Kisah Teladan Muti’ah

Bismillahirrahmaanirrahiim,


Adalah seorang wanita yang bernama Muti’ah.
Wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali..!!

Kaget? Sama seperti Fatimah ketika itu, yang mengira dirinyalah yang pertama kali masuk surga.

Siapakah Muti’ah?
Karena rasa penasaran yang tinggi, Fatimah pun mencari seorang wanita yang bernama Muti’ah ketika itu. Beliau juga ingin tahu, amal apakah yang bisa membuat wanita itu bisa masuk surga pertama kali?

Setelah bertanya-tanya, akhirnya Fatimah mengetahui rumah seorang wanita yang bernama Muti’ah. Kali ini ia ingin bersilaturahmi ke rumah wanita tersebut, ingin melihat lebih dekat kehidupannya. Waktu itu, Fatimah berkunjung bersama si kecil, Hasan. Setelah mengetuk pintu, terjadilah dialog.

“Di luar, siapa?” kata Muti’ah tidak membukakan pintu.
“Saya Fatimah, putri Rasulullah”

“Oh, iya. Ada keperluan apa?”
“Saya hanya berkunjung saja”

“Anda seorang diri atau bersama dengan lainnya?”
“Saya bersama dengan anak saya, Hasan?”

“Maaf, Fatimah. Saya belum mendapatkan izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki”

“Tetapi Hasan masih anak-anak”
“Walaupun anak-anak, dia lelaki juga kan? Maaf ya. Kembalilah besok, saya akan meminta izin dulu kepada suami saya”
“Baiklah” kata Fatimah dengan nada kecewa. Setelah mengucapkan salam, ia pun pergi.

***


Keesokan harinya, Fatimah kembali berkunjung ke rumah Muti’ah. Selain mengajak Hasan, ternyata Husein (saudara kembar Hasan) merengek meminta ikut juga. Akhirnya mereka bertiga pun berkunjung juga ke rumah Muti’ah. Terjadilah dialog seperti hari kemarin.

“Suami saya sudah memberi izin bagi Hasan”
“Tetapi maaf, Muti’ah. Husein ternyata merengek meminta ikut. Jadi saya ajak juga!”

“Dia perempuan?”
“Bukan, dia lelaki”
“Wah, saya belum memintakan izin bagi Husein.”

“Tetapi dia juga masih anak-anak”
“Walaupun anak-anak, dia juga lelaki. Maaf ya. Kembalilah esok!”
“Baiklah” Kembali Fatimah kecewa.

***

Namun rasa penasarannya demikian besar untuk mengetahui, rahasia apakah yang menyebabkan wanita yang akan dikunjunginya tersebut diperkanankan masuk surga pertama kali.

Akhirnya hari esok pun tiba. Fatimah dan kedua putranya kembali mengunjungi kediaman Mutiah. Karena semuanya telah diberi izin oleh suaminya, akhirnya mereka pun diperkenankan berkunjung ke rumahnya.

Betapa senangnya Fatimah karena inilah kesempatan bagi dirinya untuk menguak misteri wanita tersebut. Menurut Fatimah, wanita yang bernama Muti’ah sama juga seperti dirinya dan umumnya wanita.

Ia melakukan shalat dan lainnya. Hampir tidak ada yang istimewa. Namun, Fatimah masih penasaran juga. Hingga akhirnya ketika telah lama waktu berbincang, “rahasia” wanita itu tidak terkuak juga. Akhirnya, Muti’ah pun memberanikan diri untuk memohon izin karena ada keperluan yang harus dilakukannya.

“Maaf Fatimah, saya harus ke ladang!”
“Ada keperluan apa?”

“Saya harus mengantarkan makanan ini kepada suami saya”
“Oh, begitu”

Tidak ada yang salah dengan makanan yang dibawa Muti’ah yang disebut-sebut sebagai makanan untuk suaminya. Namun yang tidak habis pikir, ternyata Muti’ah juga membawa sebuah cambuk.

“Untuk apa cambuk ini, Muti’ah?” kata Fatimah penasaran.
“Oh, ini. Ini adalah kebiasaanku semenjak dulu”
Fatimah benar-benar penasaran. “Ceritakanlah padaku!”

“Begini, setiap hari suamiku pergi ke ladang untuk bercocok tanam. Setiap hari pula aku mengantarkan makanan untuknya. Namun disertai sebuah cambuk. Aku menanyakan apakah makanan yang aku buat ini enak atau tidak, apakah suaminya seneng atau tidak. Jika ada yang tidak enak, maka aku ikhlaskan diriku agar suamiku mengambil cambuk tersebut kemudian mencambukku. Ini aku lakukan agar suamiku ridlo dengan diriku. Dan tentu saja melihat tingkah lakuku ini, suamiku begitu tersentuh hatinya. Ia pun ridlo atas diriku. Dan aku pun ridlo atas dirinya”

“Masya Allah, hanya demi menyenangkan suami, engkau rela melakukan hal ini, Muti’ah?”
“Saya HANYA MEMERLUKAN KERIDHOANNYA. Karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada SUAMI-YANG-BAIK dan sang suami ridlo kepada istrinya”

“Ya… ternyata inilah rahasia itu”
“Rahasia apa ya Fatimah?” Mutiah juga penasaran.
“Rasulullah mengatakan bahwa dirimu adalah wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali. Ternyata semua gara-gara baktimu yang tinggi kepada seorang suami yang sholeh.”

 

Dengan tali itu aku menghadap-MU

Kisah ini terjadi di sebuah kampung di sebelah barat kerajaan Saudi Arabia Dikisahkan sendiri oleh Syeikh Ibrahim Bubastit dalam “Qashash Mumayyizah”. Beliau menuturkan,

“Kami memasuki kampung itu. Tak ada tanda-tanda sentuhan kemodernan. Sebuah kampung terpencil dengan bangunan yang sederhana. Kami menelusuri tanjakan jalan menuju masjid di kampung itu. Hingga sampailah kami di tempat itu, di masjid…tempat dimulainya kisah ini.


Tatkala kami sampai di masjid, kami dapati di sisi depan pintu terdapat batu besar yang diikat dengan sebuah tali. Tahukah Anda, tali apakah itu? Satu ujungnya terikat di batu, sementara ujung tali yang lain memanjang dan tidak kelihatan ujung tali yang lain karena jauh.


Kami mulai menyusuri tali tersebut untuk mencari tahu, sampai di mana ujung tali yang satunya. Cobalah Anda terka, di manakah ujung tali itu berakhir? Tali itu terhampar memanjang di atas tanah. Setelah kira-kira enam menit kami mengikuti arah tali tersebut dengan mobil, subhanallah, kami menemukan tempat di mana ujung tali itu berakhir.


Ternyata, tali panjang itu berujung di sebuah rumah tua yang hanya terdiri dari satu kamar dan tempat air. Di rumah tersebut kami bertemu dengan pemiliknya, yakni seorang kakek tua yang kedua matanya tak lagi bisa melihat. Umurnya kira-kira 85 tahun. Dia adalah seorang kakek buta yang rajin beribadah.


Tatkala kami bertanya, “Wahai kakek, beritahu kami, apa rahasia dari tali yang memanjang dari masjid hingga rumah Kakek ini?” Maka dengarkanlah jawaban yang membekas di hati setiap mukmin ini. Kakek itu menjawab, “Wahai anakku, ini adalah tali yang menunjukkan jalanku untuk shalat lima waktu. Ketika masuk waktu shalat, aku pegang tali ini, lalu saya keluar rumah ini menuju masjid dengan memegangi tali ini.


Begitu pula tatkala aku pulang dari masjid, karena tidak ada yang menuntunku untuk ke masjid.” Allahu Akbar! Kami pun melihat bekas yang sangat ketara pada teapak tangannya yang secara rutin bergesekan dengan tali yang dipegangnya?”


Lantas di manakah orang-orangyang kuat fisiknya? Yang sehat kedua matanya, yang kokoh kedua kakinya, serta orang yang memiliki kendaraan untuk hilir mudik, adakah alasan bagi mereka untuk meninggalkan shalat jamaah di masjid? Wallahul muwaffiq. (Abu Umar Abdillah)
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. abu-uswah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger