah memberimu petunjuk, jangan lupa shalat!"
Pagi hari...Jam dinding menunjukkan angka delapan pagi.Terdengar pintu kamarku diketuk dari luar. "Pada jam ini biasanya aku belum mau bangun" pikirku. Tetapi di luar terdengar suara gaduh, orang banyak terisak.
"Ya Rabbi, apa yang tejadi?"
"Mungkin Nurah...?, "firasatku berbicara. Dan benar, Nurah pingsan, ayah segera melarikannya ke rumah sakit.
Tidak ada rekreasi tahun ini. Kami semua harus menunggui Nurah yang sedang sakit.

Lama sekali menunggu kabar dari rumah sakit dengan harap-harap cemas.
Tepat pukul satu siang, telepon di rumah kami berdering. Ibu segera mengangkatnya. Suara ayah di seberang, ia menelpon dari rumah sakit. "Kalian bisa pergi ke rumah sakit sekarang!," demikian pesan ayah singkat.
Kata ibu, tampak sekali ayah begitu panik, nada suaranya berbeda dari biasanya.

"Mana sopir...?" kami semua terburu-buru: Kami menyuruh sopir menjalankan mobil dengan cepat. Tapi ah, jalan yang biasanya terasa dekat bila aku menikmatinya dalam pejalanan liburan, kini terasa amat panj ang, panjang dan lama sekali. Jalanan macet yang biasanya kunanti-nantikan sehingga aku bisa menengok ke kanan-kiri, cuci mata, kini terasa menyebalkan. Di sampingku, ibu berdo'a untuk keselamatan Nurah.
"Dia anak shalihah. Ia tidak pernah menyia-nyia kan waktunya. Ia begitu rajin beribadah", ibu bergumam sendirian.

Kami turun di depan pintu rumah sakit. Kami segera masuk ruangan. Para pasien pada tergeletak lunglai. Di sana sini terdengar lirih suara rintihan. Ada yang baru saja masuk karena kecelakaan mobil, ada yang matanya buta, ada yang mengerang keras. Pemandangan yang membuat bulu kudukku merinding.

Kami naik tangga eskalator menuju lantai atas. Nurah berada di ruang perawatan intensif. Di depan pintu terpampang papan peringatan: "Tidak boleh masuk lebih dari satu orang!" Kami terperangah. Tak lama kemudian, seorang perawat datang menemui, kami. Perawat memberitahu kalau kini kondisi Nurah mulai membaik, setelah beberapa saat sebelumnya tak sadarkan diri.

Di tengah kerumunan para dokter yang merawat, dari sebuah lubang keciljendela yang ada di pintu, aku melihat kedua bola mata Nurah sedang memandangiku. Ibu yang berdiri di sampingnya tak kuat menahan air matanya. Waktu besuknya habis, ibu segera keluar dari ruang perawatan intensif.

Kini tiba giliranku masuk. Dokter memperingatkan agar aku tidak banyak mengajaknya bicara. Aku diberi waktu dua menit.
"Assalamu 'alaikum!, bagaimana keadaanmu Nurah?, tadi malam, engkau baik-baik saja. Apa yang terjadi denganmu?", aku menghujaninya dengan pertanyaan.

"Alhamdulillah, aku sekarang baik-baik saja, jawabnya dengan berusaha tersenyum.
"Tapi, mengapa tanganmu dingin sekali, kenapa?" aku menyelidik.
Aku duduk di pinggir dipan. Lalu kucoba meraba betisnya, tapi ia segera menjauhkannya dari jangkauanku.
"Ma'af, kalau aku mengganggumu!", aku tertunduk.
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingat firman Allah Ta'ala:
"Dan bertaut betis(kiri) dengan betis(kanan), kepada Tuhanmullah pada hari itu kami dihalau". (Al-Qiyamah: 29-30)

Nurah melantunkan ayat suci Alquran.
Aku menguattkan diri. Sekuat tenaga aku berusaha untuk tidak menangis dihadapan Nurah, aku membisu.
" Hanah, berdoalah untukku. Mungkin sebentar lagi aku akan menghadap. Mungkin aku segera mengawali hari pertama kehidupanku diakhirat…Perjalananku amat jauh tapi bekalku sedikit sekali".
Pertahananku runtuh. Air mataku tumpah. Aku menangis sejadi-jadinya. Ayah mengkhawatirkan keadaanku. Sebab mereka tak pernah melihatku menangis seperti itu.

Bersamaan dengan tenggelamnya matahari pada hari itu. Nurah meninggal dunia….
Suasana begitu sepat berubah. Seperti baru beberapa menit aku bebincang-bincang dengannya. Kini ia telah meninggalkan kami buat selama-selamanya. Dan, ia tak akan pernah bertemu lagi dengan kami. Tak akan pernah pulang lagi. Tidak akan bersama-sama lagi. Oh Nurah…
Suasana dirumah kami digelayuti duka yang amat dalam. Sunyi mencekam. Lalu pecah oleh tangisan yang mengharu biru. Sanak kerabat dan tetangga berdatangan melawat. Aku tidak bisa membedakan lagi, siapa-siapa yang datang, tidak pula apa yang mereka percakapan.

Aku tenggelam dengan diriku sendiri. Ya Allah, bagaimana dengan diriku? Apa yang bakal terjadi pada diriku? Aku tak kuasa lagi, meski sekedar menangis. Aku ingin memberinya penghormatan terakhir. Aku ingin menghantarkan salam terakhir. Aku ingin mencium keningnya.
Kini, tak ada sesuatu yang kuingat seai satu hal. Aku ingat firman Allah yang dibacakannya kepadaku menjelang kematiannya.

"Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan)". Aku kini benar-benar paham bahwa,"Kepada Tuhanmullah pada hari itu kamu dihalau"
"Aku tidak tahu, ternyata malam itu, adalah malam terakhir aku menjumpainya di mushallanya.
Malam ini, aku sendirian di mushalla almarhumah. terbayang kembali saudara kembarku, Nurah yang demikian baik kepadaku. Dialah yang senantiasa menghibur kesedihanku, ikut memahami dn merasakan kegalauanku, saudari yang selalu mendo'akanku agar aku mendapat hidayah Allah, saudari yang senantiasa mengalirkan air mata pada tiap-tiap pertengahan malam, yang selalu menasihatiku tentang mati, hari perhitungan….ya Allah!

Malam ini adalah malam pertama bagi Nurah dikuburnya. Ya Allah, rahmatilah dia, terangilah kuburnya.
Ya Allah, ini mushaf Nurah, …ini sajadahnya…dan ini..ini gaun merah muda yang pernah dikatakannya padaku, bakal dijadikan kenangan manis pernikahannya.

Aku menangisi hari-hariku yang berlalu dengan sia-sia. Aku menangis terus-menerus, tak bisa berhenti. Aku berdo'a kepada Allah semoga Dia merahmatiku dan menerima taubatku.
Aku mendo'akan Nurah agar mendapat keteguhan dan kesenangan di kuburnya, sebagaimana ia begitu sering dan suka mendo'akanku.
Tiba-tiba aku tersentak dengan pikiranku sendiri. "Apa yang terjadi jika yang meninggal adalah aku? Bagaimana kesudahanku?"

Aku tak berani mencari jawabannya, ketakutanku memuncak. Aku menangis, menangis lebih keras lagi. Allahu Akbar, Allnhu Akbar...Adzan fajar berkumandang. Tetapi, duhai alangkah merdunya suara panggilan itu kali ini.
Aku merasakan kedamaian dan ketentraman yang mendalam. Aku jawab ucapan muadzin, lalu segera kuhamparkan lipatan sajadah, selanjutnya aku shalat Shubuh. Aku shalat seperti keadaan orang yang hendak berpisah selama-lamanya. Shalat yang pemah kusaksikan terakhir kali dari saudari kembarku Nurah.
Jika tiba waktu pagi, aku tak menunggu waktu sore dan jika tiba waktu sore, aku tidak menunggu waktu pagi.

 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. abu-uswah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger