Pada halaman 254 As-Suyuthi dalam tafsir Al-Jalalain berkata ketika sampai pada  ayat, firman Allah subhanahu wa ta’ala (yang artinya): 
“Dan di antara  mereka ada orang yang berikrar kepada Allah: ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan  sebahagian karuniaNya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah  kami termasuk orang-orang yang shallih.” (At-Taubah: 75) 
Orang yang  dimaksud itu adalah Tsa’labah bin Hathib 
Al-Qadhi Kan’an mengomentari  pendapat ini dan mengatakan bahwa cerita tentang Tsa’labah yang diutarakan oleh  As-Suyuthi dan anggapan bahwa ayat tadi turun berkenaan dengan cerita tersebut,  adalah cerita yang banyak dibicarakan oleh orang dan dinukil oleh para ahli  tafsir dengan riwayat apa adanya tanpa mengkritik penisbatan lakon cerita  tersebut pada Tsa’labah seperti Ibnu Katsir* dan As-Suyuthi dalam “Jalalain”  juga dalam kitab “Ad-Durrul Mautsur” dan lain sebagainya. Namun ada para ahli  tafsir lain yang menukil cerita tersebut, tapi kemudian mengkritiknya dan  menganggap bahwa tidak mungkin ayat itu turun kepada seorang sahabat yang ikut  serta dalam perang Badar. 
Dalam kitab “Majma’uz Zawaid” Al-Haitsami  mengatakan bahwa cerita tersebut diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan di dalam  sanadnya terdapat Ali bin Yazid Al-Halmani dan dia adalah “matruk” (ditinggalkan  riwayatnya) 
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam kitab “Takhrij Ahaadits  Al-Kasysyaf” bahwa cerita tersebut dikeluarkan oleh Ath-Thabrani, juga oleh  Al-Baihaqi dalam kitab “Ad-Dalaail” dan kitab “Syu’abu Al-Iman”, juga oleh Ibnu  Abi Hatim dan Ath-Thabari, juga oleh Ibnu Mardawaih, semuanya dari jalan Ali bin  Yazid dari Al-Qasim bin Abdirrahman dari Abu Amamah. Dan ini adalah sanad yang  lemah sekali.” Keterangan-keterangan ini juga disebutkan oleh Ibnu Hqajar dalam  kitab “Al-Ishabah” 
Sementara itu, Al-Qurthubi dalam tafsirnya –setelah  mengungkapkan kisah ini- berkata: “Saya berkata bahwa Tsa’labah adalah Badry  (orang yang ikut dalam perang Badar), dan orang Anshar serta orang yang termasuk  mendapat kesaksian iman dari Allah subhanahu wa ta’ala dan RasulNya. Maka,  apa-apa yang diriwayatkan tentang Tsa’labah dalam hal ini adalah tidak benar.  
Dan Adh-Dhahhak berkata: “Ayat tersebut turun berkaitan dengan  sekelompok orang dari kaum munafikin, mereka adalah: Nabtal bin Al-Harits, Jaddu  bin Qays** dan Mu’tab bin Qusyair. Dan memang pantas kalau ayat itu tidak  berkaitan dengan Tsa’labah atau orang lain dari kaum Muslimin. Dan kisah yang  sedang kita bicarakan ini ditolak, tidak dapat diterima. Bila ayat tersebut  memang turun berkaitan dengan orang-orang tertentu maka tentunya adalah  orang-orang yang asli munafik. Buktinya, bahwa redaksi ayat-ayat sebelumnya  adalah menerangkan prilaku kaum munafikin.” (Lihat ayat 73 s/d 110).  
Selain itu juga bahwa ayat yang sedang kita bahas ini telah menyebutkan  hal itu, maka firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (wa minhum) “dan di antara  mereka” maksudnya adalah orang-orang munafik itu ketika mereka berjanji kepada  Allah Subhanahu Wa Ta’ala, semua mereka dalam keadaan munafik dan bukan mukmin  kemudian menjadi jelas kemunafikan mereka dengan melanggar janji, dan Allah  Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: (faa’qabahum) “maka Allah menimbulkan kemunafikan  (pada hati) mereka” yaitu mereka yang telah melanggar janji kepada Allah  Subhanahu Wa Ta’ala, artinya mereka merupakan sekelompok orang dan kalau yang  dimaksud hanya satu orang saja, tentu ayatnya akan berbunyi (faa’qabahu) (dengan  menggunakan kata ganti tunggal, pen.) 
Dengan demikian menjadi jelaslah  bagi kita kekuatan perkataan Adh-Dhahhak bin Muzahim rahimahullah Ta’ala bahwa  ayat tersebut turun berkaitan dengan sekelompok orang dari kaum munafikin  –sebagaimana telah dia ungkapkan- dan bahwasanya tidak ada hubungan antara  Tsa’labah bin Hathib radhiyallahu anhu- dan tidak seorang pun dari kaum Muslimin  yang benar-benar- dengan kisah ini.  
------------------------------------------------------ 
catt  : 
*Ibnu Katsir menyebutkan kisah ini lengkap dengan sanadnya dan tidak  menshahihkannya, juga disebutkan oleh Ash-Shabuni dalam “Mukhtashar Ibnu Katsir”  denfgan menghilangkan sanadnya karena ada keyakinan akan keshahihan kisah  tersebut, dia juga menyebutkan kisah ini dalam “Shafwatut Tafasir” dan  menisbatkannya pada Tsa’labah dan di kitab Muktashar-nya dia menyebutkan  Tsa’labah bin Hathib. 
**Dalam kitab Al-Ishabah, Ibnu Hajar menyebutkan  –ketika menceritakan biografi Jaddu bin Qays dari jalan Adh-Dhahhak- bahwa pada  orang inilah turun ayat: (yang artinya) 
“Dan di antara mereka (orang-orang  munafik) ada yang berkata: ‘Berilah saya idzin (tidak pergi perang) dan  janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalamn fitnah ….” (At-Taubah:49)  
Ditulis ulang dari: 
“BEBERAPA CATATAN ATAS TAFSIR JALALAIN  (terjemahan dari:Tanbihaat muhimmatu ‘ala qurratil ‘ainain wa tafsiir  al-Jalaalain, Penerbit: Al-Maktab Al-Islamiy) MUHAMMAD BIN JAMIL ZAINU, DARUL  HAQ, JAKARTA, (Serial buku Darul Haq ke-32), Cetakan I (Muharram 1420 H),  halaman 96-100.

Posting Komentar
hampir semua postingan ini merupakan hasil copy paste dari blog lain. namun kami sertakan link rujukan asli tulisan tersebut. jika ada yang keberatan mohon konfirmasinya. kami akan segera menghapus postingan tersebut