Ma Yize: Ilmuwan Legendaris Muslim dari Cina



Ketika Dinasti Song berkuasa pada  abad ke-10 M, ternyata peradaban Islam telah turut berjasa dalam mengembangkan sains dan teknologi di Tiongkok. Selama ini, sejarah kerap menyebutkan ilmu pengetahuan dari dunia Islam  berkembang di Cina pada masa kekuasaan Dinati Yuan ((1206-1279).

Ternyata, sains Islam terutama astronomi telah mempengaruhi peradaban Cina  sejak zaman Dinasti Song.

Hal itu sangat beralasan. Apalagi, di masa itu dunia Islam – di Timur Tengah -- sedang mencapai masa keemasannya.   Isa Ziling Ma dalam tulisannya bertajuk ''Islamic Astronomy in China: Spread and Development" menuturkan, astronomi Islam menyebar ke Cina pada era Dinasti Song (960-1127). Sayangnya, papar Isa, bukti resmi yang mencatat peristiwa penyebaran sains Islam di Cina pada zaman itu nyaris tak ada.

''Sejarah secara detail baru mencatat penyebaran astronomi Islam ke Cina pada era Dinasti Yuan,'' ungkap Isa.  Penyebaran astronomi Islam  di Tiongkok  ternyata memang telah berlangsung pada era kekuasaan Dinasti Song.
Fakta itu terkuak setelah seorang ilmuwan Taiwan bernama Pof Luo Xianglin pada tahun 1968 menemukan sebuah buku berjudul ''The Huai Ning  Ma Family Tree”  di Perpustakaan Studi Asia Timur, Columbia University, AS.

Prof Luo  menemukan fakta bahwa astronomi Islam memang telah berkembang di Cina pada masa Dinasti Song. Penyebar astronomi Islam di Cina, menurut Prof Luo, adalah Ma Yize. Buku "The Huai Ning Ma Family Tree" itu menjelaskan silsilah klan Ma Yize. Menurut buku itu,  Ma Yize adalah astronom terkemuka di Cina. Ia terlahir di Rumi pada bulan  Rabiul Awal tahun 308 H.

Ia datang ke Cina pada usia 40 tahun. Pada zaman itu,  penguasa Dinasti Song sangat tertarik pada sains.  Kaisar Taizu (berkuasa 950-976) begitu mengagumi studi astronomi yang telah berkembang sangat pesat di dunia Islam. Sang Kaisar pun berupaya keras untuk mengembangkan  ilmu yang menguak rahasia langit itu. 

Pada tahun 961 M, Kaisar Taizu kemudian menunjuk seorang ilmuwan bernama Ma Yize untuk mengembangkan astronomi di Cina. Ma Yize adalah  astronom dan astrolog Muslim yang sangat termasyhur di zaman itu.  Berdasarkan versi lain,  Ma Yize a merupakan ilmuwan  berdarah Arab. Konon, nenek moyangnya berasal dari  Semenajung Arab  yakni wilayah perbatasan antara Yaman dengan Oman.

Karier pertamanya di bidang astronomi  dimulai dengan membantu Wang Chuna mengumpulkan beberapa karya astrologi, termasuk Yingtianli -- sebuah kalender. Ia mengembangkan astronomi dan mengamati alam semesta dengan metode Islam. Berbagai temuan Ma Yize dalam astronomi dan astrologi kemudian dikumpulkan Wang Chuna dalam Yingtianli.

Pembuatan karya besar yang dilakukan dua astronom kenamaan Dinasti Song itu tuntas pada tahun 963 M. Pengaruh astronomi Islam begitu banyak diserap dalam Yingtianli. Penghitungan, seminggu tujuh hari yang dipakai kalender Cina itu menggunakan sistem kalender Islam. 

Kehebatan Ma Yize dalam bidang astronomi membuat Kaisar Taizu mendapuknya sebagai pejabat kepala observatorium astronomi Dinasti Song.  Popularitas Ma Yize di masa kekuasaan Dinasti Song pun kian moncer.

Tak ada astronom di Cina yang mampu menandingi ketenarannya, saat itu.  Berkat prestasinya yang gemilang memimpin observatorium astronomi, Ma Yize pun kemudian dianugerahi gelar bangsawan.

Salah satu jasa Ma Yize bagi astronomi  di negeri Tiongkok adalah memperkenalkan matematika astronomi Islam.  Sang astronom Muslim pun menyebarkan pemikiran astronom Muslim dari peradaban Islam di Timur Tengah .Sederet kitab astronomi Islam diterjemahkannya ke dalam bahasa Cina. Kitab-kitab yang mempengaruhi dunia astronomi Cina itu antara lain; Kitab al-Zij karya Abu Abdullah Al-Battani; Kitab al-Zij al-sabi; Kitab Matali' al-Buruj; serta Kitab Aqdar al- Ittisalat.

Kitab astronomi yang dialihbahasakan  Ma Yize itu merupakan hasil karya astronom Muslim seperti Muhammad Al-Fazari, Al-Battani, Al-Biruni, As-Shufi (Azhopi), A- Khawarizmi, Al Farghani, dan lain-lain. "Kemungkinan Ma telah dipengaruhi oleh Al-Battani dan al-Hamdani,"  Prof Fung Kam Wing seorang guru besar pada  University of Hong Kong. Faktanya, Ma Yize memang banyak menerjemahkan karya astronomi kedua ilmuwan Muslim tersebut.

Jasanya bagi pengembangan astronomi modern di Cina sungguh tak ternilai. Boleh dibilang, Ma Yize adalah salah seorang pelopor sekaligus peletak pondasi  ilmu astronomi modern  di Cina.  Berkat kontribusinya yang tak ternilai dalam mengembangkan astronomi dan astrologi, para penguasa Cina pun menempatkan keturunan Ma Yize sebagai kaum bangsawan.

Setelah wafat pada tahun 1005 M, jejak  Ma Yize dalam mengembangkan astronomi di Cina dilanjutkan anak dan cucunya. Menurut  catatan Huai Ning Ma Family Tree,  Ma Yize memiliki tiga anak. Yang tertua bernama  Ma Er atau Mail berasal dari singkatan Ismail. Setelah usia Ma Yize semakin sepuh, Ma ER kemudian menggantikan posisi ayahnya  sebagai    ketua pengelola observatorium.

Menurut Isa, putera keduanya bernama Ma Huai dan yang bungsu bernama Ma Yi. Mereka juga turut mengembangkan ilmu astronomi di Cina. Selain  menjadi penguasa dan pejabat di observarotium, mereka juga diposisikan sebagai kaum bangsawan.Inilah salah satu bukti bahwa umat Islam telah turut berjasa besar dalam membangun peradaban Cina.

Di era kekuasaan Dinasti Song, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat. Para penguasa dinasti itu meniru para Khalifah di dunia Islam yang mendukung berkembangnya pengetahuan dan teknologi. Selain memiliki astronom terkemuka Ma Yize, Dinasti Song pun punya seorang insinyur yang sangat kondang bernama Su Song.

Pada masa kekuasaan Dinasti Song, peradaban Cina telah mengembangkan senjata dan bubuk mesiu. Selain itu,  di masa  kejayaan Dinasti Song, peradaban Islam pun turun mengembangkan ilmu pengetahuan lainnya seperti teknik sipil, nautika dan metalurgi. Pengaruh peradaban Islam dalam sains di Cina lebih pesat berkembang pada era kekuasaan Dinasti Yuan. 

Peran dan jasa Ma Yize bagi pengembangan astronomi di Cina memang kurang terdengar gaungnya. Meski begitu, peradaban Cina telah berutang pada Ma Yize atas perannya mengembangkan astronomi modern di negeri yang kini berpenduduk lebih dari satu miliar jiwa itu.

sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/02/15/mi9dp1-ma-yize-ilmuwan-legendaris-muslim-dari-cina-2habis
 

Penemu kamera ternyata seorang muslim


Penemu kamera ternyata seorang muslim

Surat kabar terkemuka di Inggris, The Independent pada edisi 11 Maret 2006 sempat menurunkan sebuah artikel yang sangat menarik bertajuk “Bagaimana para inventor muslim mengubah dunia.”The Independent” 20 penemuan penting para ilmuwan Muslim menyebut sekitar yang mampu mengubah peradaban umat manusia, salah satunya adalah penciptaan kamera obscura.

Kamera merupakan salah satu penemuan penting yang dicapai umat manusia. Lewat jepretan dan bidikan kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi pembuatan kamera, kini dikuasai peradaban Barat serta Jepang. Sehingga, banyak umat Muslim yang meyakini kamera berasal dari peradaban Barat.

Jauh sebelum masyarakat Barat menemukannya, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah dicetuskan seorang sarjana Muslim sekitar 1.000 tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang saintis legendaris Muslim bernama Ibnu al-Haitham. Pada akhir abad ke-10 M, al-Haitham berhasil menemukan sebuah kamera obscura. Itulah salah satu karya al-Haitham yang paling menumental. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan al-Haithan bersama Kamaluddin al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar.

Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai “ruang gelap”. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.

“Kamera obscura pertama kali dibuat ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),” ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz’s perspective.
kamera Dunia mengenal al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang terkenal lewat bukunya bertajuk Kitab al-Manazir (Buku optik). Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, sang fisikawan Muslim legendaris itu lalu menyusun Al-Bayt Al-Muzlim atau lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura, atau kamar gelap.

Bradley Steffens dalam karyanya berjudul Ibn al-Haytham:First Scientist mengungkapkan bahwa Kitab al-Manazir merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura. “Dia merupakan ilmuwan pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke dalam gambar dengan kamera obscura,” papar Bradley.

Istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pun diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran al-Haitham mulai mengganti lobang bidik lensa dengan lensa (camera).

Setelah itu, penggunaan lensa pada kamera onscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535-1615 M). Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 – 1630 M). Kepler meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).

Setelah itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun dari penemuan al-Haitham pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827.

Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Dia mengembangkan plat-plat dalam perjalanan kamar gelapnya – yang dikonversi gerbong. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Hitham dengan baik sekali. Eastman menciptakan kamera kodak. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.

Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia.

Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada ahli fisika Muslim yang lahir di Kota Basrah, Irak. Al-Haitham selama hidupnya telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia. Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona pada pencapaian teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi pencapaian ilmuwan Muslim di era kejayaan Islam.

sumber : http://www.arrahmah.com/news/2013/02/15/penemu-kamera-ternyata-seorang-muslim.html#.UR73Xu_wTs0
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. abu-uswah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger