INTERAKSI ANTARA LELAKI DAN PEREMPUAN


Masyarakat  sejak zaman dahulu  terdiri  dari  dua bagian,   lelaki  dan perempuan.  Mereka saling berinteraksi   dengan   satu   dan   lainnya   untuk  menunaikan   kegiatan   kehidupan   seharian,   baik menyangkut   ibadah khusus  maupun  ibadah umum.  Mereka  bukanlah dua bagian yang  saling terpisah   dan   asing   dari   satu   sama   lain,   akan   tetapi   sebaliknya   saling  memerlukan. 


Namun demikian, syariat  memberikan batasan dan  rambu-rambu agar  dalam berinteraksi  boleh  tetap menjaga kebaikan dan tidak keluar dari landasan syariat. Antara etika yang ditetapkan syariat dalam kaitan dengan interaksi antara lelaki dan perempuan ialah seperti berikut:

1-Menutup aurat

Aurat   lelaki   adalah  dari  pusat  ke   lutut,  manakala   aurat  perempuan   adalah  seluruh  tubuhnya kecuali  muka dan  telapak  tangan.  Ketika keluar  rumah,  kaum perempuan perlu menggunakan pakaian yang menutup aurat,   tidak jarang,  tidak ketat  dan tidak menampakkan bahagian tubuh yang dilarang untuk dillihat oleh lelaki bukan muhrim.

…Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak padanya dan hendaklah mereka menutupkan kain jilbabnya ke dadanya...(24:31)

Rasulullah s.a.w bersabda kepada Asma bt Abu Bakar,  Wahai Asma,  sesungguhnya perempuan itu jika telah baligh (telah haid) maka tidak boleh kelihatan darinya selain ini dan ini (beliau menunjuk ke wajah dan telapak tangan beliau) (HR. Abu Daud)

2-Menjaga pandangan

Pandangan yang tidak dibolehkan adalah memandang aurat, atau memandang yang menimbulkan fitnah berupa rangsangan syahwat dan sebagainya.

Katakanlah kepada orang  lelaki  yang beriman:  “Hendaklah mereka menahan pandangannya,  dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka..” (24:30)

Dalam kitab  Fath Al-Bariyy,  mengenai  wanita dari  kabilah khats’am,  disebutkan,  “Fadhal  bin Abbas –seorang pemuda yang tampan- melihat wanita tersebut dan ia mengagumi kecantikannya. Lalu  Nabi  menoleh   kepada   Fadhal, sedangkan   Fadhal  masih  melihat  wanita   tersebut.  Nabi mengulurkan tangannya  untuk  meraih  dagu  Fadhal  dan  memalingkan  mukanya  dari  melihat wanita itu.”

3-Tidak mendayu-dayukan suara

Teramat banyak hal yang menarik diri wanita bagi lelaki, di antaranya adalah suara wanita. Al-Quran dan Sunnah tidak pernah melarang wanita berbicara, termasuk kepada kaum lelaki, akan tetapi  memberikan batasan agar berbicara dengan suara apa adanya, tidak dibuat-buat menjadi
merdu   atau   sayu  dan  mesra sehingga  menimbulkan penyakit di hati   orang   yang   tidak   kuat imannya. Dalam masa yang sama, wanita juga tidak perlu membuat suara yang kasar atau keras supaya lelaki mejadi takut.

Hai   isteri-isteri  Nabi,  kamu  sekalian  tidaklah  seperti  wanita yang  lain,   jika kamu bertakwa.  Maka   janganlah   kamu   tunduk   dalam  berbicara   sehingga   berkeinginanlah   orang   yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. (33:32)

4-Berinteraksi apabila ada agenda yang serius

Islam  tidak menghendaki  interaksi yang sia-sia, tanpa kejelasan agenda.  Sekiranya ada agenda yang serius,  barulah  lelaki  akan berinteraksi  dan berbincang dengan wanita.  Jika  tiada agenda serius, dikhuatiri interaksi akan menjadi pintu munculnya fitnah lawan jenis.

…Dan ucapkanlah olehmu perkataan yang baik (33:32).

5-Menghindari jabat tangan pada situasi umum

Jabat tangan antara lelaki dan wanita tidak pernah dilakukan atau dicontohkan oleh Nabi dan para sahabat. Beberapa nash dari sunah Rasul saw, bahkan menunjukkn diharamkannya menyentuh kulit jika disertai dengan syahwat.

Dari Maq’il bin Yassar , bahwa Rasul saw bersabda, “Ditusuk di kepala salah seorang di antara kamu  dengan   jarum   besi   besar   lebih   baik   daripada   memegangwanita yang tidak  halal baginya.”(HR. Thabrani)

Aisyah r.a. berkat, “Tidak, demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali dalam berbai’at” (Bukhari dan Muslim)
6-Memisahkan lelaki dan wanita

Sebagaimana  dalam  solat,  lelaki terpisah dari  wanita. Maka,  demikian pula etika  yang perlu diterapkan dalam  interaksi  sosial.  Wanita ditempatkan pada suatu bahagian  tertentu agar   tidak berdesak-desakan dengan lelaki. Etika  ini  dimaksudkan agar  tidak memunculkan peluang fitnah yang  terjadi  dari  ikhtilath  atau berdesak-desakannya lelaki dan wanita dalam sebuah majlis atau suasana.

Rasulullah keluar dari masjid, lalu bercampur baur dengan wanita di jalan. Rasul s.a.w bersabda kepada   kaum wanita, “perlahanlah atau undurlah   (wanita)   sedikit.   Kalian tidak berhak menguasai jalan, kalian harus berjalan di pinggirnya.”

7-Menghindari khalwat

Yang dimaksudkan dengan khalwat adalah berdua-duaan antara lelaki dan perempuan di tempat yang sepi. Kegiatan khalwat seperti itu boleh mendatangkan kemudharatan, walaupun tujuannya adalah untuk melakukan kebaikan.

Nabi   s.a.w bersabda,  “Janganlah  seorang  lelaki  berkhalwat  dengan  seorang wanita  kecuali  disertai mahramnya” (HR Bukhari)

Meminta izin suami kepada wanita jika dia ada Jika seorang lelaki hendak berbicara dengan seorang wanita, perlulah dia meminta izin terlebih
dahulu daripada suami wanita tersebut apabila suaminya ada supaya suami itu tidak cemburu dan fitnah dapat dielakkan.

Rasul   bersabda,  “…dan   dia   (isteri)   tidak   boleh  mengizinkan   orang   lain  masuk   ke   dalam rumahnya kecuali dengan izin (suami)nya.. (HR Bukhari)

8-Menjauhi perbuatan dosa

Lelaki  dan wanita beriman perlulah sentiasa menjauhi  perbuatan dosa yang nampak dan  tidak nampak dalam berinteraksi.  Dia   antara  dosa  yang nampak  adalah meninggalkan  etika   syar’i dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Sedangkan dosa yang tak nampak adalah berkembangnya
perasaan   senang   terhadap   sesuatu   yang   haram  dan   berharap   boleh  mendapatkan   yang   lebih banyak lagi.

Dan   tinggalkanlah   dosa   yang   nampak   dan   yang   tersembunyi.   Sesungguhnya   orang   yang  mengerjakan dosa,  kelak  akan diberi  pembalasan  (pada hari  kiamat),  disebabkan apa  yang mereka telah kerjakan (6:120)

*Reference:Buku Keakhwatan 2, Cahyadi Takariawan, Abdullah Sunono, Wahid Ahmadi dan Ida
Nur Laila

Sumber Ebook
Share this article :
Mari Berbagi Kebaikan:
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Related Post:

 

Posting Komentar

hampir semua postingan ini merupakan hasil copy paste dari blog lain. namun kami sertakan link rujukan asli tulisan tersebut. jika ada yang keberatan mohon konfirmasinya. kami akan segera menghapus postingan tersebut

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. abu-uswah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger