Berbagai macam cara dilakukan oleh para
pemuka Quraisy untuk membendung dakwah Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa
sallam, mulai diplomasi melalui paman beliau, Abu Thalib yang selalu
melindungi meskipun berbeda keyakinan, hingga menggunakan cara-cara
kasar. Misalnya memberikan gelar-gelar buruk, sebagai penyihir,
pendongeng, dan juga dituduh gila. Tujuan para pemuka Quraisy itu, tidak
lain adalah ingin menjauhkan manusia dari dakwah beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam .
Mengapa mereka gigih melakukan
permusuhan ini? Apakah karena mereka tidak mengetahui kebenaran
al-Qur‘an, ataukah ada faktor lain? Di antara mereka sebenarnya ada yang
mengetahui dengan fitrah mereka yang mengerti bahasa Arab, bahwa apa
yang disampaikan oleh Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bukanlah
sihir, juga bukan berasal dari tukang tenung. Ini bisa kita dapatkan
dalam kisah berikut ini.
Kisah-kisah ini diangkat dari kitab Shahihus-Siratin-Nabawiyyah, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hlm. 158-163.PERSAKSIAN AL WALID BIN AL MUGHIRAH
Ishaq bin Rahawaih meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu'anhu, bahwa al-Walid bin al-Mughirah mendatangi Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, yang kemudian oleh Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam
dibacakanlah al-Qur`an kepadanya. Begitu mendengarnya, seakan-akan
al-Walid bersimpati padanya. Hingga akhirnya berita ini pun sampai ke
telinga Abu Jahal. Maka, Abu Jahal pun mendatangi al Walid seraya
berseru:
“Wahai, paman. Kaummu ingin mengumpulkan harta untukmu!”
Al Walid bertanya,
”Untuk apa?”
Abu Jahal menjawab,
”Untuk diberikan kepadamu, karena engkau telah mendatangi Muhammad. Maka sungguh dakwahnya pasti akan terhalang.”
Al-Walid berkata,
”Kaum Quraisy sudah mengetahui, bahwa aku termasuk yang paling banyak hartanya.”
Abu Jahal menimpali,
”Ucapkanlah tentangnya suatu ucapan yang menjelaskan kepada kaummu, bahwa engkau mengingkarinya.”
Dia (al-Walid) bertanya,
”Apa yang harus saya
katakan? Demi Allâh, tidak ada seorangpun di antara kalian yang lebih
faham dariku tentang syi’ir-syi’ir. Tidak ada yang lebih faham dariku
tentang rajaznya (irama sajak) juga qasidahnya, juga syi’ir jin. Demi
Allâh, perkataannya sama sekali tidak menyerupai semua itu. Demi Allâh,
ucapan yang diucapkannya itu enak didengar dan indah. Sesungguhnya
perkataannya itu, bagian atasnya berbuah dan bagian bawahnya (akarnya)
banyak airnya. Ucapannya itu tinggi dan tidak ada yang mengunggulinya,
serta bisa menghancurkan semua yang berada di bawahnya.”
Abu Jahal berujar,
”Kaummu tidak akan senang sampai engkau mengatakan sesuatu (yang buruk) tentang al Qur‘an.”
Al-Walid menimpali,
”Biarkan aku berpikir!”
(Sehingga) setelah berpikir keras, dia pun berkata:
“Ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari dari orang lain,”
maka turunlah ayat :
Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian.
Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak,
dan anak-anak yang selalu bersama dia.
(QS. al-Muddatstsir/74 : 11-13)
Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak,
dan anak-anak yang selalu bersama dia.
(QS. al-Muddatstsir/74 : 11-13)
Demikianlah kisah yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari al-Hakim dari Ishaq.[1] Riwayat ini juga dibawakan oleh Imam Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan-Nihayah.[2]
Setelah membawakan riwayat ini, Syaikh
al-Albani rahimahullâh mengatakan, bahwa tentang hal ini, Allâh Ta'ala
mengabarkan kejahilan dan kerendahan akal mereka :
Bahkan mereka berkata(pula):
“(Al Qur`an itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut, malah diada-adakannya,
bahkan ia sendiri seorang penyair,
maka hendaknya ia mendatangkan kepada kita suatu mu’jizat,
sebagaimana rasul-rasul yang telah lalu diutus”.
(QS al Anbiyaa`/21:5)
“(Al Qur`an itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut, malah diada-adakannya,
bahkan ia sendiri seorang penyair,
maka hendaknya ia mendatangkan kepada kita suatu mu’jizat,
sebagaimana rasul-rasul yang telah lalu diutus”.
(QS al Anbiyaa`/21:5)
Orang-orang Quraisy itu kebingungan.
Mereka tidak mengetahui, apa yang seharusnya mereka katakan tentangnya.
Semua perkataan mereka bathil, karena semua yang keluar dari yang haq
adalah salah.
Allâh Ta'ala berfirman, yang artinya:
"Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu;
karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar)."
(QS al Isrâ‘/17:48)
karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar)."
(QS al Isrâ‘/17:48)
KISAH ‘UTBAH BIN RABI’AH
Imam ‘Abd bin Humaid meriwayatkan dalam Musnad-nya, dengan sanad dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallâhu'anhu, dia berkata :
Pada suatu hari kaum Quraisy berkumpul, lalu mereka berkata :
“Perhatikan orang
yang paling mengetahui di antara kalian tentang sihir, perdukunan dan
syi’ir! Hendaklah dia mendatangi lelaki ini (yaitu, Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam)
yang memecah-belah persatuan kita, mencerai-beraikan urusan kita dan
mencela agama kita. Hendaklah ia mengajaknya berbicara dan menunjukkan
bantahannya”.
Kata mereka,
”Kami tidak mengetahui (orang seperti itu) selain ‘Utbah bin Rabi’ah,”
mereka (pun) berkata:
“Engkau, wahai Abul Walid (kunyah ‘Utbah, Red.)”.
‘Utbah pun mendatangi Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam seraya berkata:
“Wahai, Muhammad. Kamu yang lebih baik, ataukah ‘Abdullah?”
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam diam tidak menjawab.
(Maka) ‘Utbah berkata lagi :
“Engkau yang lebih baik, ataukah Abdul Mutthalib?”
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam (tetap) diam tidak memberikan jawaban.
Kemudian ‘Utbah berkata:
“Jika engkau meyakini
bahwa mereka lebih baik darimu, maka (ketahuilah), mereka itu telah
menyembah tuhan-tuhan yang engkau cela! Jika engkau yakin, engkau lebih
baik dari mereka, maka jawablah agar kami bisa mendengar ucapanmu. Demi
Allâh, sesungguhnya kami tidak pernah melihat seorang lelaki yang lebih
membuat kaumnya merasa bosan dari pada engkau. Engkau telah memecah
pesatuan kami, engkau cerai-beraikan urusan kami, engkau cela agama kami
dan engkau cemarkan nama baik kami di mata orang Arab. Sehingga
tersebar berita di tengah mereka, bahwa di tengah kaum Quraisy ada
seorang penyihir, ada tukang tenung. Demi Allâh, kita tidak menunggu
apapun kecuali seperti suara pekikan orang hamil, lalu sebagian di
antara kita menghunus pedang kepada sebagian yang lain untuk saling
membunuh. Wahai lelaki (yang dimaksud adalah Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam,
Red.), jika engkau memiliki kebutuhan (kesusahan, Red.), kami akan
mengumpulkan harta untukmu, sehingga engkau menjadi orang Quraisy yang
terkaya. Jika engkau ingin menikah, maka pilihlah wanita manapun yang
engkau inginkan, kami akan menikahkan engkau dengan sepuluh wanita.”
Setelah itu Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bertanya,
”Apakah engkau sudah selesai?”
‘Utbah bin Rabi’ah menjawab,
”Ya,”
Lalu Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam membacakan ayat :
Haa Miim. Diturunkan dari (Rabb) Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui.
(QS Fusshilat/41 ayat 1-3)
Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui.
(QS Fusshilat/41 ayat 1-3)
sampai dengan ayat:
Jika mereka berpaling, maka katakanlah:
“Aku telah memperingatkan kamu dengan petir,
seperti petir yang menimpa kaum ‘Ad dan kaum Tsamud”.
(QS Fusshilat/41 ayat 13)
“Aku telah memperingatkan kamu dengan petir,
seperti petir yang menimpa kaum ‘Ad dan kaum Tsamud”.
(QS Fusshilat/41 ayat 13)
Kemudian ‘Utbah berkata,
”Cukup! Apakah engkau tidak memiliki selain yang ini?”
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam menjawab :
“Tidak.”
Lalu ‘Utbah kembali ke kaum Quraisy.
Mereka bertanya :
“Ada apa denganmu?”
Dia menjawab,
”Saya kira, saya telah menyampaikan semua ucapan yang hendak kalian ucapkan kepadanya”.
Mereka bertanya lagi:
“Apakah dia memberikan jawaban?”
‘Utbah menjawab,
”Ya,”
Kemudian, ia berkata:
“(Oh) Tidak! Demi (Allâh)
yang menegakkan bukti. Saya tidak memahami apa yang ia ucapkan selain
peringatannya kepada kalian tentang petir, seperti petir pada zaman ‘Ad
dan Tsamud.”
Mendengar jawaban ‘Uthbah, orang-orang Quraisy keheranan, seraya berkata:
“Celaka engkau! Lelaki itu (Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam) berbicara denganmu dengan bahasa Arab, dan engkau tidak mengerti maksudnya?”
Dia (‘Utbah) menjawab,
”Tidak, demi Allâh, saya tidak memahami apapun dari ucapannya kecuali peringatan tentang petir.”
Imam al-Baihaqi dan yang lainnya dari al-Hakim, dengan sanadnya dari al-Ajlah (tentang orang ini terdapat komentar[3]) dan beliau menambahkan :
“Jika engkau menginginkan
kepemimpinan, maka kami berjanji akan setia kepadamu, sehingga engkau
menjadi pemimpin selama engkau masih ada.”
Dalam riwayatnya ini diceritakan, ketika Rasûlullâh
shallallâhu 'alaihi wa sallam membacakan firman Allâh Ta'ala (yaitu, QS
Fusshilat/41 ayat 13, Red.), maka ‘Utbah memegang mulut Rasûlullâh
shallallâhu 'alaihi wa sallam serta memintanya agar berhenti. Dan
setelah kejadian itu, ‘Utbah tidak keluar menuju keluarganya. Dia
mengasingkan diri dari mereka.
(Mengetahui hal ini), maka Abu Jahal berseru:
“Demi Allâh, wahai kaum
Quraisy, saya memandang ‘Utbah sudah cenderung kepada Muhammad, dan
perkataan Muhammad telah membuatnya ta’ajjub (kagum). Ini semua
disebabkan oleh kesulitan yang menimpanya. Ayo kita ke sana!”
Mereka pun mendatangi ‘Uthbah, lalu Abu Jahal berkata:
“Wahai, ‘Utbah! Tidaklah
kami mendatangimu, kecuali karena kecendrunganmu kepada Muhammad dan
kekagumanmu kepadanya. Jika engkau memiliki kebutuhan, kami akan
mengumpulkan harta-harta kami, sehingga harta itu bisa membuatmu tidak
membutuhkan Muhammad.”
Mendengar (perkataan) ini, ‘Utbah marah dan bersumpah untuk tidak berbicara dengan Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam selamanya dan berkata:
"Kalian sudah mengetahui, bahwa aku termasuk kaum Quraisy yang paling banyak hartanya. Aku sudah mendatanginya ..."
Kemudian dia menceritakan kisah pertemuannya dengan Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam.
"... dan dia memberikan
jawaban dengan sebuah ungkapan. Demi Allâh, ucapannya tidaklah termasuk
sihir, juga syi’ir dan juga (bukan) perdukunan. Dia kemudian membacakan :
... (yaitu, QS Fusshilat/41 ayat 1 sampai dengan ayat 13). Lalu saya
pegang mulutnya dan saya minta agar ia berhenti. Saya tahu, jika
Muhammad mengatakan sesuatu, dia tidak pernah dusta. Saya khawatir adzab
itu menimpa kalian."
KISAH ABU JAHAL
Orang yang memusuhi Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa
sallam ini, sebenarnya meyakini yang dibawa Rasûlullâh itu benar. Namun
kesombongan dan fanatik kepada jahiliyah telah menghalanginya dari
hidayah. Akibatnya, dia mendapatkan adzab yang pedih dari Allâh Ta'ala,
adzab yang tidak pernah berhenti.[4]
Al-Baihaqi meriwayatkan dengan dengan sanadnya dari Mughirah bin Syu’bah :
“Pertama kali aku
mengetahui Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, yaitu saat aku dan
Abu Jahal berjalan di gang-gang kota Mekkah. Tiba-tiba kami berjumpa
dengan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, kemudian Rasûlullâh
shallallâhu 'alaihi wa sallam berkata kepada Abu Jahal :
“Wahai, Abul Hakam. Marilah menuju Allâh dan RasulNya. Saya mengajakmu menuju Allâh”.
Abu Jahal menjawab:
“Wahai, Muhammad.
Tidakkah engkau berhenti mencela tuhan-tuhan kami? Apakah engkau
menginginkan agar kami memberikan persaksian, bahwa engkau telah
menyampaikannya? (Jika itu yang engkau inginkan, Red.), maka aku
bersaksi bahwa engkau telah menyampaikannya. Demi Allâh! Jika aku
mengetahui yang engkau bawa itu benar, maka pasti aku telah
mengikutimu.”
Lalu Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam berlalu, dan Abu Jahal melihat ke arahku seraya berkata:
“Demi Allâh! Sesungguhnya
aku mengetahui yang dibawanya itu haq. Akan tetapi, ada sesuatu yang
menghalangiku (untuk mengikutinya)”.[5]
Tentang riwayat ini, Syaikh al-Albani mengatakan:
"Perkataan ini adalah perkataannya la’anahullah, sebagaimana dikhabarkan oleh Allâh Ta'ala tentang orang ini dan orang-orang yang semisal dengannya:
Dan apabila mereka
melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan
(dengan mengatakan): “Inikah orangnya yang diutus Allâh sebagai Rasul?
Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita,
seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya." Dan mereka kelak akan
mengetahui di saat mereka melihat adzab, siapa yang paling sesat
jalannya. (QS al-Furqan/25 ayat 41- 42)"
Demikianlah kisah beberapa tokoh kafir Quraisy yang menolak dan menentang dakwah Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, padahal mereka mengakui ajaran yang dibawa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam itu haq. (Nsd).
Posting Komentar
hampir semua postingan ini merupakan hasil copy paste dari blog lain. namun kami sertakan link rujukan asli tulisan tersebut. jika ada yang keberatan mohon konfirmasinya. kami akan segera menghapus postingan tersebut