Kebesaran Allah Swt (Kisah Mualaf Cilik tanpa Guru dari Amerika)

"Rasulullah saw bersabda: "Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.." (HR. Bukhari)

Kisah bocah Amerika ini tidak lain adalah sebuah bukti yang membenarkan hadits tersebut di atas. Alexander Pertz dilahirkan dari kedua orang tua Nasrani pada tahun 1990 M.. Sejak awal ibunya telah memutuskan untuk membiarkannya memilih agamanya jauh dari pengaruh keluarga atau masyarakat. Begitu dia bisa membaca dan menulis maka ibunya menghadirkan untuknya buku-buku agama dari seluruh agama, baik agama langit atau agama bumi.

Setelah membaca dengan mendalam, Alexander memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Padahal ia tak pernah bertemu muslim seorangpun.

Dia sangat cinta dengan agama ini sampai pada tingkatan dia mempelajari sholat, dan mengerti banyak hukum-hukum syar" i, membaca sejarah Islam, mempelajari banyak kalimat bahasa Arab, menghafal sebagian surat, dan belajar adzan.

Semua itu tanpa bertemu dengan seorang muslimpun. Berdasarkan bacaan- bacaan tersebut dia memutuskan untuk mengganti namanya yaitu Muhammad "Abdullah, dengan tujuan agar mendapatkan keberkahan Rasulullah yang dia cintai sejak masih kecil.

Salah seorang wartawan muslim menemuinya dan bertanya pada bocah tersebut. Namun, sebelum wartawan tersebut bertanya kepadanya, bocah tersebut bertanya kepada wartawan itu, "Apakah engkau seorang yang hafal Al Quran ?"

Wartawan itu berkata: "Tidak;. Namun sang wartawan dapat merasakan kekecewaan anak itu atas jawabannya.

Bocah itu kembali berkata , "Akan tetapi engkau adalah seorang muslim, dan mengerti bahasa Arab, bukankah demikian ?". Dia menghujani wartawan itu dengan banyak pertanyaan. "Apakah engkau telah menunaikan ibadah haji ? Apakah engkau telah menunaikan "umrah ? Bagaimana engkau bisa mendapatkan pakaian ihram ?
Apakah pakaian ihram tersebut mahal ? Apakah mungkin aku membelinya di sini, ataukah mereka hanya menjualnya di Arab Saudi saja ? Kesulitan apa sajakah yang engkau alami, dengan keberadaanmu sebagai seorang muslim di komunitas yang bukan Islami ?"

Setelah wartawan itu menjawab sebisanya, anak itu kembali berbicara dan menceritakan tentang beberapa hal berkenaan dengan kawan- kawannya, atau gurunya, sesuatu yang berkenaan dengan makan atau minumnya, peci putih yang dikenakannya, ghutrah (surban) yang dia lingkarkan di kepalanya dengan model Yaman, atau berdirinya di kebun umum untuk mengumandangkan adzan sebelum dia sholat. Kemudian ia berkata dengan penuh penyesalan, "Terkadang aku kehilangan sebagian sholat karena ketidaktahuanku tentang waktu-waktu sholat."

Kemudian wartawan itu bertanya pada sang bocah, "Apa yang membuatmu tertarik pada Islam ? Mengapa engkau memilih Islam, tidak yang lain saja ?" Dia diam sesaat kemudian menjawab.

Bocah itu diam sesaat dan kemudian menjawab, "Aku tidak tahu, segala yang aku ketahui adalah dari yang aku baca tentangnya, dan setiap kali aku menambah bacaanku, maka semakin banyak kecintaanku;.

Wartawab bertanya kembali, "Apakah engkau telah puasa Ramadhan ?"

Muhammad tersenyum sambil menjawab, "Ya, aku telah puasa Ramadhan yang lalu secara sempurna. Alhamdulillah, dan itu adalah pertama kalinya aku berpuasa di dalamnya. Dulunya sulit, terlebih pada hari- hari pertama" . Kemudian dia meneruskan : "Ayahku telah menakutiku bahwa aku tidak akan mampu berpuasa, akan tetapi aku berpuasa dan tidak mempercayai hal tersebut" .

"Apakah cita-citamu ?" tanya wartawan

Dengan cepat Muhammad menjawab, "Aku memiliki banyak cita-cita. Aku berkeinginan untuk pergi ke Makkah dan mencium Hajar Aswad" .

"Sungguh aku perhatikan bahwa keinginanmu untuk menunaikan ibadah haji adalah sangat besar. Adakah penyebab hal tersebut ?" tanya wartawan lagi.

Ibu Muhamad untuk pertama kalinya ikut angkat bicara, dia berkata : "Sesungguhnya gambar Ka"bah telah memenuhi kamarnya, sebagian manusia menyangka bahwa apa yang dia lewati pada saat sekaranghanyalah semacam khayalan, semacam angan yang akan berhenti pada suatu hari. Akan tetapi mereka tidak mengetahui bahwa dia tidak hanya sekedar serius, melainkan mengimaninya dengan sangat dalam sampai pada tingkatan yang tidak bisa dirasakan oleh orang lain" .

Tampaklah senyuman di wajah Muhammad "Abdullah, dia melihat ibunya membelanya. Kemudian dia memberikan keterangan kepada ibunya tentang thawaf di sekitar Ka"bah, dan bagaimanakah haji sebagai sebuah lambang persamaan antar sesama manusia sebagaimana Tuhan telah menciptakan mereka tanpa memandang perbedaan warna kulit, bangsa, kaya, atau miskin.

Kemudian Muhammad meneruskan, "Sesungguhny aaku berusaha mengumpulkan sisa dari uang sakuku setiap minggunya agar aku bisa pergi ke Makkah Al-Mukarramah pada suatu hari. Aku telah mendengar bahwa perjalanan ke sana membutuhkan biaya 4 ribu dollar, dan sekarang aku mempunyai 300 dollar."

Ibunya menimpalinya seraya berkata untuk berusaha menghilangkan kesan keteledorannya, "Aku sama sekali tidak keberatan dan menghalanginya pergi ke Makkah, akan tetapi kami tidak memiliki cukup uang untuk mengirimnya dalam waktu dekat ini."

"Apakah cita-citamu yang lain ?" tanya wartawan.

"Aku bercita-cita agar Palestina kembali ke tangan kaum muslimin. Ini adalah bumi mereka yang dicuri oleh orang-orang Israel (Yahudi) dari mereka." jawab Muhammad

Ibunya melihat kepadanya dengan penuh keheranan. Maka diapun memberikan isyarat bahwa sebelumnya telah terjadi perdebatan antara dia dengan ibunya sekitar tema ini.

Muhammad berkata, "Ibu, engkau belum membaca sejarah, bacalah sejarah, sungguh benar-benar telah terjadi perampasan terhadap Palestina."

"Apakah engkau mempunyai cita-cita lain ?" tanya wartawan lagi.

Muhammad menjawab, "Cita- citaku adalah aku ingin belajar bahasa Arab, dan menghafal Al Quran."

"Apakah engkau berkeinginan belajar di negeri Islam ?" tanya
wartawan Maka dia menjawab dengan meyakinkan : "Tentu"

"Apakah engkau mendapati kesulitan dalam masalah makanan ? Bagaimana engkau menghindari daging babi ?"

Muhammad menjawab, "Babi adalah hewan yang sangat kotor dan menjijikkan. Aku sangat heran, bagaimanakah mereka memakan dagingnya.
Keluargaku mengetahui bahwa aku tidak memakan daging babi, oleh karena itu mereka tidak menghidangkannya untukku. Dan jika kami pergi ke restoran, maka aku kabarkan kepada mereka bahwa aku tidak memakan daging babi."

"Apakah engkau sholat di sekolahan ?"

"Ya, aku telah membuat sebuah tempat rahasia di perpustakaan yang aku shalat di sana setiap hari" jawab Muhammad

Kemudian datanglah waktu shalat maghrib di tengah wawancara. Bocah itu langsung berkata kepada wartawan," Apakah engkau mengijinkanku untuk mengumandangkan adzan ?"

Kemudian dia berdiri dan mengumandangkan adzan. Dan tanpa terasa, air mata mengalir di kedua mata sang wartawan ketika melihat dan mendengarkan bocah itu menyuarakan adzan

Source: http://ninafkoe.multiply.com/journal/item/269
 

Bukti-Bukti Cinta Kepada Nabi shallallahu 'alihi wa sallam


1. Membenarkan kabar yang disampaikan dalam hadits-hadits Nabi shallallahu 'alihi wa sallam

Diantara keimanan yang sangat urgen adalah meyakini bahwa Nabi shallallahu 'alihi wa sallam ma’sum (terjaga) dari kedustaan dan kebohongan, yang konsekuensi dari hari hal ini adalah pembenaran kepada semua yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu 'alihi wa sallam, baik khabar berita tentang masa silam, masa sekarang, ataupun berita di masa mendatang. Allah berfirman;

﴿وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَىمَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى﴾ (لنجم:1-4)

Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak keliru, Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (QS. 53:1-4)

﴿وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ﴾ (الحشر: من الآية7)

Apa yang datang dari Rasul kepada kalian maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. 59:7)

Lihatlah kepada derajat yang sangat tinggi yang diraih oleh Abu Bakar As-Siddiq yang beriman kepada Nabi shallallahu 'alihi wa sallam dengan keimanan yang sesungguhnya.Ia membenarkan seluruh perkataan dengan tanpa keraguan sedikitpun.

عن عائشة رضي الله عنها قالت ثم لما أسري بالنبي صلى الله عليه وسلم إلى المسجد الأقصى أصبح يتحدث الناس بذلك فارتد ناس ممن كان آمنوا به وصدقوه وسعى رجال من المشركين إلى أبي بكر رضي الله عنه فقالوا هل لك إلى صاحبك يزعم أنه أسري به الليلة إلى بيت المقدس قال أو قال ذلك قالوا نعم قال لئن قال ذلك لقد صدق قالوا أو تصدقه أنه ذهب الليلة إلى بيت المقدس وجاء قبل أن يصبح فقال نعم إني لأصدقه ما هو أبعد من ذلك أصدقه في خبر السماء في غدوة أو روحة فلذلك سمي أبا بكر الصديق رضي الله عنه

Dari ‘Aisyah, beliau berkata, “Tatkala Nabi shallallahu 'alihi wa sallam isro’ (dijalankan oleh Allah) menuju ke Masjdil Aqsho, maka dipagi harinya orang-orang membicarakan hal itu. Orang-orang yang tadinya beriman kepada Nabi shallallahu 'alihi wa sallam dan membenarkannya murtad (keluar dari Islam). Beberapa orang dari kaum musyrikin menemui Abu Bakar dan berkata kepadanya, “Tidakkah engkau menemui sahabatmu (yaitu Rasulullah), dia menyangka bahwa dirinya tadi malam dijalankan ke Baitul Maqdis (Masjidil Aqsho)?”. Abu Bakar berkata, “Apakah dia mengatakan demikian?”, mereka berkata, “Iya”. Abu Bakar berkata, “Jika ia memang mengatakan demikian maka dia telah jujur!”. Mereka berkata, “Apakah engkau membenarkan perkataannya bahwa dia tadi malam pergi ke Baitul Maqdis kemudian tiba kembali (ke Mekah) sebelum subuh?”, Abu Bakar berkata, “Iya, (bahkan) saya membenarkannya pada perkara yang lebih (aneh) dari pada perkara ini. Saya membenarkannya tentang berita yang ia terima dari langit di pagi hari atau di sore hari”. Oleh karena itu Abu Bakar dinamakan As-Siddhiq (yang selalu membenarkan)”[1]

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال صلى رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الصبح ثم أقبل على الناس فقال بينا رجل يسوق بقرة إذ ركبها فضربها فقالت إنا لم نخلق لهذا إنما خلقنا للحرث فقال الناس سبحان الله بقرة تكلم فقال فإني أومن بهذا أنا وأبو بكر وعمر وما هما ثم وبينما رجل في غنمه إذ عدا الذئب فذهب منها بشاة فطلب حتى كأنه استنقذها منه فقال له الذئب هذا استنقذتها مني فمن لها يوم السَّبُعِ يوم لا راعيَ لها غيري فقال الناس سبحان الله ذئب يتكلم قال فإني أومن بهذا أنا وأبو بكر وعمر وما هما ثَمَّ

Dari Abu Hurairoh berkata, “Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam sholat subuh kemudian beliau menghadap para jemaah sholat lalu berkata, “Tatkala seseorang menggembala seekor sapi, kemudian diapun menunggangi sapi tersebut dan memukul sapi tersebut. Sapi itupun berkata, “Sesungguhnya aku tidaklah diciptakan untuk ini (untuk ditunggangi), namun aku hanyalah diciptakan untuk membajak.” Orang-orangpun berkata, “Maha suci Allah, sapi berbicara??”. Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya aku beriman terhadap hal ini, demikian juga Abu Bakar dan Umar beriman.” Berkata Abu Hurairah, “Dan tatkala itu Abu Bakar dan Umar sedang tidak ada (tidak bersama mereka sholat subuh-pen)”. Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Dan tatkala seorang penggembala sedang menggembalakan kambing-kambingnya tiba-tiba datang serigala dan membawa lari seekor kambingnya. Maka sang penggembalapun mengejar serigala tersebut dan sepertinya dia berhasil membebaskan kambing tersebut dari cengkraman serigala. Sang serigala tersebut berkata kepada sipenggembala, “Engkau telah membebaskan kambing itu dariku, maka siapakah yang akan menunggui (memperhatikan) kambing ini selain aku pada hari dimana singa datang mengambil kambing ini?[2]” Orang-orangpun berkata, “Maha suci Allah, serigala berbicara?”, Nabi shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya aku beriman terhadap hal ini, demikian juga Abu Bakar dan Umar beriman”. Berkata Abu Hurairah, “Tatkala itu Abu Bakar dan Umar sedang tidak hadir”[3]

Berkata Ibnu Hajar, “Kemungkinan Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam mengatakan demikian (padahal Abu Bakar dan Umar tatkala itu tidak hadir-pen) karena Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam tahu akan besarnya keimanan mereka berdua dan kuatnya keyakinan mereka”[4]. Beliau juga berkata, “…Dan kemungkinan juga beliau berkata demikian karena mereka berdua akan membenarkan khabar tersebut jika mereka mendengarnya dengan tanpa keraguan”[5]

Coba seandainya kita sampaikan hadits ini kepada orang-orang yang mengagungkan akal mereka, tentu kita akan dapati banyak diantara mereka yang menolak hadits ini. Mungkin diantara mereka akan ada yang berkata “Bagaimana hewan bisa berbicara?, mana akalnya?”, ataupun diantara mereka ada yang mengatakan “Hadits ini lemah karena tidak masuk akal, meskipun dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari!!.”[6]

Padahal Allah mampu untuk melakukan semuanya, jangankan hewan yang masih memiliki otak dan lisan bahkan tangan dan kakipun serta kulit yang tidak berotak dan tidak berlisan akan berbicara pada hari kiamat sebagaimana firman Allah:

﴿الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾ (يّـس:65)

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. 36:65)

﴿وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ﴾ (فصلت:21)

Dan mereka berkata kepada kulit mereka:"Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami"

Kulit mereka menjawab:"Allah yang telah menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan". (QS. 41:21)

Apakah mereka menolak ayat-ayat ini karena menurut mereka tidak masuk akal??

Berkata Ibnul Qoyyim, “Maka adab yang paling tertinggi terhadap Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam adalah pasrah menerima apa yang datang dari Nabi shallallahu 'alihi wa sallam, mematuhi dan menjalankan perintahnya, menerima dan membenarkan berita yang datang dari Nabi shallallahu 'alihi wa sallam tanpa mempertentangkannya dengan khayalan yang batil yang dinamakan “masuk akal” atau menolaknya karena syubhat atau ragu atau mendahulukan pendapat orang-orang dan kotoran-kotoran otak mereka diatas berita yang datang dari Nabi shallallahu 'alihi wa sallam…”[7]

Di zaman sekarang ini banyak orang yang menolak hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam dengan alasan bertentangan dengan akal. Apakah mereka lupa bahwa Nabi shallallahu 'alihi wa sallam tidaklah berbicara kecuali dengan bimbingan Allah?? Apakah akal mereka yang lemah itu hendak mereka gunakan untuk menimbang kebenaran berita yang datang dari Nabi shallallahu 'alihi wa sallam??.

Penolakan terhadap hadits-hadits Nabi shallallahu 'alihi wa sallam semakin banyak jika hadits-hadits tersebut berkaitan dengan perkara-perkara goib. Mereka yang menentang hadits-hadits Nabi tersebut mengukur kebenaran hadits Nabi shallallahu 'alihi wa sallam dengan akal mereka yang lemah. Mereka mengqiaskan (mengukur) perkara yang ghoib dengan hal-hal yang mereka lihat di alam nyata. Tentunya ini adalah kesalahan yang sangat fatal karena akal yang sehatpun tidak menerima bahwa alam ghaib disamakan dengan alam nyata. Inilah yang telah menimpa para pendahulu mereka dari kalangan orang-orang musyrik yang menolak dengan akal mereka berita isro’nya Nabi shallallahu 'alihi wa sallam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho dalam satu malam. Demikianlah syaitan senantiasa menggelincirkan umat ini dari jalan kebenaran.

Lihatlah perkataan Umar bin Al-Khottob yang telah dijamin masuk surga, yang syaitan tidak berani bertemu dengannya, yang telah diberi oleh Allah kecerdasan dan ilmu yang tinggi, lihatlah perkataan beliau:

قال يا أيها الناس اتهموا الرأي على الدين فلقد رأيتني أرد أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم برأيي اجتهادا فوالله ما آلو عن الحق وذلك يوم أبي جندل والكتاب بين رسول الله صلى الله عليه وسلم وأهل مكة فقال اكتبوا بسم الله الرحمن الرحيم فقالوا ترانا قد صدقناك بما تقول ولكنك تكتب باسمك اللهم فرضي رسول الله صلى الله عليه وسلم وأبيت حتى قال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم تراني أرضى وتأبى أنت قال فرضيت

“Wahai manusia sekalian, curigailah pemikiran kalian dalam permasalahan agama[8]. Sungguh aku telah membantah perintah Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam dengan pendapatku (pemikiranku) karena aku berijtihad. Demi Allah aku bersungguh-sungguh (berijtihad dengan pemikiranku itu) untuk menuju kepada kebenaran. Hal itu terjadi pada waktu kejadian Abu Jandal[9], tatkala buku di antara Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam dan penduduk Mekah (yaitu orang-orang musyrik), lalu Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Tulislah Bismillahirrohmanirrahim!”, mereka berkata, “Apakah engkau mengira kami telah membenarkan engkau (adalah utusan Allah)?, tapi engkau tulis saja “Bismikallahumma”. Lalu Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam rela dengan hal itu, adapun aku tidak setuju, hingga Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam berkata kepadaku “Engkau melihat aku telah ridha (setuju) lantas engkau enggan?”. Umar berkata, “Maka akupun rela”[10]

Ungkapan seperti ini juga diucapkan oleh para sahabat yang lain, diantaranya Sahl bin Hunaif, beliau berkata:

أيها الناس اتهموا أنفسكم فإنا كنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم الحديبية ولو نرى قتالا لقاتلنا فجاء عمر بن الخطاب فقال يا رسول الله ألسنا على الحق وهم على الباطل فقال بلى فقال أليس قتلانا في الجنة وقتلاهم في النار قال بلى قال فعلام نعطي الدنية في ديننا أنرجع ولما يحكم الله بيننا وبينهم فقال يا بن الخطاب إني رسول الله ولن يضيعني الله أبدا فانطلق عمر إلى أبي بكر فقال له مثل ما قال للنبي صلى الله عليه وسلم فقال إنه رسول الله ولن يضيعه الله أبدا فنزلت سورة الفتح فقرأها رسول الله صلى الله عليه وسلم على عمر إلى آخرها فقال عمر يا رسول الله أو فتح هو قال نعم

“Wahai manusia sekalian, curigailah diri kalian, sesungguhnya kami bersama Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam pada waktu terjadi perjanjian Hudaibiyah[11] dan jika menurut kami adalah berperang maka kami akan berperang. Lalu datanglah Umar bin Al-Khottob dan berkata, “Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran dan mereka berada di atas kebatilan?”, Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam menjawab, “Tentu saja”. Umar berkata, “Bukankah orang-orang yang terbunuh diantara kita (jika kita memerangi mereka) masuk surga dan orang-orang yang terbunuh dari mereka masuk neraka?”, Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam menjawab, “Tentu saja”. Umar berkata, “Jika demikian, lantas mengapa kita bersikap merendah pada agama kita?, apakah kita kembali ke Madinah padahal Allah belum memutuskan perkara antara kita dengan mereka?”. Nabi shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Wahai Ibnul Khottob, sesungguhnya aku adalah utusan Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan aku selamanya”. Lalu Umar pergi ke Abu Bakar dan ia berkata kepadanya apa yang telah dikatakannya kepada Nabi shallallahu 'alihi wa sallam, Abu Bakarpun berkata kepaanya, “Sesungguhnya ia adalah utusan Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakannya selamanya”. Lalu turunlah surat Al-Fath dan Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam membacakannya kepada Umar hingga akhir surat, lalu berkata Umar, “Wahai Rasulullah, apa itu adalah Al-Fath (kemenangan kita di Mekah kelak)?”, Nabi shallallahu 'alihi wa sallam menjawab, “Iya”[12]

Ali bin Abi Tholib berkata,

لو كان الدين بالرأي لكان أسفل الخف أولى بالمسح من أعلاه وقد رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يمسح على ظاهر خفيه

“Jika seandainya agama itu (hanya sekedar) bersandar dengan akal maka bagian bawah khuf lebih utama untuk diusap (tatkala wudlu-pen) daripada bagian atas khuf. Sungguh aku telah melihat Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam mengusap bagian atas kedua khufnya”[13]

Sungguh indah perkataan Ibnu Taimiyah[14],

فيا ليت شعرى بأي عقل يوزن الكتاب والسنة فرضى الله عن الإمام مالك بن أنس حيث قال أو كلما جاءنا رجل أجدل من رجل تركنا ما جاء به جبريل الى محمد لجدل هؤلاء

“Seandainya saya tahu dengan dengan akal siapakah hendak ditimbang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam?, Semoga Allah meridhai Imam Malik bin Anas tatkala beliau berkata, “Apakah setiap datang orang yang lebih pandai bedebat daripada orang yang lain lantas kita tinggalkan apa yang diturunkan Jibril kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alihi wa sallam karena kepandaian debat mereka??”[15]



2. Mengagungkan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alihi wa sallam dan tidak menentangnya dengan pendapat sendiri

Diantara bukti yang paling kuat yang menunjukkan kecintaan seseorang kepada Nabi shallallahu 'alihi wa sallam yaitu pengagungan terhadap sabda-sabda dan wejangan-wejangan beliau dan tidak menentang keputusan Nabi shallallahu 'alihi wa sallam. Inilah yang telah direalisasikan oleh para sahabat dan para imam kaum muslimin sepeninggal para sahabat.

Allah berfirman:

﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالاً مُبِيناً﴾ (الأحزاب:36)

Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetappkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. 33:36)

﴿لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً﴾ (الأحزاب:21)

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33:21)

﴿وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلاغُ الْمُبِينُ﴾ (النور: من الآية54)

“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk.Dan tiada lain kewajiban rasul hanya menyampaikan (amanat Allah) dengan terang” (QS 24:54)

﴿فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾ (النور: من الآية63)

maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. 24:63)

﴿أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ يُحَادِدِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِداً فِيهَا ذَلِكَ الْخِزْيُ الْعَظِيمُ﴾ (التوبة:63)

Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui bahwasannya barangsiapa menentang Allah dan Rasuil-Nya, maka sesungguhnya neraka Jahannamlah baginya, dia kekal di dalamnya. Itulah adalah kehinaan yang besar. (QS. 9:63)

Berkata Al-Humaidi, “Kami sedang bersama Imam Asy-Syafi’i, lalu datanglah seseorang dan bertanya tentang suatu permasalahan. Maka As-Syafi’i berkata, “Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam telah memutuskan permasalahan ini dengan hukum demikian dan demikian”. Orang itu berkata kepada Imam As-Syafi’i, “Bagaimana menurut pendapat Anda?”, maka Imam As-Syafii berkata,

سبحان الله!! تراني في كنيسة؟! تراني في بيعة؟! ترى على وسطي زُنَّارًا؟! أقول لك قضى فيها رسول الله وأنت تقول: ما تقول أنت؟!

“Maha suci Allah, apakah engkau sedang melihatku di gereja?!, apakah engkau sedang melihatku di tempat ibadah orang-orang yahudi?!, apakah engkau melihat di pinggangku ada zunnar (yaitu sabuk yang dipakai oleh orang-orang Nasrani)?!. Aku katakan kepadamu bahwa Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam memutuskan perkara ini dengan hukuman demikian dan demikian lantas engkau berkata “Bagaimana menurut pendapatmu?”?![16]

عَنْ عَبْدِ الله بْنِ مُغَفَّلٍ : نَهَى النَّبِيُّ عَنِ الْخَذْفِ وَقَال((إِنَّهَا لاَتَصْطَادُ صَيْدًا وَلاَ تَنْكَأُ عَدُوًا وَلَكِنَّهَا تَفْقَأُ الْعَيْنَ وَتَكْسِرُ السِّنَّ)) فَقَالَ رَجُلٌ : وَمَا بَأْسُ هَذَا؟ فَقَالَ : إِنِّي أُحَدِّثُكَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ وَتَقُوْلَ هَذَا؟ وَاللهِ لاَأُكَلِّمُكَ أَبَدًا

Dari Abdullah bin Mugoffal bahwasanya Nabi shallallahu 'alihi wa sallam melarang khadzf (mengutik dengan kerikil tatkala berburu untuk melukai hewan buruan-pen) dan Nabi shallallahu 'alihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya khadzf (kutikan) itu tidaklah menghasilkan hewan buruan, juga tidak mematikan musuh, namun hanya membutakan mata dan mematahkan gigi”. Orang itupun berkata kepada Abdullah, “Memangnya kenapa dengan khadzf?”, maka Abdullah berkata, “Saya menyampaikan kepada engkau hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam lalu engkau berkata demikian?, demi Allah saya tidak akan berbicara denganmu selamanya!”.[17]

Imam An Nawawi berkata, “Hadits ini menunjukan pemboikotan terhadap ahlul bid’ah dan pelaku kefasikan dan penentang sunnah setelah dijelaskan kepadanya, dan boleh memboikotnya secara terus menerus. Adapun larangan dari memboikot seorang muslim lebih dari tiga hari hanyalah berlaku pada orang yang bersalah karena kepentingan pribadi atau karena persoalan kehidupan dunia. Adapun para ahlul bid’ah dan semisal mereka maka pemboikotan terhadap mereka dilakukan secara terus menerus.[18] Padahal disebutkan dalam riwayat Muslim bahwa pria yang diboikot oleh Abdullah tersebut merupakan kerabat keluarga beliau.

Berkata Ibnu Hajar, “Hadits ini menunjukan akan bolehnya memboikot orang yang menyelisihi sunnah meninggalkan berbicara dengannya, dan hal ini tidak termasuk dalam larangan dari memboikot (saudara sesama muslim) lebih dari tiga hari, karena larangan tersebut hanyalah jika berkaitan dengan pemboikotan karena perkara pribadi”[19]

Dari Salim bin Abdillah, bahwasanya Abdullah bin Umar berkata:

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ : ((لاَتَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ إِذَا اسْتَأَنَّكُمْ إِلَيْهَا)). فَقَالَ بِلاَلُ بْنِ عَبْدِ الله : وَاللهِ لَنَمْنَعُهُنَّ.

فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ عَبْدِ الله فَسَبَّهُ سَبًّا شَدِيْدًا مَا سَمِعْتُهُ سَبَّهُ مِثْلَهُ قَطٌ, وَقَالَ : أُخْبِرُكَ عَنْ رَسُلِ اللهِ وَتَقُوْلُ : وَاللهِ لَنَمْنَعُهُنَّ

Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian melarang wanita-wanita kalian pergi ke mesjid-mesjid jika mereka telah meminta idzin kepada kalian” Lalu berkatalah Bilal bin Abdullah bin Umar (yaitu putra Abdullah bin Umar-pen), “Demi Allah kami akan melarang mereka (ke mesjid)”. Maka Abdullah bin Umarpun menghadap kepadanya lalu mencelanya dengan celaan yang sangat keras yang saya sama sekali tidak pernah mendengar ia mencela seperti itu, lalu berkata, “Saya mengabarkan kepadamu hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam lantas engkau berkata “Demi Allah kami akan melarang mereka”??”[20] Dalam satu riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Muslim فَضَرَبَ فِيْ صَدْرِهِ “Maka Abdullahpun memukul dadanya”

Imam Nawawi berkata, “Hadits ini menunjukan hukuman terhadap orang yang protes terhadap sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam dan yang membantah sunnah dengan pemikirannya. Hadits ini juga menunjukan (bolehnya) hukuman seorang bapak kepada anaknya walaupun sang anak telah dewasa”[21]

Berkata Ibnu Hajar[22], “Tidaklah Abdullah mengingkari putranya Bilal dengan pengingkaran yang sangat keras karena Bilal secara langsung menyelisihi hadits, namun kalau seandainya Bilal berkata misalnya “Sesungguhnya zaman sudah berubah, dan sebagian wanita terkadang nampak dari mereka keinginan pergi ke mesjid namun ternyata mereka punya maksud yang lain” maka yang nampak Abdullah bin Umar tidak akan mengingkarinya (sedemikian rupa) sebagaimana yang diisyaratkan oleh Aisyah[23]”

Beliau juga berkata, “Dan diambil (faedah) dari pengingkaran Abdullah kepada putranya yaitu pemberian hukuman dan pelajaran kepada orang yang menentang sunnah Nabi dengan berlandaskan pikirannya dan kepada orang alim namun mengikuti hawa nafsunya, dan bolehnya seorang bapak memberi hukuman dan pelajaran kepada anaknya walaupun sang anak telah besar dan dewasa jika ia mengucapkan suatu perkataan yang tidak pantas, serta bolehnya memberi hukuman dengan menghajr (memutuskan hubungan). Telah datang riwayat dari jalan Ibnu Abi Najiih dari Mujahid pada Musnad Imam Ahmad فَمَا كَلَّمَهُ عَبْدُاللهِ حَتَى مَاتَ (Maka Abdullah bin Umar tidak pernah berbicara kepada anaknya (Bilal) hingga wafat)[24]. Jika riwayat ini shahih maka ada kemungkinan bahwa salah satu dari keduanya tidak lama kemudian meninggal setelah terjadinya kisah ini.”[25]

عن عطاء بن يسار : أن رجلا باع كِسرة من ذهب أو ورق بأكثر من وزنها، فقال له أبو درداء : سمعت رسول الله يقول: ((يُنْهَى عَنْ مِثْلِ هَذَا إِلاَّ مَثَلا بِمَثَلٍ)). فقال الرجل: ما أرى بمثل هذا بأسًا. فقال أبو درداء : من يعذرني من فلان؟، أحدثه عن رسول الله ويخبرني عن رأيه، لا أساكنه بأرض أنت بها

Dari ‘Ato bin Yasar, ada seseorang yang menjual sepotong (sebongkah) emas atau perak dengan harga yang lebih berat dari berat bongkahan tersebut. Maka Abu Darda’pun berkata kepadanya, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam berkata ((Dilarang dari yang seperti ini kecuali sama beratnya )antara emas atau perak yang di jual (di tukar) dengan perak atau emas yang di jadikan sebagai pembayar)). Orang tersebut berkata, “Menurut saya tidak mengapa”. Maka Abu Darda’pun berkata kepadanya, “Siapa yang menghalangiku dari orang ini?, aku sampaikan kepadanya hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam lantas dia menyampaikan kepadaku pendapatnya (yang menentang hadits). Saya tidak akan tinggal di tempat yang kamu berada di situ”[26]

عن الأعرج قال : سمعت أبا سعيد الخدري يقول لرجل: أتسمعني أحدث عن رسول الله أنه قال: ((لاَ تَبِيْعُوْا الدِّيْنَارَ بِالدِّيْنَارِ وَالدِّرْهَمَ بِالدِّرْهَمِ إِلاَّ مَثَلا بِمَثَلٍ، وَ لاَ تَبِيْعُوْا مِنْهَا عَاجِلاَ بِآجِلٍ)) ثم أنت تفتي بما تفتي؟، والله لايؤويني وإياك ما عشت إلا المسجد!"

Dari Al-A’roj berkata, “Saya mendengar Abu Said Al-Khudri berkata kepada seseorang, “Tidakkah engkau mendengarkan perkataanku?, aku sampaikan kepadamu hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam bahwasanya ia bersabda ((Janganlah kalian menjual dinar dengan dinar atau dirham dengan dirham kecuali jika sama sama berat timbangannya, dan janganlah kalian menjualnya dengan tidak kontan)), kemudian engkau berfatwa dengan fatwamu (yang menyelisihi hadits)??. Demi Allah kita tidak akan berada di bawah satu atap selama hidupku kecuali di mesjid”[27]

Berkata Al-Hakim, :”Saya mendengarnya –yaitu Abu Bakar As-Shibgi (wafat pada tahun 342 H)- tatkala dia sedang berbicara dengan seorang ahli fikih, dia berkata, “Sampaikanlah kepada kami riwayat hadits dari jalan Sulaiman bin Harb!”. Maka ahli fiqh itu berkata, حَدَّثَنَا دَعْنَا مِنْ “Tinggalkan kami dari perkataan حَدَّثَنَا (Telah menyampaikan kepada kami), إِلَى مَتَى حَدَّثَنَا وَ أَخْبَرَنَاsampai kapan terus (kita sibuk dengan) حَدَّثَنَا dan أَخْبَرَنَا (Telah mengabarkan kepada kami)??. Maka Abu Bakar As-Sibgi berkata, يا هذا لست أشُمُّ من كلامك رائحة الإِيْمَانِ، وَلاَ يَحِلُّ لَكَ أَنْ تدخل دَاري “Wahai fulan, saya tidak mencium dari perkataanmu bau kaimanan, dan tidak halal bagi engkau memasuki rumahku”. Kemudian diapun memboikot ahli fikh tersebut hingga dia wafat.[28]

Abul Husain At-Thobsi berkata, “Saya mendengar Abu Sa’id Al-Ashthikhri berkata –dan tatkala itu datang seseorang kepadanya dan bertanya kepadanya, “Apakah boleh beristinja’ dengan tulang?- maka ia (Abu Sa’id) menjawab, “Tidak boleh”. Orang itu berkata, “Kenapa tidak boleh?”, ia berkata, “Karena Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam bersabda ((هُوَ زَادُ إِخْوَانِكُمْ مِنَ الْجِنِّ)) “Dia adalah bekal (makanan) saudara-saudara kalian dari golongan jin”. Orang itu menimpali, “Bukankah manusia lebih mulia daripada jin?” ia berkata, “Tentu manusialah yang lebih mulia”. Orang itu berkata, “Jika demikian, lantas mengapa boleh beristinja’ dengan air, padahal air adalah minuman manusia?”, iapun menerjang orang itu dan memegang lehernya dan berkata “Wahai zindik (munafik), engkau menentang sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam??. Lalu ia (Abu Sa’id) mencekik orang itu, kalau tidak segera saya cegah mungkin ia telah membunuh orang itu”[29]

Ibnul Qoyyim berkata, “Apakah ada diantara para sahabat yang tatkala mendengar hadits Nabi lantas memabantahnya dengan qiyasnya?, atau dengan perasaannya?, atau dengan pendapatnya?, atau dengan akalnya?, atau dengan siasat politiknya???...apakah ada diantara mereka yang lebih mendahulukan akal atau qiyas atau perasaan atau politik atau taklid dari pada hadits Nabi shallallahu 'alihi wa sallam ??... Sungguh Allah telah memuliakan dan mensucikan dan menjaga mata mereka dari melihat wajah orang yang demikian halnya (yang menentang hadits Nabi dengan akal atau perasaannya) atau membiarkan ada orang seperti ini dizaman mereka.

Umar bin Khottob telah memberi hukuman pedang kepada orang yang mendahulukan pendapatnya dari pada hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam dengan berkata, “ini adalah pendapatku”.

Ya Allah… bagaimana jika Umar melihat apa yang kita lihat sekarang ini?? Jika Umar menyaksikan musibah yang menimpa kita berupa sikap mengedepankan pendapat si fulan dan si fulan dari pada perkataan Nabi shallallahu 'alihi wa sallam yang terjaga dari kesalahan?? Bagaimana jika Umar melihat penentangan orang-orang yang menampilkan pendapat-pendapat mereka dan lebih mengedepankan pendapat dan pemikiran mereka daripada perkataan Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam?? Hanyalah Allah tempat meminta pertolongan, Dari Dialah kita diciptakan dan kepadaNyalah kita kembali”.[30]

Allah berfirman:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لا تَشْعُرُونَ﴾ (الحجرات:2)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dam janganlah kamu berkata padanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. 49:2)

Berkata Ibnul Qoyyim mengomentari ayat ini, “Maka Allah memperingatkan orang-orang mukmin dari terhapusnya amalan mereka jika mereka mengeraskan suara mereka di hadapan Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam sebagaimana mereka mengeraskan suara mereka diantara mereka.

Dan terhapusnya amalan dalam permasalahan ini bukanlah dikarenakan kemurtadan tetapi dikarenakan kemaksiatan yang bisa menghapuskan amal padahal pelakunya tidak merasa. Bagaimana pula dengan orang yang mengedapankan perkataan, petunjuk, dan jalan selain Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam diatas perkataan, petunjuk, dan jalan Rasulullah??, bukankah orang seperti ini juga telah menghapus amalannya dan dia dalam keadaan tidak sadar??[31]



3. Tidak mengedapankan perkataan siapapun diatas perkataan Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam

As-Sya’bi berkata kepada seseorang, مَا حدَّثُوك عن رسول الله فخذ به وما قالوه برأيهم فَأَلْقِهِ في الحُشِّ “Apa saja yang mereka sampaikan kepadamu dari Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam maka ambillah dan apa saja yang mereka katakan dari pendapat mereka maka buanglah di jamban (tempat buang air)[32]

Berkata Umar bin Abdilaziz, لارأْيَ لأَحَدٍ مع سنةٍ سنَّهَا رسولُ الله “Tidak dilihat pendapat siapapun jika telah ada sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam”[33]

Imam As-Syafi’I berkata, أَجْمعَ الناسُ على أنَّ من استبانتْ له سنةٌ عن رسول الله لم يكن له أنْ يَدَعَها لِقول أحد من النَّاس “Manusia telah sepakat bahwasanya barangsiapa yang telah jelas baginya suatu sunnah dari Nabi shallallahu 'alihi wa sallam maka tidak boleh baginya untuk meninggalkan sunnah tersebut karena mengikuti perkataan (pendapat) seseorang”. Dan telah sah bahwasanya beliau juga pernah berkata, لا قول لأَحَدٍ مع سنةِ رسولِ الله “Tidak dilihat pendapat siapapun jika telah ada sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam”[34]

Berkata Ibnu Khuzaimah, , لا قول لأَحَدٍ مع رسولِ الله إِذَا صَحَّ الْخَبَرُ غنه “Tidak dipandang perkataan siapapun jika telah sah sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam”[35]

Dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Nabi berhaji tamattu’[36], maka Urwah bin Az-Zubair berkata, “Abu Bakar dan Umar melarang tamattu’”. Ibnu Abbas menimpali perkataannya, أُرَاهُم سَيَهْلَكُوْنَ، أَقُوْلُ قَالَ النَّبِيُّ وَيَقُوْلُوْنَ: نَهَى أَبُو بَكْرٍ وَ عُمَرُ “Aku melihat mereka akan binasa, aku menyampaikan kepada mereka “Nabi shallallahu 'alihi wa sallam bersabda demikian”, namun mereka berkata “Abu Bakar dan Umar melarang.”[37]

Dalam riwayat yang lain beliau berkata, يُوْشِكُ أَنْ تَنْزِلَ حِجَارَةٌ مِنَ السَّمَاءِ، أَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ وَتَقُوْلُونَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ؟؟! “Hampir saja menimpa kalian hujan batu dari langit, aku berkata “Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam berkata demikian” lantas kalian berkata, “Abu Bakar dan Umar berkata demikian dan demikian”[38]

Berkata Syaikh Ibnu Al-Utsaimin, “Abu Bakar dan Umar adalah orang yang paling terbaik dari umat ini, dan yang paling dekat kepada kebenaran. Nabi shallallahu 'alihi wa sallam telah bersabda إِنْ يُطِيْعُوا أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يَرْشُدُوا “Jika mereka patuh kepada Abu Bakar dan Umar maka mereka akan mendapat petunjuk”[39], dan diriwayatkan juga dari Nabi shallallahu 'alihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda اِقْتَدَوْا بِالَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ “Teladanilah dua orang sepeninggalku yaitu Abu Bakar dan Umar!”[40]. Beliau shallallahu 'alihi wa sallam juga bersabda عَلَيْكُمْ بِسُنّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِي تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَجَذَِ “Wajib atas kalian untuk mengikuti sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rosyidin yang mendapat petunjuk sepeninggalku. Berpegangteguhlah dengannya dan gigitlah dengan geraham-geraham kalian”[41]. Dan tidak pernah diketahui dari Abu Bakar dan Umar bahwasanya keduanya menyelisihi hadits yang sangat jelas dari Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam dengan akal mereka berdua. Maka jika ada orang yang menghadapkan hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam dengan perkataan Abu Bakar dan Umar maka dikawatirkan akan turun hujan batu dari langit bagaimana lagi dengan orang yang menentang hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam dengan membawakan perkataan orang yang jauh di bawah derajat mereka berdua?? Padahal perbedaan antara orang tersebut dengan Abu Bakar dan Umar seperti bedanya langit dan bumi??, tentunya hukumannya lebih parah lagi.[42]”

Berkata Salim bin Abdillah,

إني لجَاَلِسٌ مع ابن عمر في المسجد إذ جاءه رجل من إهل الشام فسأله عن التمتع بالعمرة إلى الحج؟ فقال ابن عمر : حسن جميل. فقال: فإن أباك كان ينهى عن ذلك؟ فقال: ويلك! فإن كان أبي قد نهى عن ذلك وقد فعله رسول الله وأمر به، فبقول أبي تأخذ أم بأمر رسول الله؟ قال بأمر رسول الله. فقال : فقم عني

“Aku sedang duduk bersama Ibnu Umar di masjid tiba-tiba datang seseorang dari penduduk negeri Syam, lalu dia bertanya kepada Ibnu Umar tentang umrah bersama haji?, maka Ibnu Umar berkata, “(Ini adalah perkara yang) baik dan bagus”. Orang itu berkata, “Tapi ayahmu (yaitu Umar bin Al-Khottob) dulu melarang perkara ini?”. Ibnu Umar berkata, “Celaka engkau, jika ayahku telah melarang perkara ini dan perkara ini telah dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam dan telah memerintahkannya maka perkataan ayahku yang kau pegang ataukah perintah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam?!”. Orang itu berkata, “Perintah Nabi”. Ibnu Umar lalu berkata, “Menyingkirlah dariku!!”.[43]

Berkata Abu As-Saib, “Kami berada bersama Imam Waki’ lalu beliau berkata kepada seseorang yang termasuk ahlu ro’yi أَشْعَرَ رَسُوْلُ اللهِ “Rasulullah berbuat isy’ar[44]”. Orang itupun menimpali, “Tapi Abu Hanifah berpendapat bahwa isy’ar itu adalah mutslah (penyiksaan dengan mencincang)”. Kemudian orang itu melanjutkan perkataannya, “Telah datang dari Ibrahim An-Nakho’i bawhasanya dia berkata, “Isy’ar itu mutslah”. Maka akupun melihat Imam Waki’ marah besar dan berkata: أَقُوْلُ لَك ٌَالَ رَسُوْلُ اللهِ وَتَقُوْلُ قَالَ إِبْرَاهِيْمُ؟؟ مَا أَحَقَّكَ بِأَنْ تُحْبَسَ ثُمَّ لاَتَخْرُجَ حَتَّى تَنْزِعَ عَن قَوْلِكَ “Aku berkata kepadamu Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam bersabda demikian lantas engkau berkata Ibrahim berkata demikian..!!, engkau sungguh sangat pantas untuk dipenjara kemudian tidak keluar dari penjara tersebut hingga engkau mencabut perkataanmu ini!”[45]

Berkata Imam Ahmad:

عجِبتُ من قَومٍ عرَفوا الإسنادَ وَصِحَّتَهُ يذهبون إلى رَأْيِ سُفيانَ واللهُ يقول : ﴿فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾ (النور: من الآية63). أتدري ما الفتنة؟ الفتنة شرك، لعله إذا ردَّ بعضَ قوله أَن يقعَ في قلبه شيء من الزيغ فَيهْلِك

“Aku heran terhadap sauatu kaum yang mereka mengetahui tentang isnad dan shohihnya isnad tersebut lantas mereka mengikuti pendapat Sufyan (At-Tsauri yang menyelisihi hadits Rasulullah-pen), padahal Allah telah berfirman: “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. 24:63). Tahukah engkau apa yang dimaksud dengan fitnah dalam ayat ini?, maksudnya adalah keyirikan, karena ia jika menolak sebagian hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam maka akan masuk dalam hatinya suatu penyimpangan lalu ia celaka”[46]

Namun yang sangat menyedihkan apa yang terjadi pada kaum muslimin, banyak dari mereka yang terlalu berlebihan dalam mengagungkan imam madzhab mereka, guru-guru mereka, kiyai-kiyai mereka sampai-sampai mereka lebih mendahulukan pendapat imam-imam mereka daripada hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam.

Ibnu Sirin menyampaikan hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam kepada seseorang lalu orang itu berkata, “Si fulan dan si fulan telah berkata ini dan itu..”, maka Ibnu Sirinpun berkata أُحَدِّثُكَ عَنِ النَّبِيِّ وَتَقُوْلُ قَالَ فُلاَنٌ وَفُلاَنٌ كَذَا وَكَذَا؟، وَاللهِ لاَأُكَلِّمُكَ أَبَدًا “Aku menyampaikan kepadamu hadits dari Nabi shallallahu 'alihi wa sallam lantas engkau berkata, “Si fulan dan si fulan telah berkata ini dan itu”?, demi Allah aku tidak akan berbicara denganmu selamanya”[47]



4. Berhukum kepada sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam jika terjadi perselisihan dalam permasalahan apapun

Allah berfirman

﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالاً مُبِيناً﴾ (الأحزاب:36)

Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetappkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. 33:36)

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً﴾ (النساء:59)

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. 4:59)

Firman Allah شَيْءٍ “sesuatu”, dalam ayat ini mencakup seluruh perselisihan baik dalam masalah usul maupun masalah furu’[48]

﴿فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيماً﴾ (النساء:65)

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. 4:65)

Berkata Ibnu Taimiyah, “Semua yang keluar dari sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam dan syari’atnya (tidak berhukum dengan sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam) maka Allah telah bersumpah dengan Dzatnya Yang Suci bahwasanya mereka tidaklah beriman hingga mereka ridha dengan hukum yang diputuskan oleh Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam di semua perkara yang mereka perselisihkan baik perkara agama maupun perkara dunia, dan hingga tidak tersisa dalam hati mereka rasa keberatan terhadap keputusan Nabi shallallahu 'alihi wa sallam”[49]

﴿ألَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالاً بَعِيداً وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُوداً﴾ (النساء:60-61)

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka:”Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul,” niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (QS. 4:60-61)

Berkata Ibnul Qoyyim, “Maka Allah menjadikan sikap berpaling dari apa yang datang dari Nabi shallallahu 'alihi wa sallam dan sikap memandang kepada hukum selain hukum Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam merupakan hakikat dari kemunafikan, sebagaimana hakikat dari keimanan adalah menjadikan Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam pemutus perkara dan tidak adanya keberatan dalam dada dari keputusan yang ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam serta pasrah menerima dengan keputusan tersebut, ridha sesuai dengan kehendak sendiri karena kecintaan kepada Nabi shallallahu 'alihi wa sallam. Inilah hakikat dari keimanan, dan sikap berpaling adalah hakikat dari kemunafikan”[50]

Dan hal inilah (kembali kepada sunnah Nabi tatkala terjadi perselisihan) yang diserukan oleh para Imam madzhab. Namun sungguh menyedihkan betapa banyak para pengikut madzhab yang fanatik dengan madzhab mereka. Mereka memegang teguh pendapat imam madzhab mereka, seakan-akan perkataan imam mereka turun dari langit[51], seakan-akan imam mereka ma’sum (terjaga dari kesalahan). Padahal ini menyelisihi wasiat dari para imam madzhab tersebut.[52]

a. Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al-Kufi,

Diantara wasiat-wasiat beliau adalah:

إذا صح الحديث فهو مذهبي

“Jika telah shahih suatu hadits maka itulah madzhabku”[53]

لا يحل لأحد أن يأخذ بقولنا ما لم يعلم من أين أخذناه

“Tidak halal bagi seorangpun untuk mengambil pendapat kami jika dia tidak tahu dari mana kami mengambil pendapat tersebut”[54]

وفي رواية : ( حرام على من لم يعرف دليلي أن يفتي بكلامي )

Dalam riwayat yang lain, “Haram atas orang yang tidak mengetahui dalilku untuk berrfatwa dengan pendapatku”

زاد في رواية : ( فإننا بشر نقول القول اليوم ونرجع عنه غدا )

Dalam riwayat yang lain, “Sesungguhnya kami hanyalah manusia, kami menyatakan suatu pendapat pada hari ini kemudian esok harinya kami cabut pendapat tersebut”

وفي أخرى : ( ويحك يا يعقوب ( هو أبو يوسف ) لا تكتب كل ما تسمع مني فإني قد أرى الرأي اليوم وأتركه غدا وأرى الرأي غدا وأتركه بعد غد )

Dalam riwayat yang lain, “Celaka engkau wahai Ya’qub (yaitu Abu Yusuf), janganlah engkau menulis semua yang kau dengar dariku, karena aku terkadang menyatakan suatu pendapat pada hari ini kemudian esok harinya aku tinggalkan pendapatku tersebut, dan terkadang aku menyatakan suatu pendapat di esok hari kemudian lusanya aku tinggalkan pendapatku tersebut.”

Berkata Syaikh Al-Albani, “Hal ini terjadi karena Imam Abu Hanifah banyak membangun pendapat-pendapatnya di atas qias, lalu nampak baginya ada qias lain yang lebih kuat, atau sampai kepadanya hadits Nabi shallallahu 'alihi wa sallam (yang tadinya tidak diketahuinya) kemudian diapun mengambil hadits tersebut dan meninggalkan pendapatnya yang lalu”[55]

b. Imam Malik bin Anas


Diantara wasiat-wasiat beliau adalah:

إنما أنا بشر أخطئ وأصيب فانظروا في رأيي فكل ما وافق الكتاب والسنة فخذوه وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة فاتركوه

“Sesungguhnya aku hanyalah manusia berbuat benar dan bersalah, maka lihatlah kepada pendapatku, semua pendapatku yang sesuai denga Al-Qur’an dan sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam maka ambillah dan semua yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam maka tinggalkanlah”[56]

ليس أحد بعد النبي صلى الله عليه وسلم إلا ويؤخذ من قوله ويترك إلا النبي صلى الله عليه وسلم

Tidak seorangpun setelah sepeninggal Nabi shallallahu 'alihi wa sallamkecuali pendapatnya bisa diterima atau ditolak, kecuali Nabi shallallahu 'alihi wa sallam”[57]

قال ابن وهب : سمعت مالكا سئل عن تخليل أصابع الرجلين في الوضوء ؟ فقال : ليس ذلك على الناس، قال فتركته حتى خف الناس فقلت له : عندنا في ذلك سنة فقال : وما هي ؟ قلت : حدثنا الليث بن سعد وابن لهيعة وعمرو بن الحارث عن يزيد بن عمرو المعافري عن أبي عبد الرحمن الحنبلي عن المستورد بن شداد القرشي قال : رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يدلك بخنصره ما بين أصابع رجليه . فقال : إن هذا الحديث حسن وما سمعت به قط إلا الساعة ثم سمعته بعد ذلك يسأل فيأمر بتخليل الأصابع

Berkata Ibnu Wahb, “Saya mendengar Malik ditanya tentang (hukum) menyela-nyela jari-jari kaki tatkala wudlu”, beliau berkata, “Hal itu tidak dilakukan oleh orang-orang”, maka akupun meninggalkannya hingga orang-orang sudah sepi lalu aku katakan kepadanya, “Kami mengetahui sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam tentang hal itu”, Imam Malik berkata, “Sebutkan sunnah tersebut!”. Aku berkata, “Telah menyampaikan kepada kami Al-Laits bin Sa’ad dan Ibnu Lahi’ah dan ‘Amr bin Al-Harits dari Yazid bin ‘Amr Al-Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habali dari Al-Mustaurod bin Syaddad Al-Qurosyi, ia berkatam “Saya melihat Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam menggosok dengan jari keingkingnya sela-sela jari-jari kakinya”. Lalu berkata Imam Malik, “Hadits ini adalah hadits yang hasan, aku sama sekali tidak pernah mendengarnya kecuali sekarang.” Kemudian saya mendengar ia ditanya setelah itu maka iapun memerintahkan untuk menyela jari-jari kaki tatkala wudlu”[58]

c. Imam As-Syafi’i

Diantara wasiat-wasiat beliau adalah:

أَجْمعَ الناسُ على أنَّ من استبانتْ له سنةٌ عن رسول الله لم يكن له أنْ يَدَعَها لِقول أحد من النَّاس

“Manusia telah sepakat bahwasanya barangsiapa yang telah jelas baginya suatu sunnah dari Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam maka tidak boleh baginya untuk meninggalkan sunnah tersebut karena mengikuti perkataan (pendapat) seseorang”

)إذا وجدتم في كتابي خلاف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم فقولوا بسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ودعوا ما قلت(. وفي رواية ( فاتبعوها ولا تلتفتوا إلى قول أحد )

“Jika kalian mendapatkan dalam kitab-kitabku apa yang menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam maka bepandapatlah dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam dan tinggalkanlah pendapatku”, dalam riwayat yang lain, “Ikutilah sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam dan janganlah kalian melihat pendapat siapapun”[59]

( إذا صح الحديث فهو مذهبي )

“Jika telah shahih suatu hadits maka itulah madzhabku”[60]

إذا رأيتموني أقول قولا وقد صح عن النبي صلى الله عليه وسلم خلافه فاعلموا أن عقلي قد ذهب.

“Jika kalian mendapatiku menyatakan suatu pendapat padahal ada hadits yang shahih dari Nabi shallallahu 'alihi wa sallam yang menyelisihi pendapatku itu maka ketahuilah tatkala itu akalku sedang tidak ada”[61]

كل حديث عن النبي صلى الله عليه وسلم فهو قولي وإن لم تسمعوه مني

“Semua hadits dari Nabi shallallahu 'alihi wa sallam maka itulah pendapatku walaupun kalian tidak mendengar aku menyatakan pendapatku tersebut”[62]

d. Imam Ahmad bin Hanbal


Diantara wasiat-wasiat beliau:

لا تقلدني ولا تقلد مالكا ولا الشافعي ولا الأوزاعي ولا الثوري وخذ من حيث أخذوا

“Janganlah kalian taklid kepadaku, dan jangan taklid kepada Malik, As-Syafi’i, Al-Auza’i, Ats-Tsauri, namun ambillah dari mana mereka mengambil”[63]

رأي الأوزاعي ورأي مالك ورأي أبي حنيفة كله رأي وهو عندي سواء وإنما الحجة في الآثار

Beliau juga berkata, “Pendapat Al-Auza’i, pendapat Malik, pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, semuanya sama di sisiku. Hujjah (argumen) hanyalah pada atsar (hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam)”[64]

Syaikh Al-Albani berkata (setelah menyebutkan wasiat-wasiat empat imam madzhab di atas), “Inilah perkataan para Imam madzhab tentang perintah untuk berpegang teguh dengan hadits dan larangan untuk mentaklid mereka tanpa dalil. Perkataan-perkataan mereka ini sangat jelas, tidak bisa dipungkiri, dan tidak bisa ditarik ulur maknanya. Oleh karena itu barangsiapa yang berpegang teguh dengan semua yang shahih dari sunnah-sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam walaupun menyelisihi sebagian pendapat para imam madzhab maka tidaklah dikatakan dia telah tampil beda (menyelisihi) atau telah keluar dari jalan para imam madzhab, bahkan dia adalah pengikut para imam madzhab tersebut dan telah berpegang teguh kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Berbeda dengan orang yang meninggalkan sunnah Nabi shallallahu 'alihi wa sallam yang shahih hanya karena menyelisihi pendapat para imam madzhab, orang seperti ini pada hakekatnya telah menentang para imam madzhab dan menyelisihi perkataan dan wasiat mereka sebagaimana telah disebutkan disatas. Allah berfirman:

﴿فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيماً﴾ (النساء:65)

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. 4:65)

﴿فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾ (النور: من الآية63)

Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. 24:63)”[65]


Firanda Andirja
www.firanda.com

Catatan Kaki:
[1] Diriwayatkan oleh Al-Hakim 3/62 dan beliau berkata, “Ini adalah hadits yang shahih sesuai dengan kriteria persyaratan Imam Bukhari dan Muslim dan keduanya tidak mengeluarkan hadits ini (dalam kitab shahih mereka). Dan beliau disepakati oleh Ad-Dzahabi. Dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani karena syawahidnya (As-Shahihah no 306)

[2] Maksud dari perkataan serigala ini adalah “Engkau wahai penggembala kambing yang telah merebut kembali kambingmu dariku, sesungguhnya engkau suatu saat akan lari tatkala datang singa menerkam kambing ini dan engkau tidak bisa menyelamatkannya, lalu singa tersebut memakan kambing itu hingga puas kemudian akulah sendiri yang berada (menunggui/memperhatikan kambing itu) hingga selesai singa itu makan, lalu aku memakan kambing yang tersisa dari lahapan singa.” (Fathul Bari 7/35 penjelasan hadits no 3663)

[3] HR Al-Bukhari no 3471, dan dalam tempat-tempat yang lain no 2324, 3663, dan 3690

[4] Fathul Bari 7/35 penjelasan hadits no 3663

[5] Fathul Bari 6/634, penjelasan hadits no 3471

[6] Jangankan hadits yang ini bahkan hadits yang tidak aneh saja mereka tolak sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dimana Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam bersabda :

قال النبي إذا وقع الذباب في شراب أحدكم فليغمسه ثم لينزعه فإن في إحدى جناحيه داء والأخرى شفاء

“Jika sesekor lalat jatuh di minuman salah seorang dari kalian maka hendaklah ia memebenamkan lalat tersebut (dalam minumannya) kemudia mengeluarkan lalat tersebut karena pada salah satu sayap lalat tersebut ada racun dan pada sayap yang lain ada obat”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Abu Dawud no 3844, Ibnu Majah no 3503, Ahmad no 7353, 7562, 8642, 9024, 9157, 9719, 11205, Ibnu Hibban no 1246, 1247, 5250, Ibnu Khuzaimah no150 (1/56), An-Nasai (Al-Kubro) no 4588 (3/88), Al-Baihaqi no 1122, 1125. Hadits ini diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Abu Sa’I Al-Kudri. Juga dirwayatkan dari Anas bin Malik sebagaimana dalam riwayat Al-Bazzar dengan para perawi yang tsiqoh sebagaimana perkataan Ibnu Hajar (Al-Fath 10/308 syarh hadtis no 5782) dari riwayat ‘Abdullah bin Al-Mutsanna dari paman beliau Tsumamah bahwasanya pamannya tersebut menyampaikan kepadanya seraya berkata,

كنا عند أنس فوقع ذباب في إناء فقال أنس بأصبعه فغمسه في ذلك الإناء ثلاثا ثم قال بسم الله وقال أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمرهم أن يفعلوا ذلك

“Kami bersama Anas, lalu jatuh seeokr lalat di sebuah cangkir maka Anaspun mneclupkan lalat tersebut dengan jarinya dalam cangkir tersebut tiga kali kemudian ia berkata “Bismillah” dan berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam memerintahkan mereka (para sahabat) untuk melakukannya”

Sebagian mereka ada yang berkata mengomentari hadits ini, “Saya mengambil perkataan Dokter yang kafir dan saya tidak menerima perkataan Rasulullah !!!”

Oleh karena itu jangan tertipu dengan perkataan orang yang menolak hadits ini dengan dalih bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan riwayat-riwayat Abu Hurairah masih perlu diteliti dan dipertanyakan. Ketahuilah bahwa seandainya Abu Hurairah sendiri yang meriwayatkan hadits ini maka kita harus menerimanya karena dia adalah seorang sahabat yang pernah didoakan oleh Rasulullah agar kuat hapalannya. Apalagi jika hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri dan Anas bin Malik –semoga Allah meridhoi mereka-.

Berkata Al-Khottobi هذا مما ينكره من لم يشرح الله قلبه “Hadits ini diantara hadits-hadits yang diingkari oleh orang yang tidak dilapangkan dadanya oleh Allah” (Umdatul Qori 21/293)

[7] Madarijus Salikin 2/387

[8] Berkata Ibnu Hajar, “Yaitu janganlah kalian beramal dalam perkara agama dengan hanya sekedar mengandalkan otak dengan tanpa bersandar kepada dalil dari agama” (Fathul Bari 13/353, syarh hadits no7308)

[9] Maksudnya adalah tatkala terjadi perundingan Hudaibiyah. Berkata Ibnu Hajar, “Disebut kejadian Abu Jandal karena kejadian yang paling genting tatkala itu adalah kisah Abu Jandal” (Fathul Bari 6/338 syarah hadits no 3181). Lihat kisah Abu Jandal dan jalannya perundingan Hudaibiyah secara lengkap pada HR Al-Bukhari no 2731,2732, Kitab As-Syurut. Secara ringkas kejadiannya sebagai berikut:

Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersama para sahabatnya (diantaranya adalah Abu Bakar dan Umar) pergi dari Madinah pada hari senin bulan Dzul Qo’dah tahun ke enam Hijriah (Umdatul Qori 14/6), menuju Mekah untuk melaksanakan Umroh. Tatkala Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam dan para sahabatnya sampai dan singgah di Hudaibiyah datanglah Budail bin Warqo’ mengabarkan kepada Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bahwa orang-orang musyrik di Mekah telah siap siaga untuk memerangi Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam dan para sahabatnya dan akan mengahalangi mereka mengerjakan umroh. Nabi ÷pun berkata,

إنا لم نجئ لقتال أحد ولكنا جئنا معتمرين وإن قريشا قد نهكتهم الحرب وأضرت بهم فإن شاؤوا ماددتهم مدة ويخلوا بيني وبين الناس فإن أظهر فإن شاؤوا أن يدخلوا فيما دخل فيه الناس فعلوا وإلا فقد جموا وإن هم أبوا فوالذي نفسي بيده لأقاتلنهم على أمري هذا حتى تنفرد سالفتي ولينفذن الله أمره

“Sesungguhnya kami datang bukan untuk memerangi seorangpun, namun kami datang untuk mengerjakan umroh. Sesungguhnya peperangan (yang telah terjadi antara kaum muslimin dan kafir Quraisy secara berulang-ulang-pen) telah melemahkan kaum Quraisy dan telah memberi kemudhorotan kepada mereka. Jika mereka ingin maka aku akan memberikan waktu perdamaian (gencat senjata) antara aku dan orang-orang (yaitu orang-orang kafir Arab). Jika (di masa perdamaian tersebut) kaum selain mereka (yaitu orang-orang kafir dari selain kafir Quraisy kota Mekah) mengalahkan aku maka mereka tidak perlu memerangiku lagi (karena aku telah dikalahkan oleh selain mereka-pen). Dan jika aku mengalahkan kaum selain mereka, maka jika mereka ingin mentaatiku sehingga masuk dalam Islam sebagaimana orang-orang masuk dalam Islam maka silahkan. Dan jika mereka enggan masuk dalam Islam maka selepas masa gencatan senjata kekuatan mereka telah kembali. Namun jika mereka (sekarang) enggan untuk gencatan senjata maka demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, aku sungguh-sungguh akan memerangi mereka di atas agamaku hingga aku mati (dan aku bersendirian dalam kuburanku). Dan sesungguhnya Allah akan menolong agamaNya”.

Akhir cerita akhirnya orang-orang Quraisy setuju dengan gencatan senjata lalu mereka mengutus Suhail bin ‘Amr untuk menulis perjanjian damai dengan Nabi shallallahu 'alihi wa sallam.

فجاء سهيل بن عمرو فقال هات اكتب بيننا وبينكم كتابا فدعا النبي صلى الله عليه وسلم الكاتب فقال النبي صلى الله عليه وسلم بسم الله الرحمن الرحيم قال سهيل أما الرحمن فوالله ما أدري ما هو ولكن اكتب باسمك اللهم كما كنت تكتب فقال المسلمون والله لا نكتبها إلا بسم الله الرحمن الرحيم فقال النبي صلى الله عليه وسلم اكتب باسمك اللهم ثم قال هذا ما قاضى عليه محمد رسول الله فقال سهيل والله لو كنا نعلم أنك رسول الله ما صددناك عن البيت ولا قاتلناك ولكن اكتب محمد بن عبد الله فقال النبي صلى الله عليه وسلم والله إني لرسول الله وإن كذبتموني اكتب محمد بن عبد الله (وفي رواية: وكان لا يكتب، فقال لعلي: "امْحُ رسولَ الله"، فقال علي: "والله ر أمحاه أبداً". قال: "فأرِنِيه". فأراه إياه فمحاه النبي بيده) فقال له النبي صلى الله عليه وسلم على أن تخلوا بيننا وبين البيت فنطوف به فقال سهيل والله لا تتحدث العرب أنا أخذنا ضغطة ولكن ذلك من العام المقبل فكتب فقال سهيل وعلى أنه لا يأتيك منا رجل وإن كان على دينك إلا رددته إلينا قال المسلمون سبحان الله كيف يرد إلى المشركين وقد جاء مسلما فبينما هم كذلك إذ دخل أبو جندل بن سهيل بن عمرو يرسف في قيوده وقد خرج من أسفل مكة حتى رمى بنفسه بين أظهر المسلمين فقال سهيل هذا يا محمد أول ما أقاضيك عليه أن ترده إلي فقال النبي صلى الله عليه وسلم إنا لم نقض الكتاب بعد قال فوالله إذا لم أصالحك على شيء أبدا قال النبي صلى الله عليه وسلم فأجزه لي قال ما أنا بمجيزه لك قال بلى فافعل قال ما أنا بفاعل قال أبو جندل أي معشر المسلمين أرد إلى المشركين وقد جئت مسلما ألا ترون ما قد لقيت وكان قد عذب عذابا شديدا في الله

Lalu datanglah Suhail bin ‘Amr, lalu iapun berkata kepada Nabi shallallahu 'alihi wa sallam “Tulislah suatu pernyataan antara kami dan kalian!”, maka Nabi shallallahu 'alihi wa sallam memanggil penulis (yaitu Ali bin Abi Tholib) dan menyuruhnya untuk menulis Bismillahirrohmanirrohim. Suhail berkata, “Adapun Ar-Rohim maka demi Allah, aku tidak tahu apa itu?, tapi tulislah saja bismikallahumma sebagaimana engkau pernah menulis demikian” (karena kebiasaan orang jahilah dahulu mereka menulis “bimikallahumma” dan mereka tidak mengenal bismillahirromanirrohim, lihat Umdatul Qori 14/13). Kaum muslimin (yaitu para sahabat Nabi shallallahu 'alihi wa sallam) berkata, “Demi Allah kami tidak akan menulis kecuali bimillahhirrohmanirrohim”. Nabi shallallahu 'alihi wa sallam berkata kepada si penulis, “Tulilah bismikallahumma”, kemudian beliau shallallahu 'alihi wa sallam memerintahkan untuk menulis “Ini adalah keputusan Muhammad utusan Allah”. Suhail berkata, “Demi Allah kalau kami mengetahui bahwasanya engkau adalah utusan Allah maka kami tidak akan menghalangimu untuk umroh dan kami tidak akan memerangimu, tapi tulislah “Muhammad bin Abdillah”. Nabi shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Demi Allah aku adalah utusan Allah meskipun kalian mendustakan aku, tulislah “Muhammad bin Abdillah”. ((Dalam riwayat yang lain dari hadits Al-Baro’ –HR Al-Bukhari no 3184- Dan Nabi shallallahu 'alihi wa sallam tidak (pandai) menulis maka iapun berkata kepada Ali, “Hapuslah tulisan “Utusan Allah!”. Ali berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menghapusnya selamanya”. Nabi shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Perlihatkanlah kepadaku tulisan tersebut!”, maka Alipun memperlihatkannya kepada Nabi shallallahu 'alihi wa sallam, lalu Nabi shallallahu 'alihi wa sallam pun menghapusnya dengan tangannya)). Lalu Nabi berkata kepada Suhail, “Dengan syarat kalian membiarkan kami untuk ke baitullah melaksanakan towaf”. Suhail berkata, “Demi Allah tidak (bisa demikan) –Bangsa Arab akan mengatakan bahwa kami telah terpaksa (mengalah membiarkan kalian umroh-pen)-, tapi kalian bisa umroh tahun depan”, lalu hal itupun di catat (dalam pernyataan perdamaian), lalu Suhai berkata (menambah pernyataan), “Dengan syarat tidak ada seorangpun yang datang dari kami (dari Mekah) meskipun ia berada di atas agamamu (Islam) kecuali engkau mengembalikannya kepada kami”. Para sahabat berkata, “Subhanallah, bagaiamana dikembalikan kepada orang-orang musyrik padahal ia telah datang (kepada kami) dalam keadaan beragama Islam?”. Dan tatkala mereka masih berunding membuat pernyataan perdamaian, tiba-tiba datang Abu Jandal anak Suhai bin ‘Amr dalam keadaan berjalan tertatih-tatih karena ada belenggu yang membelenggunya, ia telah lari dari bawah kota Mekah dan melemparkan dirinya di tengah-tengah para sahabat. Berkata Suhai (ayah Abu Jandal), “Wahai Muhammad ini adalah orang pertama yang aku menuntut engkau untuk mengembalikannya kepadaku!”. Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam berkata, “Kita sama sekali belum selesai membuat pernyataan!”. Suhail berkata, “Kalau begitu, demi Allah, aku sama sekali tidak mau mengadakan perundingan damai denganmu”. Nabi shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Biarkanlah ia (Abu Jandal) bersamaku!”, Suhail berkata, “Aku tidak akan membiarkannya bersamamu!”. Nabi shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Tidak, tapi engakau akan membiarkannya bersamaku, lakukanlah!”. Suhail berkata, “Aku tidak akan melakukannya”. Berkata Abu Jandal, “Wahai kaum muslimin, apakah aku dikembalikan kepada orang-orang musyrik (Mekah) padahal telah datang dalam keadaan beragama Islam?, tidakkah kalian melihat apa yang telah menimpaku?”, dan ia telah disiksa oleh orang-orang musyrik dengan siksaan yang keras karena bertahan di jalan Allah.

فقال عمر بن الخطاب فأتيت نبي الله صلى الله عليه وسلم فقلت ألست نبي الله حقا قال بلى قلت ألسنا على الحق وعدونا على الباطل قال بلى قلت فلم نعطي الدنية في ديننا إذا قال إني رسول الله ولست أعصيه وهو ناصري قلت أو ليس كنت تحدثنا أنا سنأتي البيت فنطوف به قال بلى فأخبرتك أنا نأتيه العام قال قلت لا قال فإنك آتيه ومطوف به قال فأتيت أبا بكر فقلت يا أبا بكر أليس هذا نبي الله حقا قال بلى قلت ألسنا على الحق وعدونا على الباطل قال بلى قلت فلم نعطي الدنية في ديننا إذا قال أيها الرجل إنه لرسول الله صلى الله عليه وسلم وليس يعصي ربه وهو ناصره فاستمسك بغرزه فوالله إنه على الحق قلت أليس كان يحدثنا أنا سنأتي البيت ونطوف به قال بلى أفأخبرك أنك تأتيه العام قلت لا قال فإنك آتيه ومطوف به

Umar berkata,”Akupun mendatangi Nabi shallallahu 'alihi wa sallam lalu aku berkata kepadanya, “Bukankah engkau adalah benar seorang Nabi (utusan) Allah?”, Nabi shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Tentu saja”, Aku berkata, “Bukankah kita berada di atas kebenaran dan musuh kita berada di atas kebatilan?”, Nabi shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Tentu saja”, Aku berkata, “Lantas mengapa kita bersikap merendah pada agama kita?”. Nabi shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Aku adalah Utusan Allah dan aku tidak bermaksiat kepadaNya, dan Dia adalah penolongku”. Aku (Umar) berkata, “Bukankah engkau perrnah mengatakan kepada kami bahwa kita akan mendatangi ka’bah dan bertowaf di ka’bah?”, Nabi shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Iya, namun apakah aku mengabarkan kepadamu bahwa kita akan mendatangi ka’bah tahun ini?”, Umar bekata, “Tidak”. Nabi shallallahu 'alihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi ka’bah dan akan thowaf di sana”. Umar berkata, “Akupun mendatangi Abu Bakar, lalu aku katakana kepadanya, “Wahai Abu Bakar , bukankah Nabi Muhammad adalah benar seorang Nabi (utusan) Allah?”, Abu Bakar berkata, “Tentu saja”, Aku berkata, “Bukankah kita berada di atas kebenaran dan musuh kita berada di atas kebatilan?”, Abu Bakar berkata, “Tentu saja”, Aku berkata, “Lantas mengapa kita bersikap merendah pada dalam agama kita?”, Abu Bakar berkata, “Wahai Umar, sesungguhnya ia adalah utusan Allah, dan tidak akan bermaksiat kepada Tuhannya, dan Tuhannya akan menolongnya, maka berpegangteguhlah dengan perintahnya dan janganlah menyelisihinya!”. Aku berkata, “Bukankah ia pernah mengabarkan kepada kita bahwa kita akan mendatangi ka’bah dan berthowaf di ka’bah?”, Abu Bakar berkata, “Tentu saja, namun apakah ia mengabarkan kepadamu bahwa engkau akan mendatangi ka’bah tahun ini?”, Aku berkata, “Tidak”, Abu Bakar berkata, “Engkau akan mendatangi ka’bah dan akan thowaf di sana!”. (HR Al-Bukhari no 2731, 2732, Fathul Bari 5/408-425, Umdatul Qori 14/3-14)

Imam Nawawi berkata, “Para ulama berkata bahwa bukanlah pertanyaan-pertanyaan Umar kepada Nabi shallallahu 'alihi wa sallam di atas karena keraguan, namun karena karena beliau ingin mengungkap apa yang ia tidak pahami (kenapa Nabi shallallahu 'alihi wa sallam bisa memutuskan demikian –pen) dan untuk memotivasi (Nabi shallallahu 'alihi wa sallam dan Abu Bakar) untuk merendahkan orang-orang kafir dan memenangkan Islam sebagaimana hal ini merupakan akhlak beliau dan semangat dan kekuatan beliau dalam menolong agama dan menghinakan para pelaku kebatilan. Adapun jawaban Abu Bakar kepada Umar yang seperti jawaban Nabi shallallahu 'alihi wa sallam, hal ini merupakan tanda yang sangat jelas akan tingginya kemuliaan Abu Bakar dan dalamnya ilmu beliau serta menunjukan kelebihan beliau di atas para sahabat yang lain dalam pengetahuan dan kemantapan ilmu pada seluruh perkara tersebut” (Al-Minhaj 12/141, atau cetakan Al-Ma’arif 12/353)

[10] HR At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 1/72 dan Al-Bazzar dalam musnadnya 1/254

[11] Berkata Al-Muhib At-Thobari, “Hudaibiyah adalah sebuah kampung yang letaknya dekat dengan Mekah, dan sebagian besar wilayah Hudaibiyah masuk dalam tanah suci haram” (Umdatul Qori 14/6)

[12] HR Al-Bukhari no 3182, Lihat Umdatul Qori 15/104

[13] HR Abu Dawud 1/42 dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari. Beliau juga menghasankannya dalam bulughul maram, namun beliau mengatakan dalam At-Talkhish “Isnadnya shahih”

[14] Majmu’ Fatawa 5/29

[15] Ad-Dzahabi menukil perkataan Imam Malik ini dala As-Siyar 8/99

[16] Siyar A’lam An-Nubala’ 10/34 dan Hilyatul Auliya’ 9/106

[17] HR Al-Bukhari no 5479 dan Muslim 1954, Ad-Darimi no 454 (1/407) dan lafal ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Battoh dalam Al-Ibanah hal 96 (lihat ta’dzimus sunnah hal 24)

[18] Al-Minhaj syarh shahih Muslim 13/106

[19] Fathul Bari 9/753

[20] HR Muslim no 442, Al-Bukhari no 865 namun tanpa ada kisah marahnya Abdullah bin Umar kepada anaknya Bilal

[21] Al-Minhaj syarh Shaihih Muslim 4/384

[22] Fathul Bari 2/450

[23] Yaitu perkataan Aisyah لَوْ أَدْرَكَ رَسُوْلُ اللهِ مَا أَحْدَثَ النِّسَاءُ لَمَنَعَهُنَّ كَمَا مُنِعَتْ نِسَاءُ بَنِي إِسْرَائِيْلَ “Kalau seandainya Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam menjumpai apa yang diperbuat oleh para wanita (di zaman Aisyah sepeninggal Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam-pen) maka ia akan melarang mereka sebagaimana dilarangnya para wanita dari bani Israil” (HR Al-Bukhari no 869)

[24] Lihat Musnad Imam Ahmad no 4933

[25] Fathul Bari 2/450

[26] Dikeluarkan oleh Ibnu Battoh di Al-Ibanah no 94

[27] Dikeluarkan oleh Ibnu Battoh dalam Al-Ibanah no 95

[28] Siyar A’lam An-Nubala (15/485) dan Thobaqoot As-Syafi’iyah karya As-Subki (3/10)

[29] Madarijus Salikin 1/334

[30] Madarijus Salikin 1/334

[31] Al-Wabil As-Soyyib hal 24, dar Ibnul Jauzi

[32] HR Ad-Darimi no 206 (1/285). Berkata Pentahqiq, “Isnadnya shahih dan atsar ini juga dikeluarkan oleh Ibnu Battoh dalam Al-Ibanah 2/517 no 607 dan Ibnu Hazm dalam Al-Ihkam fi Usulil Ahkam 6/1030 dari dua jalan keduanya dari Malik bin Migwal”

[33] HR Ad-Darimi no 446 (1/401), berkata pentahqiq :”Isnadnya shohih”

[34] I’lamul Muwaqqi’in 2/201

[35] I’lamul Muwaqqi’in 2/202

[36] Maksudnya adalah haji qiron. Haji qiron juga disebut tamattu’ karena digabungkannya umroh dan haji dalam satu amalan

[37] Jami’ bayan Al-‘Ilmi wa fadlihi 1/129 no 443, Musnad Ahmad no 3121

[38] Sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam Kitabut Tauhid.

[39] HR Muslim (Al-Masajid, bab qodho As-Sholat Al-Faitah)

[40] HR Ahmad dalam kitab fadhoil As-Shohabah 1/186, di Al-Musnad 5/399, Al-Bukhari di Al-Kuna hal 50 dan At-Thirmidzi dalam sunannya (Al-Manaqib, bab manaqib Abi Bakr wa Umar), beliau berkata, Hadits Hasan”

[41] HR Ahmad dalam Al-Musnad 4/126,127, Abu Dawud (As-Sunnah, bab luzumis Sunnah), At-Thirmidzi (Kitabul Ilmu, bab ما جاء في الأَخذ في السنة واجتناب البدعة)

[42] Al-Qaoul Al-Mufid, Syaikh Utsaimin, Dar Ibnul Jauzi 2/152

[43] Berkata Syaikh Al-Albani; “Diriwayatkan oleh At-Thohawi dalam Syarh Ma’anil Atsar (1/372 fotokopian maktabah) dan Abu Ya’la pada musnadnya (3/1317) dengan isnad yang jayyid (baik), para perawinya tsiqoh” (Sifat sholat Nabi hal 54)

[44] Mengisy’ar yiatu memberi tanda kepada onta dengan menggores (melukai) salah satu sisi dari dua sisi punuk unta hingga mengalir darahnya, yang ini dijadikan sebagai tanda bahwa onta ini merupakan hewan hadyu haji. (Tuhfatul Ahwadzi 3/770)

[45] Atsar ini dibawakan oleh Imam At-Thirmidzi dalam sunan beliau di bawah hadits no 906.

[46] Sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam Kitabut Tauhid

[47] HR Ad-Darimi no 455 (1/401), berkata pentahqiq ,”Isnadnya hasan karena ada perowi yang bernamaSa’id bin Basyir”

[48] Karena kalimat شَيْءٍ adalah nakiroh dalam konteks kalimat syarat maka memberikan faedah keumuman (sebagaimana kaedah ini jelas dalam kitab-kitab ushul fiqh). Lihat Sittu Duror hal 74, dan Adhwaul Bayan 1/204

[49] Majmu’ Fatawa 28/471

[50] Mukhtashor Sowa’iq Al-Mursalah 2/353

[51] Sebagaimana perkataa Al-Kirkhi dalam bukunya Ar-Risalah fi ushulil hanafiyah hal 169-170 (dicetak bersama buku ta’sis an-nadzor, karya Ad-Dabbusi): “Semua ayat yang menyelesihi pendapat para sahabat kami (penganut madzhab Hanafi) maka ayat tersebut di ta’wil (dipalingkan maknanya dari makna yang dzhohir/nampak) atau ayat tersebut sudah mansukh. Dan demikian juga halnya dengan seluruh hadits maka dita’wil atau mansukh”

[52] Yang lebih menyedihkan lagi adalah kenyataan pahit yang nampak di sebagian pendok-pondok pesantren yang ada di Indonesia dimana murid-murid pndok pesantren menjadikan perkataan para kiyai mereka (yang jelas-jelas kedudukannya jauh di bawah kedudukan para imam madzhab) seperti perkataan Nabi. Apalagi jika kiyai tersebut telah mendapatkan predikat WALI, maka seluruh perkataannya dibenarkan oleh para pengikutnya. Bahkan diantara mereka ada yang mengatakan “Seandainya wali fulan menyatakan bahwa langit warnanya merah maka akan saya benarkan”???

[53] Ibnu Abidin, dalam hasyiahnya (1/63) dan risalah beliau “Rosmul Mufti” (1/4 dari majmu’ah rosail Ibnu Abidin). Lihat Sifat sholat Nabi hal 46 (catatan kaki)

[54] Ibnu Abdil Barr dalam bukunya “Al-Intiqo’ fi fadhoil Ats-Tsalatsah Al-Aimmah Al-Fuqoha’” hal 145, Ibnu Abidin dalam Hasyiahnya terhadap Al-Bahr Ar-Roiq (6/293) dan dalam Rosmul Mufti hal 29,32, lebih lengkapnya selanjutnya lihat Sifat Sholat Nabi hal 46 (catatan kaki)

[55] Sifat shalat Nabi hal 47

[56] Ibnu Abdilbar dalam Al-Jami’ (2/32)

[57] Lihat takhrij atsar ini dalam shifat sholat Nabi hal 49

[58] Muqoddimah Al-Jarh wa At-Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim hal 31-32 dan diriwayatkan secara sempurna oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan (1/81)

[59] An-Nawawi dalam Majmu’ (1/63)

[60] An-Nawawi dalam Majmu’ (1/63)

[61] Ibnu Asakir, dalam tarikh Dimasq dengan sanad yang shahih 15/10/1

[62] Ibnu Abi Hatim hal 93-94

[63] Ibnul Qoyyim, I’lamul Muwaqqi’in (2/302)

[64] Ibnu Abdilbar di “Al-Jami’” (2/149)

[65] Sifat shalat Nabi hal 53-54

sumber : http://www.firanda.com/index.php/artikel/aqidah/110-bukti-bukti-cinta-kepada-nabi-shallallahu-alihi-wa-sallam
 

Keutamaan Ikhlas (bag. 3)


Keenam : Ikhlas merupkan sebab dikabulkannya doa dan dihilangkannya kesulitan

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

خَرَجَ ثَلاَثَةٌ يَمْشُونَ فَأَصَابَهُمْ الْمَطَرُ فَدَخَلُوا في غَارٍ في جَبَلٍ فَانْحَطَّتْ عليهم صَخْرَةٌ قال فقال بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ادْعُوا اللَّهَ بِأَفْضَلِ عَمَلٍ عَمِلْتُمُوهُ فقال أَحَدُهُمْ اللهم إني كان لي أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ فَكُنْتُ أَخْرُجُ فَأَرْعَى ثُمَّ أَجِيءُ فَأَحْلُبُ فَأَجِيءُ بِالْحِلَابِ فَآتِي بِهِ أَبَوَيَّ فَيَشْرَبَانِ ثُمَّ أَسْقِي الصِّبْيَةَ وَأَهْلِي وَامْرَأَتِي فَاحْتَبَسْتُ لَيْلَةً فَجِئْتُ فإذا هُمَا نَائِمَانِ قال فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَهُمَا وَالصِّبْيَةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ رِجْلَيَّ فلم يَزَلْ ذلك دَأْبِي وَدَأْبَهُمَا حتى طَلَعَ الْفَجْرُ اللهم إن كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذلك ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا فُرْجَةً نَرَى منها السَّمَاءَ قال فَفُرِجَ عَنْهُمْ وقال الْآخَرُ اللهم إن كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي كنت أُحِبُّ امْرَأَةً من بَنَاتِ عَمِّي كَأَشَدِّ ما يُحِبُّ الرَّجُلُ النِّسَاءَ فقالت لَا تَنَالُ ذلك منها حتى تُعْطِيَهَا مِائَةَ دِينَارٍ فَسَعَيْتُ فيها حتى جَمَعْتُهَا فلما قَعَدْتُ بين رِجْلَيْهَا قالت اتَّقِ اللَّهَ ولا تَفُضَّ الْخَاتَمَ إلا بِحَقِّهِ فَقُمْتُ وَتَرَكْتُهَا فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذلك ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا فُرْجَةً قال فَفَرَجَ عَنْهُمْ الثُّلُثَيْنِ وقال الْآخَرُ اللهم إن كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي اسْتَأْجَرْتُ أَجِيرًا بِفَرَقٍ من ذُرَةٍ فَأَعْطَيْتُهُ وَأَبَى ذَاكَ أَنْ يَأْخُذَ فَعَمَدْتُ إلى ذلك الْفَرَقِ فَزَرَعْتُهُ حتى اشْتَرَيْتُ منه بَقَرًا وَرَاعِيهَا ثُمَّ جاء فقال يا عَبْدَ اللَّهِ أَعْطِنِي حَقِّي فقلت انْطَلِقْ إلى تِلْكَ الْبَقَرِ وَرَاعِيهَا فَإِنَّهَا لك فقال أَتَسْتَهْزِئُ بِي قال فقلت ما أَسْتَهْزِئُ بِكَ وَلَكِنَّهَا لك اللهم إن كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذلك ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا فَكُشِفَ عَنْهُمْ

"Tiga orang (dari orang-orang terdahulu sebelum kalian) keluar berjalan lalu turunlah hujan menimpa mereka, maka mereka lalu masuk ke dalam gua di sebuah gunung. Lalu jatuhlah sebuah batu (dari gunung hingga menutupi mulut gua), lalu sebagian mereka berkata kepada yang lainnya, “Berdoalah kepada Allah dengan amalan yang terbaik yang pernah kalian amalkan!”. Maka salah seorang diantara mereka berkata, “Ya Allah aku memiliki dua orangtuaku yang telah tua (dan aku memiliki anak-anak kecil), (pada suatu waktu) aku keluar untuk menggembala lalu aku kembali, lalu aku memerah susu lalu aku datang membawa susu kepada mereka berdua lalu mereka berdua minum kemudian aku memberi minum anak-anakku, keluargaku, dan istriku. Pada suatu malam aku tertahan (terlambat) dan ternyata mereka berdua telah tertidur (maka akupun berdiri di dekat kepala mereka berdua aku tidak ingin membangunkan mereka berdua dan aku tidak ingin memberi minum anak-anakku), maka aku tidak ingin membangunkan mereka berdua padahal anak-anakku berteriak-teriak menangis di kedua kakiku (dan aku tetap diam di tempat dan gelas berada di tanganku, aku menunggu mereka berdua bangun dari tidur mereka) dan demikian keadaannya hingga terbit fajar. Ya Allah jika Engkau mengetahui bahwasanya aku melakukan hal itu karena mengharap wajahMu maka bukalah bagi kami celah hingga kami bisa melihat langit”, maka dibukakan celah bagi mereka. Orang yang kedua berkata, "Yaa Allah Engkau sungguh telah mengetahui bahwasanya aku pernah mencintai seorang wanita salah seorang putri-putri pamanku, aku sangat mencintainya. Akan tetapi ia berkata : "Engkau tidak akan bisa meraih cintanya hingga engkau memberikan kepadanya seratus keping dinar". Maka akupun berusaha hingga aku berhasil mengumpulkan uang dinar tersebut. Tatkala aku telah duduk di antara dua kakinya (untuk menzinahinya-pen) maka iapun berkata, "Bertakwalah engkau kepada Allah, dan janganlah engkau pecahkan (buka) cincin kecuali dengan haknya". Maka akupun pergi meninggalkannya. Ya Allah jika Engkau mengetahui bahwasanya aku melakukan hal itu karena mengharap wajahMu maka bukalah bagi kami celah hingga kami bisa melihat langit. Maka Allah pun membuka dua pertiga celah (namun mereka belum bisa keluar-pen).

Orang yang ketiga berkata, "Yaa Allah Engkau sungguh telah mengetahui bahwasanya aku pernah menyewa seorang pekerja dengan upah tiga soo' jagung (sekitar 9 kg jagung-pen), akupun memberikannya kepadanya akan tetapi ia enggan untuk menerimanya. Maka akupun mengolah upahnya tersebut maka akupun menanam jagung tersebut hingga akhirnya hasilnya aku gunakan untuk membeli sapi-sapi dan para penggembalanya. Kemudian iapun datang dan berkata kepadaku, Wahai Abdullah (fulan) bayarlah upahku!". Aku berkata, "Pergilah engkau ke sapi-sapi itu dan para penggembalanya , seluruhnya adalah milikmu". Ia berkata, "Apakah engkau memperolok-olok aku?". Aku berkata, "Aku tidak sedang memperolok-olokmu, akan tetapi semuanya itu benar-benar milikmu". Ya Allah jika Engkau mengetahui bahwasanya aku melakukan hal itu karena mengharap wajahMu maka bukalah celah bagi kami". Maka terbukalah pintu gua dari batu tersebut. (HR Al-Bukhari no 2102)

Perhatikanlah ketiga orang tersebut berusaha mencari amalan sholeh yang merupakan amalan terbaik mereka dan amalan yang bisa mereka harapkan untuk menghilangkan kesulitan yang mereka hadapi. Dan sungguh amalan yang mereka lakukan merupakan amalan yang berat dan sangat tinggi nilainya di sisi Allah. Akan tetapi mereka bertiga sadar bahwasanya betapapun besar amalan yang mereka lakukan maka tidak akan bisa bermanfaat dan tidak akan bisa membebaskan mereka dari kesulitan kecuali jika amalan tersebut dikerjakan ikhlash karena Allah. Oleh karenanya tatkala berdoa dan memohon kepada Allah mereka berkata, "Yaa Allah jika Engkau mengetahui bahwasanya amalanku ini ikhlash karena mengaharap wajahmu…"

Karenanya -para pembaca yang budiman- yakinlah bahwasanya ikhlash merupakan salah satu sebab terbesar yang bisa mengangkat kerendahan dan keterpurukan yang sedang menimpa umat Islam. Sungguh umat ini tidak akan jaya kecuali berkat doa orang-orang yang ikhlash. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إنما يَنْصُرُ الله هذه الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ

"Sesungguhnya Allah hanyalah menolong umat ini dengan sebab oarng-orang lemah mereka, yaitu dengan doa mereka, sholat mereka, dan keikhlasan mereka"
(HR An- Nasaai no 3178, dishahihkan oleh Albani)



Ketujuh : Keikhlasan memperbanyak ganjaran pahala seseorang

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

صَلاَةُ الرَّجُلِ تَطَوُّعاً حَيْثُ لاَ يَرَاهُ النَّاسُ تَعْدِلُ صَلاَتَهُ عَلَى أَعْيُنِ النَّاسِ خَمْساً وَعِشْرِيْنَ

"Sholat sunnahnya seseorang yang dikerjakan tanpa dilihat oleh manusia niainya sebanding dengan dua puluh lima sholat sunnahnya yang dilihat oleh mata-mata manusia"
(HR Abu Ya'la dalam musnadnya dan dishahihkan oleh Albani dalam As-Shahihah pada penjelasan hadits no 3149)

Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda :

تَطَوُّعُ الرَّجُلِ فِي بَيْتِهِ يَزِيْدُ عَلَى تَطَوُّعِهِ عِنْدَ النَّاسِ، كَفَضْلِ صَلاَةِ الرَّجُلِ فِي جَمَاعَةٍ عَلَى صَلاَتِهِ وَحْدَهُ

"Sholat sunnahnya seseorang di rumahnya lebih bernilai dari pada sholat sunnahnya di hadapan manusia, sebagaimana keutamaan sholat seseorang bersama jama'ah dibandingkan jika ia sholat munfarid (tidak berjamaah)"
(Hadits ini dishahihkan oleh Albani dalam as-Shahihah no 3149)

Hadits ini menegaskan bahwasanya semakin ikhlas amalan seseorang –yaitu hanya Allah yang mengetahuinya- maka semakin besar ganjarannya di sisi Allah. Tentunya amalan yang tersembunyi dari pandangan manusia lebih dekat kepada keikhlasan dan lebih jauh dari riyaa' dan ujub. Oleh karenanya sedekah yang dikeluarkan secara tersembunyi lebih tinggi nilainya dari pada sedekah yang dikeluarkan di hadapan manusia. Nabi shallallahu 'aliahi wa sallam bersabda;

صَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ

"Sedekah yang dikeluarkan secara sembunyi-sembunyi memadamkan kemurkaan Allah" (Dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam as-Shahihah no 1908)



Kedelapan : Ikhlash merupakan sebab menangnya orang yang lemah atas orang yang kuat

Allah berfirman :

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا (١٨)وَمَغَانِمَ كَثِيرَةً يَأْخُذُونَهَا وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (١٩

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya), serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Fath 18-19)

Syaikh Muhammad Al-Amiin As-Syinqithi berkata, "Tatkala Allah Azza wa Jalla mengetahui keikhlasan yang sempurna dari para sahabat yang melakukan bai'at ridwan… maka diantara buah dari keikhlasan tersebut adalah apa yang disebutkan oleh Allah dalam firmanNya

وَأُخْرَى لَمْ تَقْدِرُوا عَلَيْهَا قَدْ أَحَاطَ اللَّهُ بِهَا وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرًا (٢١

Dan (telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum dapat menguasainya yang sungguh Allah telah menentukan-Nya. dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS Al-Fath 21).

Maka Allah menjelaskan dalam ayat ini bahwasanya mereka (para sahabat-pen) tidak mampu (menaklukkan negeri-negeri tersebut seperti Persia dan Rumawi-pen) dan bahwasanya Allah menguasai negeri-negeri tersbut maka Allah pun menjadikan para sahabat mampu untuk menaklukkan negeri-negeri tersebut. Hal ini merupakan buah dari kuatnya keimanan mereka dan kokohnya keikhlasan mereka. Maka ayat di atas menunjukkan bahwasanya keikhlasan kepada Allah dan kekuatan iman kepada Allah adalah sebab mampunya si lemah untuk menguasai dan mengalahkan si kuat.

كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar " (Adwaaul Bayaan 3/51-52)



Kesembilan : Orang yang ikhlash adalah orang yang paling bahagia dalam meraih syafa'at Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada hari kiamat kelak


عن أبي هريرة قال : يا رَسُولَ اللَّهِ من أَسْعَدُ الناس بِشَفَاعَتِكَ يوم الْقِيَامَةِ قال رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لقد ظَنَنْتُ يا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عن هذا الحديث أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رأيت من حِرْصِكَ على الحديث أَسْعَدُ الناس بِشَفَاعَتِي يوم الْقِيَامَةِ من قال لَا إِلَهَ إلا الله خَالِصًا من قَلْبِهِ

Dari Abu Huroiroh radhiallahu 'anhu, ia berkata, "Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berbahagia dengan syafa'atmu pada hari kiamat?". Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Aku telah menyangka bahwasanya tidak ada seorangpun yang mendahuluimu bertanya kepadaku tentang hadits ini, karena aku melihat semangatmu dalam mencari hadits. Orang yang paling berbahagia dengan syafa'atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa ilaah ilallaah ikhlash dari hatinya" (HR Al-Bukhari no 99)

Ibnu Taimiyyah berkata, "Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwasanya orang yang paling berhak memperoleh syafa'at Nabi pada hari kiamat adalah orang yang paling tinggi tauhid dan keikhlasannya" (Majmuu' Al-Fataawaa 1/212)

sumber : http://www.firanda.com/index.php/artikel/aqidah/125-keutamaan-ikhlas-bag-3
 

Keutamaan Ikhlas (bag-2)

Ketiga : Orang yang ikhlash dinaungi oleh Allah pada hari kiamat kelak

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan akan dahsyatnya hari kiamat. Beliau bersabda :

تُحْشَرُونَ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا

"Kalian akan dikumpulkan (di padang mahsyar) dalam kondisi telanjang dan belum di sunat"


Aisyahpun berkata, يَا رَسُولَ اللَّهِ الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ  "Wahai Rasulullah, laki-laki dan perempuan (seluruhnya)?, sebagian mereka akan melihat (aurat) sebagian yang lain?"
Rasulullah berkata, الْأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يُهِمَّهُمْ ذَاكِ "Perkaranya dahsyat sehingga mereka tidak sempat memikirkan hal itu" (HR Al-Bukhari no 6527 dan Muslim no 2859).

Rasulullah juga bersabda

يَجْمَعُ اللَّهُ النَّاسَ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ ... وَتَدْنُو الشَّمْسُ فَيَبْلُغُ النَّاسَ مِنْ الْغَمِّ وَالْكَرْبِ مَا لَا يُطِيقُونَ وَلَا يَحْتَمِلُونَ

"Allah mengumpulkan seluruh manusia dari pertama hingga yang terakhir di atas satu dataran… dan matahari mendekat, maka orang-orangpun dilanda kesedihan dan kesulitan yang tidak mampu mereka hadapi dan tidak mampu mereka pikul"
(HR Al-Bukhari no 4712 dan Muslim no 327)

Hari yang sangat panas….sehingga keringat manusiapun deras bercucuran…

Rasulullah bersabda

تُدْنِي الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ حَتىَّ تَكُوْنَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيْلٍ فَيَكُوْنُ النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى كَعْبَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُوْنُ إِلَى حَقَوَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ إِلْجَامًا

"Pada hari kiamat matahari mendekat ke arah manusia seukuran satu mil, maka (kondisi) manusiapun terhadap keringat mereka (yang bercucuran) berdasarkan amalan mereka. Ada diantara mereka yang air keringatnya hingga dua mata kakinya, ada di antara mereka yang keringatnya hingga ke lututnya, ada yang hingga ke pantatnya, dan ada di antara mereka yang keringatnya hingga ke mulutnya"
(HR Muslim no 2864)

Pada hari itu ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan 'arsy Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

"Tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungannya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan Allah. Imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, seorang pria yang hatinya terikat dengan masjid-masjid, dua orang pria yang saling mencintai karena Allah, mereka berdua berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah, seseorang yang diajak untuk berzina oleh seorang wanita yang berkedudukan dan cantik namun ia berkata "Sesungguhnya aku takut kepada Allah", seseorang yang bersedekah lalu ia sembunyikan hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, dan seseorang yang berdzikir mengingat Allah tatkala bersendirian maka kedua matanyapun meneteskan air mata"
(HR Muslim no 660)

Di antara tujuh golongan tersebut ada dua golongan yang dinaungi oleh Allah karena keikhlasannya.

Yang pertama adalah seseorang yang bersedekah lantas ia tidak menceritakannya kepada orang lain, sehingga tidak seorangpun yang mengetahui sedekahnya tersebut, bahkan orang terdekatnya pun tidak mengetahui hal itu.

Ibnu Rojab Al-Hanbali berkata, "Sikap ini merupakan tanda kuatnya iman seseorang di mana cukup baginya bahwa Allah mengetahui amalannya (sehingga tidak butuh diketahui oleh orang lain-pen). Dan hal ini menunjukkan sikap menyelisihi hawa nafsu, karena hawa nafsu ingin agar dirinya memperlihatkan sedekahnya dan ingin dipuji oleh manusia. Oleh karenanya sikap menyembunyikan sedekah membutuhkan keimanan yang sangat kuat untuk melawan hawa nafsu" (Fathul Baari 4/62)

Ada beberapa penafsiran ulama tentang sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam "hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya" sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajr dalam Fathul Baari (2/146), diantaranya :

-         Disebutkan tangan kiri dengan tangan kanan karena tangan kiri sangat dekat dengan tangan kanan, dan dimana ada tangan kanan maka tangan kiri menyertainya. Meskipun demikian, karena tangan kanan terlalu menyembunyikan sedekahnya hingga temannya yang paling dekat yaitu tangan kiri tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanan. Lafal Nabi ini menunjukkan bentuk mubaalagoh (berlebih-lebihan) dalam menyembunyikan sedekahnya.

-         Maksudnya yaitu hingga malaikat yang ada di kirinya tidak mengetahui apa yang telah ia sedekahkan

-         Diantara bentuk pengamalan hadits ini yaitu jika seseorang ingin bersedekah kepada saudaranya pedagang yang miskin maka iapun membeli barang dagangan saudaranya tersebut (tanpa menawar harga barang tersebut) bahkan dengan harga jual yang tinggi atau untuk melariskan barang dagangan saudaranya tersebut.

-         Maksud dari tangan kiri yaitu dirinya sendiri, artinya ia berinfaq dan menyembunyikan infaqnya sampai-sampai dirinya sendiri tidak tahu (lupa) dengan sedekah yang telah ia keluarkan.



Yang kedua
adalah seseorang yang berdzikir mengingat Allah tatkala ia bersendirian lantas iapun mengalirkan air matanya. Ibnu Hajr menyebutkan dua penafsiran ulama tentang sabda Nabi خَالِيًا "bersendirian" yang kedua tafsiran tersebut menunjukan keikhlasan,

-         Maksudnya ia berdzikir kepada Allah tatkala bersendirian dan jauh dari keramaian sehingga tidak ada seorangpun yang melihatnya. Ibnu Hajr berkata, "Karena ia dalam kondisi seperti ini lebih jauh dari riyaa" (Fathul Baari 2/147)

-         Maksudnya yaitu meskipun ia berdzikir di hadapan orang banyak dan dilihat oleh orang banyak akan tetapi hatinya seakan-akan bersendirian dengan Allah, yaitu hatinya kosong dari memperhatikan manusia, kosong dari memperhatikan pandangan dan penilaian manusia. (Lihat Fathul Baari 2/147). Tentunya hal ini menunjukkan keikhlasan yang sangat tinggi, sehingga meskipun di hadapan orang banyak ia mampu mengatur hatinya dan mengosongkan hatinya dari riyaa'



Keempat : Amalan-amalan orang yang ikhlash yang bersifat duniawi akan diberi ganjaran oleh Allah.

Sungguh merupakan keberuntungan yang luar biasa bagi orang-orang yang ikhlash, karena bukan saja amalan-amalan ibadahnya yang diberi ganjaran oleh Allah bahkan amalan-amalannya yang bersifat duniawi juga mendapat ganjaran di sisi Allah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata kepada Sa'd bin Abi Waqqoosh radhiallahu 'anhu :

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ

"Sesungguhnya tidaklah engkau berinfak sesuatupun dengan berharap wajah Allah (ikhlash) kecuali engkau akan diberi ganjaran, bahkan sampai makanan yang engkau suapkan ke mulut istrimu" (HR Al-Bukhari no 56 dan Muslim no 1628)

Imam An-Nawawi berkata, "Dalam hadits ini terdapat dalil bahwasanya perkara yang mubah jika dikerjakan dengan niat mencari wajah Allah maka akan menjadi suatu ketaatan dan akan mendapatkan ganjaran. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengingatkan hal ini dengan sabdanya "bahkan sampai makanan yang engkau suapkan ke mulut istrimu". Karena istri seseorang termasuk bagian paling khusus dari kebutuhan dunianya, syahwatnya, dan keledzatannya.

Dan jika ia menyuapkan makanan ke mulut istrinya, maka kondisi seperti ini biasanya terjadi tatkala sedang bercumbu dan berlembut-lembut serta berledzat-ledzat dengan perkara yang mubah. Kondisi seperti ini sangatlah jauh dari kondisi ketaatan (bentuk sedang ibadah-pen) dan (sedang mengingat) akhirat, meskipun demikian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan bahwasanya jika ia melakukannya dengan maksud untuk mencari wajah Allah maka ia akan memperoleh pahala. Maka kondisi yang selain ini lebih utama jika dikerjakan karena mengharap wajah Allah. Dan hal ini mencakup perkara-perkara yang hukum asalnya adalah mubah jika dikerjakan oleh seseorang karena Allah maka ia akan mendapatkan pahala. Seperti makan dengan niat agar bisa kuat melakukan ketaatan kepada Allah, tidur dengan maksud istirahat agar (jika terjaga) lebih giat beribadah" (Al-Minhaaj 11/77-78)

Sungguh betapa banyak ganjaran yang akan diraih oleh seseorang yang ikhlash, kehidupannya seluruhnya penuh dengan ganjaran dari Allah. Bayangkanlah seseorang yang menghabiskan waktunya puluhan tahun untuk bekerja keras mencari nafkah… jika ia mengerjakannya dengan menghadirkan niat karena Allah maka setiap tetes keringat yang bercucuran akan bernilai di sisi Allah.



Kelima :  Ikhlas membantu mewujudkan cita-cita


Banyak orang yang bercita-cita akan tetapi sering cita-cita tersebut kandas dan tidak terkabulkan. Diantara sebab tidak terwujudkannya cita-cita tersebut adalah niat yang kurang tulus. Syaddad bin Al-Haad radhiallahu 'anhu berkata :

أَنَّ رَجُلاً مِنَ الأَعْرَابِ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَآمَنَ بِهِ وَاتَّبَعَهُ ، ثُمَّ قَالَ : أُهَاجِرُ مَعَكَ ، فَأَوْصَى بِهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بَعْضَ أَصْحَابِهِ ، فَلَمَّا كَانَتْ غَزْوَةٌ غَنِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم شيئاً، فَقَسَمَ وَقَسَمَ لَهُ ، فَأَعْطَى أَصْحَابَهُ مَا قَسَمَ لَهُ ، وَكَانَ يَرْعَى ظَهْرَهُمْ ، فَلَمَّا جَاءَ دَفَعُوهُ إِلَيْهِ ، فَقَالَ : مَا هَذَا ؟ ، قَالُوا : قِسْمٌ قَسَمَهُ لَكَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ، فَأَخَذَهُ فَجَاءَ بِهِ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ : مَا هَذَا ؟ قَالَ : قَسَمْتُهُ لَكَ، قَالَ : مَا عَلَى هَذَا اتَّبَعْتُكَ ، وَلَكِنِّي اتَّبَعْتُكَ عَلَى أَنْ أُرْمَى إِلَى هَاهُنَا ، وَأَشَارَ إِلَى حَلْقِهِ بِـ سَهْمٍ ، فَأَمُوتَ فَأَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَقَالَ : إِنْ تَصْدُقِ اللَّهَ يَصْدُقْكَ ، فَلَبِثُوا قَلِيلاً ثُمَّ نَهَضُوا فِي قِتَالِ الْعَدُوِّ ، فَأُتِيَ بِهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُحْمَلُ قَدْ أَصَابَهُ سَهْمٌ حَيْثُ أَشَارَ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم : أَهُوَ هُوَ ؟ قَالُوا : نَعَمْ ، قَالَ : صَدَقَ اللَّهَ فَصَدَقَهُ ، ثُمَّ كَفَّنَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فِي جُبَّةِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، ثُمَّ قَدَّمَهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ ، فَكَانَ فِيمَا ظَهَرَ مِنْ صَلاَتِهِ : اللَّهُمَّ هَذَا عَبْدُكَ خَرَجَ مُهَاجِرًا فِي سَبِيلِكَ فَقُتِلَ شَهِيدًا أَنَا شَهِيدٌ عَلَى ذَلِكَ.

"Ada seorang arab badui datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka iapun beriman kepada Nabi dan mengikuti Nabi, kemudian ia berkata kepada Nabi, "Aku akan berhijroh bersamamu". Maka Nabipun meminta sebagian sahabat untuk memperhatikan orang ini. Maka tatkala terjadi peperangan Nabi memperoleh ghonimah maka Nabipun membagi-bagikan ghonimah tersebut dan Nabi membagikan juga bagi orang ini. Nabipun menyerahkan bagian ghonimah orang ini kepada para sahabat (untuk diberikan kepada orang ini). Dan orang ini tugasnya adalah menjaga bagian belakang pasukan. Tatkala orang ini datang maka para sahabatpun menyerahkan bagian ghonimahnya kepadanya. Iapun berkata, "Apa ini?", mereka berkata, "Ini adalah bagianmu yang dibagikan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallm untukmu. Iapun mengambilnya lalu menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata keapda Nabi, "Apa ini?". Nabi berkata, "Aku membagikannya untukmu". Ia berkata, "Aku tidak mengikutimu untuk memperoleh ini, akan tetapi aku mengikutimu supaya aka dipanah dengan anak panah di sini (seraya mengisyaratkan ke lehernya) lalu aku mati dan masuk surga". Nabipun berkata, "Jika niatmu benar maka Allah akan mengabulkannya". Tidak lama kemudian para sahabat bangkit dan maju ke medan perang melawan musuh. Lalu (setelah perang-pen) orang inipun didatangkan kepada Nabi sambil dipikul dalam kondisi lehernya telah ditembus oleh anak panah. Maka Nabi berkata, "Apakah ini adalah (mayat) orang itu?", mereka berkata, "Benar". Nabi berkata, "Niatnya benar maka Allah mengabulkan (keinginannya)" Lalu Nabi mengkafani orang ini dengan jubah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam lalu Nabi meletakkan mayat orang ini di depan lalu beliau menyolatkannya. Dan diantara doa Nabi tatkala menyolatkan orang ini, "Yaa Allah ini adalah hambamu telah keluar berhijroh di jalanmu lalu iapun mati syahid dan aku bersaksi atas hal ini" (HR An-Nasaai no 1952 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhiib wa At-Tarhiib no 1336)

Lihatlah bagaimana tulus dan ikhlasnya orang arab badui ini, padahal mengambil harta ghonimah perang merupakan hal yang diperbolehkan, bahkan  jika hal itu bukanlah maksud utama maka sama sekali tidak mengurangi pahala jihad fi sabiilillah. Akan tetapi orang arab badui ini sama sekali tidak mau mengambil ghonimah perang serta mengembalikannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahkan mengutarakan dengan tegas niat tulusnya untuk berjihad yaitu agar mati syahid dan masuk surga. Cita-citanya adalah meninggal dalam keadaan lehernya ditembusi oleh anak panah musuh. Tatkala niatnya tulus dan ikhlash maka Allahpun mewujudkan cita-citanya.

Ini merupakan pelajaran berharga bagi kita, betapa butuhnya kita terhadap niat yang tulus dan ikhlash agar cita-cita kita terwujudkan. Betapa banyak program dakwah dan cita-cita kita yang kandas dan tidak terwujud… bahkan setelah melalui perjalanan yang panjang serta pengorbanan harta waktu dan tenaga…!!! Mungkinkah karena niat kita yang tidak tulus..?? masih ternodai dengan penyakit cinta popularitas..???. Sudah saatnya kita menginstropeksi diri sebelum terlambat… sebelum hilang kesempatan untuk memperbaiki.

Bersambung ...

sumber : http://www.firanda.com/index.php/artikel/aqidah/124-keutamaan-ikhlas-bag-2
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. abu-uswah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger