...Akibat Cinta Dunia...

Seperti hari-hari sebelumnya, Tsalabah telah bersiap di shaf terdepan, persis di belakang Nabi Muhammad . Muadzin sudah mengumandangkan Iqomah tanda shalat Ashar akan segera dimulai. Nabi sendiri yang menjadi imam saat itu. Tsalabah shalat dengan khusyuk, mengikuti gerakan Nabi dengan baik.
“Assalamualaikum warrahmatulloh…” Nabi memalingkan wajahnya ke kanan lalu ke kiri tanda sholat telah selesai diikuti oleh makmum.
Tsalabah dengan tergesa-gesa bangkit dari duduknya. Setengah berlari ia bergegas meninggalkan mesjid. “Kenapa sih Tsalabah itu? Ia selalu terburu-buru pergi setelah selesai shalat. Tak pernah ia duduk berdzikir lebih dulu. Seperti shalat orang munafik saja,” kata salah seorang jemaah berkasak kusuk.

“Iya. Padahal kalau sedang shalat kayaknya khusyuuuuuk banget,” timpal temannya. “Sssst...mungkin ia lagi ada urusan,” yang lain menengahi. Kejadian tersebut berulang setiap hari. Akhirnya Nabi merasa harus menegurnya, maka ia memanggil Tsalabah untuk menghadap.

Ia bertanya mungkinkah Tsalabah mempunyai urusan yang sangat mendesak sehingga ia selalu pulang terburu-buru. “Shalat seperti itu tidak baik. Jadi seperti shalatnya orang munafik,” Nabi menasehati.
Tsalabah tertunduk sedih. “Saya memang orang yang paling tidak beruntung di Madinah. Untuk shalat saja saya hanya punya satu kain dan harus bergantian dengan istriku di rumah. Itu sebabnya saya tidak bisa berlama-lama di mesjid seperti yang lain. Takutnya istri saya nanti tidak kebagian waktu shalat.”

Terdengar suara ber ‘ooooh’ panjang dari para jemaah yang ikut mendengarkan. “Tapi bukan berarti saya pemalas. Saya sudah bekerja begitu keras untuk mengumpulkan rizki tapi ternyata Alloh belum memberikan pertolongan,” lanjut Tsalabah. Tsalabah terengah-engah saat tiba di pntu rumahnya.

Ia tadi berlari begitu cepat karena waktu shalat hampir habis. “Hampir saja aku tidak shalat,” ucap isterinya sambil bergegas menunaikan shalat. “Yang mulia Nabi tadi menanyaiku. Ia ingin tahu kenapa aku selalu shalat terburu-buru,” kata Tsalabah. “Lalu apa yang kau katakana?” tanya istrinya penasaran. “Yah aku ceritakan saja bahwa saking miskinnya kita hanya punya satu kain yang harus dipakai bergantian.

Sepertinya Nabi memakluminya,” jawabnya. “Apakah kau meminta Nabi untuk mendoakan kita? Kau tahu kan. Doa Nabi itu makbul. Mintalah ia untuk berdoa kepada Alloh supaya kita diberi kekayaan. Alloh pasti mengabulkannya,” pinta isterinya penuh semangat. “Ah aku malu meminta seperti itu. Disangkanya kita tidak mensyukuri nikmat yang Alloh berikan. Bagaimana kalau Nabi murka.” “Cobalah dulu!” desak istrinya. Terpaksa esoknya Tsalabah menemui Nabi di rumahnya. “Ada apa wahai Tsalabah? Kenapa kau tampak risau?” Nabi tersenyum menyambutnya. “Eh anu Yang Mulia. Ee...saya ingin memintamu untuk mendoakan keluarga kami. Mintakanlah kepada Alloh untuk memberi kita kekayaan. InsyaAlloh kami akan lebih giat beribadah. Saya pasti tidak akan terburu-buru pulang setelah shalat karena tak perlu lagi berebut kain dengan istriku. Dan kami bisa bersedekah kepada fakir miskin.” Tsalabah tertunduk malu.

Nabi menghela nafas. “Kenapa kau ingin sekali menjadi kaya Tsalabah?” “Kami bosan dengan kemiskinan kami. Tidak ada yang bisa kami lakukan untuk meningkatkan ibadah kami. Tidak bisa bersedekah apalagi berzakat. Sepertinya kami orang termalang di jagat ini,” desah Tsalabah. “Apakah kau pernah kelaparan Tsalabah?” tanya Nabi. “Tidak Yang Mulia.” Nabi kembali tersenyum. “Tidak cukupkah aku menjadi contohmu? Aku juga miskin sepertimu. Aku tidur hanya beralaskan pelepah kurma. Kami sekeluarga bahkan sering berpuasa karena tidak ada persediaan makanan yang bisa kami makan. Bersabarlah. Sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar. InsyaAlloh pahala ibadahmu lebih besar dibandingkan mereka yang lebih lapang darimu.” Tsalabah hanya mengangguk-angguk kecil.

Isteri Tsalabah tidak begitu puas dengan jawaban Nabi. Ia mendesak suaminya untuk meminta sekali lagi. “Bilang saja, ukuran kesabaran kita pastilah tidak sama dengan beliau. Kita kan bukan Nabi,” dorong isterinya. “Aku begitu malu menghadap Nabi tadi. Apaplagi jika sekarang harus meminta untuk kedua kalinya.” Tsalabah mencoba menolak. “Kalau kau tidak berani, aku yang akan menghadap Nabi,” ancam isterinya. Tsalabah terpaksa menyetujuinya. Nabi dengan sabar mendengarkan penuturan Tsalabah. Ia menghela nafas dan dengan murung menengadahkan wajahnya sambil terpejam. “Baiklah. Aku akan meminta Alloh untuk menolongmu. Berjanjilah padaku bahwa kau akan semakin giat beribadah jika Alloh nanti berkenan memberikan kelebihan rizki,” kata Nabi. Mata Tsalabah bersinar-sinar. “Aku berjanji. Engkaulah saksinya wahai Nabi,” kata Tsalabah cepat-cepat. Nabi mengangguk. Ia mulai memanjatkan doa yang diamini Tsalabah dengan jantung berdebar.

Perubahan berlangsung dengan sangat singkat. Kambing Tsalabah yang hanya dua ekor dan sudah tua tiba-tiba beranak pinak dengan cepat. Padang rumput yang dulu lengang kini penuh dengan kambing miliknya. Warga berebut membeli susu kambing darinya karena menurut mereka rasanya lebih enak dan gurih.

Tsalabah menjadi kaya raya. Suatu hari, setelah selesai berdzikir, Nabi menyadari bahwa ia tak pernah melihat lagi Tsalabah berdiri di belakangnya. “Kemana Tsalabah?” tanya Nabi. “Oh Tsalabah sudah tidak pernah lagi shalat berjamaah,” jawab seorang sahabat. “Semenjak hartanya berlimpah, ia sibuk menghitungnya. Tak ada waktu lagi untuk sekedar shalat berjamaah.” Nabi terdiam dan mendesah. Tampak kesedihan membayang di wajahnya. “Aku tahu hal ini akan terjadi,” batin Nabi. Tiba saatnya pengumpulan zakat harta tahunan. Nabi menghimbau bagi mereka yang mampu untuk membayar zakat hartanya. Zakat itu nantinya dipakai untuk membantu warga yang kurang mampu. Para sahabat dengan giat mendatangi para saudagar. Bersama-sama mereka menghitung berapa zakat yang harus diberikan. Seorang sahabat mendatangi rumah Tsalabah.

Ia memintanya untuk membayar zakatnya. “Kenapa aku harus membayar zakat? Zakat itu seperti upeti. Hanya tawanan perang yang harus membayar upeti. Aku tidak pernah berperang melawan Nabi, jadi aku tidak harus bayar pajak,” tolak Tsalabah. “Zakat fungsinya untuk membersihkan harta, karena di dalam harta yang kita punyai tersimpan hak-hak anak yatim dan orang yang tak mampu, beda sekali artinya dengan upeti.” Sahabat mencoba menjelaskan. “Pokoknya aku tidak mau bayar zakat. Semua harta ini adalah hasil jerih payahku. Tidak ada hubungannya dengan anak yatim atupun orang miskin.” Tsalabah tetap keras kepala. “Ternyata kau memang telah berubah Tsa'labah. Harta telah membutakanmu. Aku akan laporkan hal ini kepada Nabi.” “Bilang saja. Aku tidak takut,” tantang Tsa'labah. Sahabat bergegas menemui Nabi dan menceritakan penolakan Tsalabah.

Wajah Nabi merona merah menahan marah. “Celakalah Tsalabah,” ujar Nabi. Sahabat yang hadir saat itu langsung maklum bahwa sebentar lagi malapetaka akan menimpa Tsa'labah. Seseorang menyampaikan berita itu kepada Tsa'labah.

Tsa'labah tersedak minumannya saking ketakutannya. “Aduh apa yang harus kulakukan? Kalau Nabi marah dan mendoakanku supaya aku jatuh miskin, bagaimana nasibku nanti?” tangisnya. “Ya sudah, coba saja minta maaf. Siapa tahu kau masih bisa diampuni. Jangan lupa bawa zakatmu juga!” Tsa'labah menggiring puluhan kambingnya ke hadapan Nabi. “Yang Mulia maafkan aku.

Ini, aku bawa zakatku. Aku akan membawanya lagi kalau yang ini kurang,” Tsa'labah memohon. “Kami tidak membutuhkan zakatmu lagi Tsa'labah. Bawa pulang sajalah lagi,” tolak Nabi. “Aduh celaka benar aku!” tangis Tsa'labah ketakutan. Seperti halnya kekayaannya yang datang begitu cepat, mereka menghilang dengan cepat pula. Mula-mula warga yang tadinya antri membeli susu kambingnya kini semua kabur karena air susu kambingnya menjadi basi dan bau. Kambingnya hilang satu persatu, ada yang mati karena sakit, dimakan serigala atau tersesat ke dalam hutan. Ditambah lagi padang rumput yang dulu hijau tiba-tiba menjadi kering dan tandus sehingga kambing-kambingnya mati kelaparan. Dalam hitungan minggu saja Tsa'labah kembali menjadi miskin, bahkan lebih miskin dari sebelumnya. Semoga kita senantiasa menjadi hamba yang bersyukur.

Ditulis oleh : Sayyid Muhammad Irwan Baraqbah

koreksi


Yazid bin Abdul Qadir Jawas

KATA PENGANTAR
 
Ibnu Abbas berkata : "Janganlah kalian mencaci maki atau menghina para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya kedudukan salah seorang dari mereka bersama Rasulullah sesaat itu lebih baik dari amal seorang dari kalian selama 40 (empat puluh tahun)". (Hadits Riwayat Ibnu Batthah dengan sanad yang shahih. Lihat Syarah Aqidah Thahawiyah hal. 469, Takhrij Syaikh Al-Albani). 

Menjunjung tinggi nama baik shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan kewajiban syar'i dan merupakan tuntunan agama. Memberikan penghormatan, keridhaan, serta pujian kepada mereka adalah salah satu prinsip dasar dari prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. 

Tulisan di bawah ini sengaja kami angkat dengan maksud untuk Meluruskan Cerita Tentang Tsa'labah bin Hathib, dimana sebagian dari kaum muslimin sering membawakan riwayat Tsa'labah untuk contoh kebakhilan, tanpa berusaha untuk merujuk atau memeriksa kembali kebenaran dari riwayat tersebut.

HADITS TSA'LABAH BIN HATHIB
 
"Artinya : Celaka engkau wahai Tsa'labah ! Sedikit engkau syukuri itu lebih baik dari harta banyak yang engkau tidak sanggup mensyukurinya. Apakah engkau tidak suka menjadi seperti Nabi Allah ? Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau gunung mengalirkan perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku". 

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bawardy, Al-Baghawy, Ibnu Qani', Ibnu Sakan, Ibnu Syahiin, Thabrany, Dailamy dan Al-Wahidi dalam Asbabun Nuzul (hal. 191-192). Semua meriwayatkan dari jalan Mu'aan bin Rifa'ah As-Salamy dari Ali bin Yazid dari Al-Qasim bin Abdur Rahman dari Abu Umamah Al-Baahiliy, ia berkata : "Bahwasanya Tsa'labah bin Hathib Al-Anshary datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia berkata : 'Ya Rasulullah, berdo'alah kepada Allah agar aku dikaruniai harta'. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "(Ia menyebutkan lafadz hadits di atas)". 

Kemudian ia berkata, demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, seandainya engkau memohonkan kepada Allah agar aku dikaruniai harta (yang banyak) sungguh aku akan memberikan haknya (zakat/sedekah) kepada yang berhak menerimanya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a : 'Ya Allah, karuniakanlah harta kepada Tsa'labah'

Kemudian ia mendapatkan seekor kambing. Lalu kambing itu tumbuh beranak sebagaimana tumbuhnya ulat. Kota Madinah terasa sempit baginya. Sesudah itu, ia menjauh dari Madinah dan tinggal di satu lembah (desa). Karena kesibukannya, ia hanya berjama'ah pada shalat Dhuhur dan Ashar saja, dan tidak pada shalat-shalat lainnya. Kemudian kambing itu semakin banyak, maka mulailah ia meninggalkan shalat berjama'ah sampai shalat Jum'ah pun ia tinggalkan. 

Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada para shahabat : "Apa yang dilakukan Tsa'labah ?" Mereka menjawab : "Ia mendapatkan seekor kambing, lalu kambingnya bertambah banyak sehingga kota Madinah terasa sempit baginya ...." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus dua orang untuk mengambil zakatnya seraya berkata : "Pergilah kalian ke tempat Tsa'labah dan tempat fulan dari Bani Sulaiman, ambillah zakat mereka berdua". Lalu keduanya pergi mendatangi Tsa'labah untuk meminta zakatnya. Sesampainya di sana dibacakan surat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Serta merta Tsa'labah berkata : "Apakah yang kalian minta dari saya ini pajak atau sebangsa pajak ? Aku tidak tahu apa yang sebenarnya yang kalian minta ini !. 

Lalu keduanya pulang dan menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala beliau melihat keduanya (pulang tidak membawa hasil), sebelum berbicara, beliau bersabda : "Celaka engkau, wahai Tsa'labah ! Lalu turun ayat : 

"Artinya : Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah : 'Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran)".
(At-Taubah : 75-76).

Setelah ayat ini turun, Tsa'labah datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia mohon agar diterima zakatnya. Beliau langsung menjawab : "Allah telah melarangku menerima zakatmu". Sampai Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, beliau tidak mau menerima sedikitpun dari zakatnya. Dan Abu Bakar, Umar, serta Usman-pun tidak mau menerima zakatnya di masa khilafah mereka. 

KETERANGAN :
 
Hadits ini sangat Lemah Sekali.
Dalam sanad hadits ini ada dua rawi yang lemah :
  1. Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik, seorang rawi yang sangat lemah.
    • Imam Al-Bukhari dalam kitabnya berkata : "Ali bin Yazid, Abu Abdil Malik Al-Alhany Ad-Dimasyqy adalah rawi munkarul hadits". (Lihat : Adh Dhu'afaa'us Shaghiir No. 255).
    • Imam Nasa'i berkata : "Ia meriwayatkan dari Qasim (bin Abdur Rahman), ia matrukul hadits". (Lihat : Adh-Dhua'faa wal Matrukiin No. 455).
    • Imam Daruquthny berkata : "Ia seorang matruk (yang ditinggalkan)".
    • Imam Abu Zur'ah berkata : "Ia bukan orang yang kuat". (Periksa : Mizanul I'tidal 3:161, Taqribut Tahdzib 2:46, Al-Jarhu wat Ta'dil 6:208, Lisanul Mizan 7 :314).
  2. Mu'aan bin Rifaa'ah As-Salamy, seorang rawi yang lemah.
    • Ibnu Hajar berkata : "Ia rawi lemah dan sering memursalkan hadits". (Periksa : Taqribut Tahdzib :258).
    • Kata Imam Adz-Dzahabi : "Ia tidak kuat haditsnya". (Periksa Mizanul I'tidal 4:134).
Para Ulama yang melemahkan hadits-hadits ini diantaranya ialah :
  • Ibnu Hazm, ia berkata : "Riwayat ini Bathil". (Al-Muhalla 11:207-208).
  • Al-Iraqy berkata : "Riwayat ini Dha'if". (Lihat Takhrij Ahadist Ihya Ulumudin 3:272)
  • Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata : "Riwayat tersebut Dha'if dan tidak boleh dijadikan hujjah". (Lihat : Fathul Bari 3 :266).
  • Ibnu Hamzah menukil perkataan Baihaqi : "Dha'if". (Lihat Al-Bayan wat Ta'rif 3:66-67).
  • Al-Manawi berkata : "Dha'if" (Lihat : Faidhul Qadir 4:527).
RIWAYAT YANG BENAR
Tsa'labah bin Hathib adalah seorang shahabat yang ikut dalam perang Badar sebagaimana disebutkan oleh :
  • Ibnu Hibban dalam kitab Ats-Tsiqaat 3:36.
  • Ibnu Abdil Barr dalam kitab Ad-Durar. halaman 122.
  • Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla 11:208
  • Ibnu Hajar Al-Asqalany dalam kitab Al-Ishaabah fil Tamyiizis Shahaabah I:198
Dalam buku At-Tasfiyah wat Tarbiyah wa Atsarihima Fisti'nafil Hayat Al-Islamiyyah (hal. 28-29) oleh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsary disebutkan pembelaan terhadap shahabat Tsa'labah bin Hathib, ia berkata : "Tsa'labah bin Hathib adalah shahabat yang ikut (hadir) dalam perang Badr".
Sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang ahli Badar. 

"Artinya : Tidak akan masuk Neraka seseorang yang ikut serta dalam perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah".
(Hadits Riwayat Ahmad 3:396). 

SIKAP KITA
 
Sesudah kita mengetahui kelemahan riwayat ini maka tidak halal bagi kita membawakan riwayat Tsa'labah bin Hathib untuk contoh kebakhilan, karena bila kita bawakan riwayat itu berarti :
  1. Kita berdusta atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
  2. Kita menuduh shahabat ahli Surga dengan tuduhan yang jelek.
  3. Kita berdusta kepada orang yang kita sampaikan cerita tersebut kepadanya.
Ingat, kita tidak boleh sekali-kali mencela, memaki atau menuduh dengan tuduhan yang jelek kepada para shahabat Rasululluh shallallahu 'alaihi wa sallam.
Beliau bersabda : 

"Artinya : Barangsiapa mencela shahabatku, maka ia mendapat laknat dari Allah, malaikat dan seluruh manusia".
(Hadits Riwayat Thabrani). 

Wallaahu a'lam bish shawaab.
Share this article :
Mari Berbagi Kebaikan:
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Related Post:

 

Posting Komentar

hampir semua postingan ini merupakan hasil copy paste dari blog lain. namun kami sertakan link rujukan asli tulisan tersebut. jika ada yang keberatan mohon konfirmasinya. kami akan segera menghapus postingan tersebut

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. abu-uswah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger