Shafiyyah binti Huyay, Di Bawah Lindungan Nabi

Pernikahan itu mengikis kebencian kaumnya terhadap Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam . Sekaligus menjadi pintu strategis dakwah di kalangan Bani Quraidhah dan Nadhir.

Perkataan itu muncul dari relung hati yang paling dalam dari seorang perempuan mulia, Shafiyyah, istri Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam .

Sebuah pesan terakhir, yang disampaikan oleh Shafiyyah saat istri-istri lainnya tengah berkumpul di hari wafatnya Rasulullah.

Ungkapan rasa cinta seorang istri untuk suami. Perasaan yang senantiasa hadir, sekalipun rasa itu harus dibayar dengan mahal saat pertama kali menikah.

Sosok yang bernama lengkap Shafiyyah binti Huyay bin Akhthab bin Sya’bah bin Tsa’labah bin Abaid bin Ka’ab bin al-Khazraj bin Abi Habib bin an-Nadhir bin an-Nuham bin Tahum itu rela meninggalkan keluarga dan segenap kaumnya.

Janda dari dua penyair Yahudi; Sallam bin Maksyam dan Kinanah bin Abi al-Huqaiq tersebut memilih menikah dengan Rasulullah dan menjadi Muslimaah taat. Padahal, ia berasal dari komunitas penentang Islam. Ayahnya, Huyyay bin Akhthab, adalah pemimpin sekaligus tokoh Yahudi yang disegani kala itu.

Ia lahir dari Bani Quraidhah dan Nadhir. Keluarganya pun terpandang. Ibunya, Barrah binti Samuel, adalah keturunan dari Nabi Ya’qub. “Allah dan Rasul-Nya lebih aku cintai dari kebebasan dan kembali kepada kaumku,” katanya.

Pernikahan ini mengikis kebencian kaumnya terhadap Muhammad. Sekaligus menjadi pintu strategis dakwah di kalangan Bani Quraidhah dan Nadhir. Karena itulah, Rasulullah sangat menghormati dan memuliakan Shafiyyah.

Suatu ketika, Shafiyyah pernah mendengar Hafshah, istri Rasulullah, berceletuk terkait dirinya. Putri Umar bin Khattab tersebut menyebut Shafiyyah anak perempuan Yahudi. Rasulullah mendapatinya sedang menangis. Rasul pun bertanya ada apa gerangan?

Shafiyyah menceritakan apa yang terjadi. Rasulullah berkata, “Engkau adalah keturunan nabi dan di bawah lindungan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam , lalu apa yang Hafshah banggakan atas dirimu?”

Keistimewaan

Shafiyyah yang hidup di masa keempat khalifah pengganti Rasulullah hingga pemerintahan Muawiyah, dikenal memiliki kepribadian yang matang.

Ia terkenal jujur, pemaaf, bijak, dan terkenal cerdas, serta berpengetahuan luas.
Soal kejujuran, Rasulullah memberikan pengakuan yang mendalam. Ketika itu istri Rasulullah tengah berkumpul selama sakit keras yang menyebabkan wafat, Shafiyyah mengungkapkan keinginannya menemani Rasulullah seumur hidup.

“Aku berharap dirikulah yang selalu mendampingimu (hidup dan mati).” Pernyataan itu menuai reaksi dari istri yang lain. Mereka cemburu. Muka mereka cemberut. Sorotan mereka tajam mengarah ke Shafiyyah.
Kondisi ini dibaca oleh Rasulullah. “Berkumurlah kalian,” seru Rasulullah. Ini maksudnya agar mereka berhenti berbuat ghibah. Mereka heran, ”Bersuci dari apa?” tanya mereka.

Rasulullah menjawab, “Dari muka masam kalian, Demi Allah, Shafiyyah jujur (dengan ucapannya itu).”
Cerita tentang jiwa pemaafnya pun tersohor. Ia pernah mendapat fitnah dari seorang budak perempuan. Fitnah itu menyebut Shafiyyah mencintai Sabtu dan bersilaturahim kepada Yahudi. Kabar tentang fitnah itu pun diterima oleh Umar bin Khatab. Sang Khalifah meminta klarifikasi langsung darinya.

Shafiyyah membantah. Menurutnya, ia tak lagi mencintai Sabtu, sejak Allah telah mengganti hari tersebut dengan Jumat. Sedangkan soal Yahudi, ini karena ia memiliki rasa kasih sayang terhadap sesama. Umar tak banyak berkomentar.

Shafiyyah menanyakan kepada sang budak, mengapa berbuat demikian. “Setan penyebabnya,” katanya.
Shafiyyah pun lantas menyuruhnya pergi. “Pergilah, kamu saya maafkan.” Ia juga terkenal jeli dan cermat. Ini tak terlepas dari anugerah kecerdasan yang ia miliki. Saat itu, ia melihat sekelompok orang tengah membaca Alquran lalu bersujud. Shafiyyah memanggil mereka.

“Sujud dan tilawah Alquran sudah, ke mana tangisan kalian?” tanyanya. Ia menyarankan mereka untuk khusyuk saat beribadah. Peristiwa ini juga menunjukkan perihal kezuhudan dan ketataannya sepeninggal Rasulullah.

Ia dikenal rajin beribadah, hingga ajal menjemputnya. Ia wafat pada tahun 50 H. Jasadnya dikebumikan di Baqi. Ia meninggalkan wasiat berupa uang seribu dinar untuk Aisyah binti Abu Bakar.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/12/01/mece4k-shafiyyah-binti-huyay-di-bawah-lindungan-nabi-2habis
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. abu-uswah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger