Malcolm-X. Siapa tak kagum dengan sosok pria Afro-Amerika Muslim
tersebut dalam memperjuangkan hak warga kulit hitam. Dia juga dikenal
sebagai tokoh antirasisme yang menginspirasi banyak orang.
Meski telah wafat sekitar 47 tahun silam, buku dan film biografinya
mengekalkan visi antirasisme dan nilai humanis Islam yang ia seru selama
hidupnya. Sara, wanita Australia keturunan Yahudi, adalah salah seorang
yang mendapat semangat sang Malcolm.
Saat
itu, Sara baru berusia 22 tahun. Bersama teman-teman kuliahnya, ia
menonton film Malcolm-X yang dirilis pada 1992. Selama film diputar, tak
ada yang dirasakan Sara kecuali rasa kagum. Ia bahkan berlutut selama
berjam-jam di sebuah lorong sepulang menonton film, mematung dan tak
mampu bergerak apalagi berkatakata. “Saat itu aku benar-benar sangat
tersentuh hingga aku berlutut di lorong jalan. Aku tak tahu mengapa
melakukan itu. Banyak orang menatapku, tapi aku hanya ingat melakukan
itu karena sangat tersentuh,” kata Sara.
Dalam film itu, ia mengaku sangat terkesan dengan scene yang
mengisahkan perjalanan Malcolm ke Tanah Suci. Saat berhaji, Malcolm yang
sebelumnya menganggap warga kulit putih adalah setan, menyadari bahwa
di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, seluruh bangsa, baik
kulit putih maupun hitam, adalah sama. Mereka sama-sama menyerahkan
diri, beribadah kepada-Nya. Malcolm pun menyadari bahwa memperjuangkan
hak warga kulit hitam bukanlah dengan membenci warga kulit putih.
“Perjalanan haji telah membuka cakrawala berpikir saya. Saya
melihat hal yang tidak pernah saya lihat selama 39 tahun hidup di
Amerika Serikat. Saya melihat semua ras dan warna kulit bersaudara dan
beribadah kepada satu Tuhan tanpa menyekutukannya. Kebenaran Islam telah
menunjukkan kepada saya bahwa kebencian membabi buta kepada semua orang
putih adalah sikap yang salah seperti halnya jika sikap yang sama
dilakukan orang kulit putih terhadap orang kulit hitam,” kata Malcolm dalam film itu.
Ada dua hal yang membuat Sara tersentuh dari kata-kata itu. Pertama,
seorang tokoh besar seperti Malcolm mengakui kesalahannya terkait
pandangannya mengenai kulit putih. Kedua, fakta yang diungkap Malcolm
bahwa tak ada perbedaan etnis dalam Islam. “Aku terkesan dengan
kerendahan hatinya. Aku juga terkesan pada fakta bahwa ia (Malcolm)
ketika pergi ke Makkah menyatakan, ‘Wow, di sini adalah tempat di mana
ada kesetaraan ras.’ Hal itu benar-benar menginspirasi aku,” ujar Sara.
Meski berdarah Yahudi, Sara mengakui, keluarganya bukanlah penganut
agama Yahudi yang taat. Kakeknya merupakan Yahudi murtad yang beralih ke
agama Mormonisme. Ibunya pun seorang misionaris Mormon. Na un, keduanya
bahkan seluruh keluarganya tak benar-benar meyakini agama mana pun,
namun tak pula mengakui sebagai penganut ateis.
“Jadi, aku dibesarkan tanpa agama mana pun dengan benar, kecuali
apa yang aku kira menjadi budaya Australia, seperti pergi ke sekolah
Minggu dan sebagainya,” kenang Sara. Saat beranjak dewasa, Sara
pindah ke Sydney untuk kuliah dan bekerja. Di sanalah ia menonton
Malcolm-X, sebuah film yang mengawali perjalanan panjangnya mengenal
Islam.
Sepucuk undangan
Beberapa tahun setelah menonton film itu, Sara belum benar-benar
menemukan kesejatian Islam. Namun, ia menjadi penggemar berat sosok
Malcolm-X yang notabene seorang Muslim. Ia pun terus bertanya-tanya dan
penasaran akan agama Islam. Namun, pernikahannya dan kesibukan
berkeluarga melupakan sejenak rasa penasaran Sara.
Hingga suatu hari, ia mendapat undangan untuk menghadiri kegiatan “Hari Dakwah” yang
diselenggarakan sebuah komunitas Muslimah. Kegiatan tersebut bertujuan
menjembatani kesenjangan antara Muslim dan non-Muslim, terutama menyusul
merebaknya kesalahpahaman terhadap Islam pascaperistiwa 11 September.
Mendapati undangan dari sebuah milis (mailing list) tersebut, Sara pun teringat kembali akan ketertarikannya pada Islam. “Aku pun mengikuti kegiatan itu.”
Tiba di lokasi acara, Sara mendapati seluruh wanita mengenakan jilbab.
Bahkan, wanita pertama yang menyambutnya di depan pintu memakai burqa
hingga seluruh tubuhnya tertutup. Namun, Sara tak merasa terganggu.“Justru setiap saya melihat wanita yang mengenakan burqa atau niqab (cadar), saya menilai ia seorang yang amat religius,” ujar ibu dua anak tersebut.
Sara mengikuti acara dari awal hingga usai. Ia terhanyut dengan
pengetahuan Is lam yang ia dapatkan di sana. Sebuah pengetahuan yang
menurutnya tak mungkin diperoleh di bangku pendidikan. Sebuah
pengetahuan yang sangat berharga, layaknya harta karun yang selama ini
tak pernah dilihatnya. Ia benar-benar mendapat hari yang sangat
menakjubkan.
Rasa takjub Sara pun memuncak saat di bacakan ayat-ayat Al-Quran.
Saat itulah, ia merasa menyesal mengapa selama ini tak pernah membaca
kitab suci umat Islam ini, padahal telah banyak buku agama yang ia
baca. “Aku merasa ingin menangis. Itu (Al-Quran) begitu indah dan saya berpikir itu adalah hal paling suci yang pernah saya dengar.”
Sepulang mengikuti kegiatan itu, Sara diam-diam membaca Al-Quran.
Selama beberapa bulan, ia terhanyut dengan isi Al-Quran yang begitu
menakjubkan. Meski belum bersyahadat, Sara merasa ingin melakukan apa
yang ia baca. Ia pun mulai mengenakan pakaian tertutup meski belum
berjilbab. Ia bersilaturahim dengan menemui komunitas Muslim.
Perubahan Sara mulai dirasa janggal oleh sang suami. Sara pun mulai
mencoba membicarakan tentang Islam pada suaminya, namun tak pernah
berhasil. Sang suami selalu menganggap pembicaraan tentang Islam sebagai
omong kosong dan angin lalu.
Bersyahadat Bersama Suami
Terkejut. Itulah yang dirasakan Sara tatkala suatu hari suaminya yang
selama ini enggan membicarakan Islam tiba-tiba ingin bersyahadat
bersamanya. Hal tersebut ber mula saat ayah mertua Sara meninggal dunia.
Beberapa saat setelah kabar kematian itu datang, suaminya mendapat
kiriman Alquran dari seorang teman Sara di kegiatan “Hari Dakwah”. Pasangan suami istri ini kemudian takziah ke Melbourne, tempat jenazah dimakamkan.
Di tengah kedukaan, Sara terkesima dengan pengurusan jenazah Muslim
yang sangat sederhana. Meski suami Sara bukan seorang Muslim, ia
merupakan keturunan Tur ki Muslim. “Saya sangat terkesan, itu sangat
sederhana, indah. Orang-orang menempatkan ayah di liang lahat dengan
tangan mereka. Hal itu benar-benar membuat saya tersentuh. Saya pikir
itu benar-benar indah. Jadi, itu semua adalah bagian yang juga datang
dari Islam,” kata Sara.
Sepulang dari pemakaman, Sara berbincang dengan sang suami di dalam
mobil. Sara menyatakan telah memantapkan hati untuk bersyahadat dan
benar-benar akan memeluk agama Islam. “Aku ingin melantunkan syahadat hari ini,” ujar Sara kepada sang suami.
Sungguh mengejutkan karena Sara tak mendapati penolakan ataupun
penyangkalan dari sang suami. Lebih mengejutkan lagi, suaminya juga
menyatakan keinginan untuk menjadi Muslim. “Aku terkejut sekaligus
gembira. Selama ini, aku khawatir apa yang akan terjadi jika aku menjadi
seorang Muslim sementara suami tak menginginkannya.”
Malam itu, Sara bersama suami memasuki masjid.
Disak sikan sejumlah
kerabat dan teman, mereka duduk di depan seorang imam. Keduanya pun
mengucapkan syahadat, meyakini satu tuhan, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan memulai perjalanan hidup sebagai seorang Muslim dan Muslimah.
sumber : http://www4.eramuslim.com/dakwah-mancanegara/wanita-yahudi-australia-beralih-ke-islam-karena-menonton-film-malcolm-x.htm#.UQVCKPKDDs0
Pages
▼
Minggu, 27 Januari 2013
Selasa, 22 Januari 2013
IYAS BIN MU’AWIYAHIYAH AL-MUZANNI
"Dia
memiliki keberanian Amru, lapang dadanya Hatim, kebijakan
Ahnaf
dan kecerdasan lyas."
(Abu
Tamam)
Malam itu, Amirul Mukminin
Umar bin Abdul Aziz tak bisa tidur, hilang rasa
kantuknya, tak mampu memejamkan matanya, resah dan
gelisah hatinya. Di
saat malam yang sangat dingin
itu, di Damsyik
pikiran beliau sedang
sibuk dengan urusan pemilihan qadhi
di Bashrah yang diharapkan dapat menegakkan keadilan di tengah manusia,
yang akan menghukum dengan hukum Allah yang diterapkan tanpa gentar
dan gila pujian.
Pilihannya jatuh pada
dua orang yang
dipandangnya bak kuda balap
kembar dalam ilmu
fiqih, tegas dan kukuh
dalam kebenaran, cemerlang
pemikiran-pemikirannya dan tepat
dalam pandangannya. Jika didapatkan
satu keunggulan tertentu dari
salah satu dari keduanya, ia
memiliki keunggulan lain yang mampu mengimbanginya.
Keesokan harinya beliau mengundang
walinya di Irak
yang bernama Adi bin
Arthah yang ketika
itu berada di
Damaskus. Beliau berkata: "Wahai Adi, panggillah
Iyas bin Mu'awiyah
Al-Muzanni dan Al-Qasim bin
Rablah Al-Haritsi. Ajaklah
keduanya membicarakan perihal pengadilan di Bashrah,
lalu pilihlah salah satu dari
keduanya “Adi menjawab: "Saya mendengar dan
saya taat wahai Amirul Mukminin."
Adi bin Arthah
mempertemukan antara Iyas
dan Al-Qasim lalu berkata: "Amirul Mukminin
-semoga Allah memanjangkan umurnya- memintaku untuk
mengangkat salah satu dari kalian
sebagai kepala pengadilan
Bashrah. Bagaimana pendapat
kalian berdua?,,
Masing-masing
mengatakan bahwa rekannyalah
yang lebih utama (Iyas menganggap Al-Qasim
lebih utama sedangkan
Al-Qasim memandang bahwa Iyas lebih
utama darinya-Pent) sambil
menyebutkan keutamaan, ilmu dan kefakihannya.
Adi berkata: "Kalian
tidak boleh keruar
dari sini sebelum
kalian memutuskannya,"
Iyas berkata:
"wahai Amir, Anda bisa menanyakan tentang
diriku dan Al-Qasim kepada
dua fuqaha Irak
temama, yaitu Hasan AI-Basri dan Muhammad bin
Sirin, karena keduanyalah
yang paling mampu membedakan antara kami berdua."
Iyas mengatakan seperti itu
karena Al-Qasim adalah murid
dari kedua ulama tersebut,
sedangkan Iyas sendiri tidak punya
hubungan apapun dengan mereka.
Al-Qasim menyadari bahwa
Iyas akan memojokkannya,
sebab kalau pemimpin Irak
itu bermusyawarah dengan kedua ulama
itu, tentulah mereka akan memilih dia
dan bukan lyas. Maka dia segera
menoleh kepada Adi dan berkata: “Wahai Amir janganlah Anda menanyakan perihalku kepada siapapun. Demi Allah yang
tiada
Ilah selain Dia,Iyas lebih mengerti tentang
agama Allah dari pada aku dan
lebih mampu untuk menjadi
hakim. Bila aku bohong dalam sumpahku ini,
maka tidak patut
Anda memilihku karena
itu berarti memberikan jabatan
kepada orang yang ada cacatnya. Bila aku jujur, Anda
tidak boleh mengutamakan orant
yang lebih rendah,
sedangkan di sini ada yang lebih
utama."
Iyas berpaling kepada amir
dan berkata: "wahai Amir,
Anda memanggil orang
untuk dijadikan hakim.
Ibaratnya Anda letakkan
ia di tepi jahannam, lalu orang
itu (yakni Al-Qasim-Pent) hendak
menyelamatkan dirinya dengan sumpah
palsu, yang dia bisa meminta ampun kepada
Allah dengan beristighfar kepada-Nya,
dan selamatlah ia dari apa yang ditakutinya."
Maka Adi berkata kepada
Iyas: "orang yang berpandangan seperti dirimu inilah
yang layak untuk
menjadi hakim.“ Lalu diangkatlah Iyas sebagai qadhi di
Bashrah.
_
Siapakah gerangan orang
yang dipilih oleh
khalifah yang zuhud, Umar
bin Abdul Aziz
untuk menjadi qadhi
di Basharh ini? Siapakah beliau
sebenarnya yang karena kecerdasan, kepandaian
dan kejeniusannya sampai dijadikan
sebagai simbol dan
permisalan sebagaimana permisalan kedermawanan
Hatim Ath-Tha'i, kebijakan
Ahnaf bin Qais, keberanian
Amru bin Ma'di?
Abu Tammam memuji
Ahmad bin Mu'tasham dengan ungkapannya:
Memiliki keberanian Amru
Kedermawanan Hatim
Kebijaksanaan Ahnaf
Dan kecerdasan lyas
Mari kita telusuri
perjalanan hidup tokoh
ini dari awal
mulanya, sebab dia memiliki sejarah yang benar-benar menakjubkan.
Nama beliau adalah
Iyas bin Mu'awiyah bin Qurrah
Al-Muzanni, lahir pada tahun
46 H di daerah
yamamah Najed. Kemudian
beliau berpindah ke Bashrah
beserta seluruh keluarganya. Di
sanalah beliau tumbuh
berkembang dan belajar. Beliau sering
mondar-mandir ke Damaskus ketika
masih belia untuk
menimba ilmu dari
sisa-sisa sahabat yang mulia
dan tokoh-tokoh tabi’in
yang agung.
Telah nampak bakat dan
kecerdasan putera Al-Muzanni yang
satu ini sejak kecil.
orang-orang sering
membicarakan kehebatan dan beritanya
kendati beliau masih kanak-kanak.
Telah diriwayatkan bahwa ketika
masih kecil beliau belajar
ilmu
hisab di sebuah sekolah
yang diajar oleh yahudi ahli dzimmah.
Pada suatu hari berkumpullah
kawan-kawannya dari kalangan
yahudi ini, lalu mereka
asyik membicarakan masalah
agama mereka tanpa menyadari bahwa
Iyas turut mendengarkannya.
Guru Yahudi itu berkata kepada teman-teman
Iyas: "Tidakkah kalian heran
dengan kaum muslimin itu? Mereka berkata bahwa mereka akan makan di surga, namun tidak
akan buang air besar?”
Iyas menoleh kepadanya lalu
berkata,
Iyas : "Bolehkah aku
ikut campur dalam
perkara yang kalian
perbincangkan itu wahai
guru?"
Guru: "Silakan!"
Iyas : "Apakah semua
yang dimakan di
dunia ini keluar
menjadi kotoran?"
Guru: "Tidak!"
Iyas : "Lantas kemana
perginya yang tidak
keluar itu?"
Guru: "Tersalurkan sebagai makanan jasmani."
Iyas : "Lantas dengan
alasan apa kalian mengingkari? Jika
makanan yang kita makan di dunia saja
sebagian hilang diserap oleh
tubuh, Maka tak mustahil di jannah
seluruhnya diserap tubuh dan menjadi makanan jasmani."
Merasa kalah argumen,
guru itu memberikan
isyarat dengan tangannya
sambil berkata kepada Iyas:
"semoga Allah mematikanmu sebelum dewasa."
Bertambahlah umumya setahun demi
setahun, berita tentang kecerdasannya makin ramai dibicarakan orang. Telah diriwayatkan bahwa
tatkala beliau masih
muda, ketika berada
di Damaskus pernah bersengketa dengan seorang tua penduduk
kota tersebut tentang suatu hak kepemilikan.
Setelah putus asa menyelesaikannya dengan
adu argumen, maka masalah tersebut
dibawa ke pengadilan.
Ketika keduanya telah
berada di depan
hakim, Iyas mengemukakan argumennya
dengan suara lantang
kepada rivalnya. Lalu
ditegur oleh qadhi.
Qadhi : "Rendahkanlah suaramu wahai
anak!, karena rivalmu adalah seorang
yang sudah besar baik
secara usia maupun kedudukannya"
Iyas : "Akan tetapi
kebenaran lebih besar dari
dia."
Qadhi : (dengan marah
berkata) "Diam"'
Iyas : "Siapakah yang akan mengemukakan alasanku
jika akudiam?,,
Qadhi : “Aku tidak
mendapatkan semua
keteranganmu sejak masuk majelis
ini selain kebathilan."
Iyas : "Laa
ilaahn illallaahu wahdahu laa
syariikalahu, jujurlah, apakah kata-kataku haq
ataukah bathil?"
Qadhi : "Benar, demi
Rabb-ul Ka'bah..benar"
Semangat Putera Al-Muzanni ini semakin membara untuk
memperdalam ilmu. Hingga
akhirnya sampailah pada
suatu titik menakiubkan
yang dikehendaki Allah. Sehingga orang-orang tua pun menaruh hormat kepadanya, belajar darinya meskipun beliau masih sangat belia.
Pada suatu tahun, ketika
Abdul Malik bin
Marwan mengunjungi Bashrah
sebelum menjadi khalifah, dia melihat
Iyas yang masih
remaja dan belum lagi
tumbuh kumisnya berada paling
depan sebagai pemimpin, sedangkan
dibelakangnya ada empat orang
qurra, (pengafal Al-Qur'an) yang
sudah berjenggot panjang dengan pakaian resmi berwarna hijau. Maka
Abdul Malik berkata: "Celaka
benar orang-orang berjenggot ini,
apakah di sini tak ada lagi orang tua
yang bisa memimpin,
sampai anak sekecil ini dijadikan
pemimpin mereka ?” Lalu dia
menoleh kepada
Iyas dan bertanya:
"Berapa usiamu wahai anak
muda?"
Iyas menjawab: "Usiaku
sama dengan usia Usamah bin Zaid
saat diangkat oleh Rasulullah sebagai
panglima pasukan yang di dalamnya ada Abu Bakar dan Umar wahai amir -semoga
Allah memanjangkan umur
Anda- ." Abdul Malik
berkata: "Kemari, kewahai
anak muda, semota
Allah memberkatimu."
Di suatu tahun,
orarng-orang keluar untuk mencari
hilal Ramadan dipimpin langsung
oleh sahabat utama
Anas bin Malik
Al-Anshari. Ketika itu beliau
telah berusia senja dan
hampir mencapai 100 tahun.
Orang-orang memperhatikan seluruh
penjuru langit, namun
tidak melihat apa-apa di langit.
Akan tetapi Anas
terus mencari-cari lalu berkata:
"Aku telah melihat hilal,
itu dia!" Sambil menunjuk dengan tangannya ke langit, padahal tak seorangpun melihatnya
selain beliau.
Ketika itu, Iyas memperhatikan Anas,
ternyata ada sehelai rambut panjang
yang berada di alisnya
hingga menjulur di
pelupuk matanya. Dengan
santun Iyas meminta ijin
untuk merapikan rambut Anas yang menjulur itu,lalu
bertanya: "Apakah Anda
masih melihat hilal itu,
wahai sahabat Rasulullah ?"
Anas : "Tidak, aku
tidak melihatnya...aku
tidak,melihatnya..."
Tersebarlah berita tentang
kecerdasan Iyas, orang-orang
berdatangan kepadanya dari berbagai penjuru
untuk bertanya tentang ilmu dan
agama. Sebagian ingin belajar,
sebagian lagi ada yang ingin
menguji dan ada pula
yang hendak berdebat
kusir.
Di antara mereka ada Duhqan
(seperti jabatan lurah di kalangan
Persi dahulu) yang datang
ke majelisnya dan bertanya,
Duhqan: "Wahai Abu
Wa'ilah, bagaimana pendapatmu
tentang minuman yang
memabukkan?"
Iyas : "Haram!"
Duhqan: “Dari sisi mana dikatakan
haram, sedangkan ia tak
lebih dari buah dan air yang diolah, sedangkankeduanya sama-sama
halal?"
Iyas : "Apakah engkau
sudah selesai bicara, wahai Duhqan,
ataukah masih ada
yang hendak kau
utarakan?"
Duhqan: "Sudah, silakan
bicara!"
Iyas : "seandainya kuambil
air dan kusiramkan ke
mukamu' apakah engkau
merasa sakit?"
Duhqan : "Tidakl"
Iyas : "Jika
kuambil segenggam pasir
dan kulempar kepadamu,
apakah terasa sakit?"
Duhqan: "Tidak!"
Iyas : "Jika aku
mengambil segenggam semen dan kulempar kepa-
damu, apakah terasa sakit?"
Duhqan: "Tidak!"
Iyas : "Sekarang,jika kuambil pasir lalu kucampur
dengan segenggam semen, lalu aku tuangkan
air di atasnya dan kuaduk,
lalu kujemur hingga
kering, lalu kupukulkan
ke kepalamu, apakah engkau merasa sakit?"
Duhqan: "Benar, bahkan
bisa membunuhku.,,
Iyas : "Begitulah halnya
dengan khamr. Di
saat kau kumpulkan bagian-bagiannya lalu
kau olah menjadi
minuman yang memabukkan,
maka dia menjadi
haram."
Ketika beliau menjabat
sebagai qadhi atau hakim
telah terbukti bahwa dia benar'benar orang
yang cerdas, lihai dan memiliki
kemampuan besar dalam menyingkap hakikat
suatu masalah sampai seakar-akamya.
Pemah terjadi sengketa antara dua orang. yang satu berkata bahwa dia
telah menitipkan sejumlah
harta kepada temannya,
tetapi ketika ia memintanya lagi, temannya
itu mengelaknya. Iyas bertanya kepada tertuduh
dan dia tetap mengingkarinya sambil berkata: “Bila kawanku ini
punya bukti, silakan
didatangkan, kalau tidak
maka tiada jalan baginya
untuk menjatuhkan aku kecuali dengan sumpah.”
,
Iyas khawatir jika
orang itu makan
harta yang bukan
haknya dengan sumpahnya. Maka
dia berpaling kepada
si penuduh dan bertanya: "Di manakah
tempat engkau menitipkan
harta itu kepadanya?" Dia berkata: "Di
suatu tempat bemama
anu." Iyas bertanya: "Bagaimana ciri-ciri
tempat itu?"
_
Penuduh menjawab: "Di
sana ada sebatang pohon besar. Kami duduk dan makan bersama dan ketika kami
hendak beranjak pulang, kuserahkan
harta itu kepadanya." Iyas berkata
kepadanya: "pergilah ke tempat
yang terdapat pohon
tersebut, karena bila
engkau mendatanginya bisa
jadi akan mengingatkan
kamu dimana telah
kau letakkan barang
tersebut, setelah itu
segeralah kembali ke
sini untuk mengabarkan apa yang
engkau dapatkan di
sana.
Kemudian pergilah orang
itu, sementra Iyas
berkata kepada si tertuduh
yang masih berada
dihadapannya: "Tunggulah di
sini sampai kawanmu kembali." Iapun
duduk menanti. Kemudian
Iyas mengurus perkara-perkara
lainnya sambil terus mengamati tertuduh
secara diam-diam. Setelah
dilihatnya dia agak
tenang Iyas bertanya: "Apakah kiranya kawanmu
itu sudah sampai
di tempat di mana
ia menitipkan hartanya
kepadamu?"
Tanpa menyadari jebakan Iyas
tersebut ia menjawab: "Belum,
karena tempatnya jauh dari
sini." Mendengar jawaban
tersebut Iyas sudah bisa menebak apa yang terjadi sesungguhnya, beliau
berkata: "Wahai musuh Allah,
engkau hendak memungkiri
harta itu sedangkan sengkau tahu
dimana tempat engkau menerimanya."
Orang itu tak bisa berkutik lagi, lalu
mengakui khianatnya, Iyas memanggil polisi
untuk menahannya sampai
kawannya datang. Setelah kawannya tiba, dia diperintahkan untuk
mengembalikan hartanya.
Bukti kecerdasan Iyas terlihat
pula dalam kasus berikut:
Ada dua orang yang berselisih lalu mengadukan persoalan kepadanya tentang
dua kain beludru
yang biasa diletakkan
di atas kepala dan dijulurkan
hingga ke bahu. Yang satu berwama hijau,
masih baru dan mahal harganya, sedangkan yang lain berwarna
merah dan telah usang.
Si penuduh berkata: "Suatu ketika saya istirahat di sebuah
sungai untuk mandi, lalu aku
letakkan beludru milikku
yang berwarna hijau bersama
bajuku di pinggir
telaga. Lalu datanglah orang
ini dan meletakkan beludrunya
yang berwama merah
di samping beludruku lalu terjun
ke telaga. Lalu dia selesai sebelum aku selesai...selanjutnya dia
memakai bajunya namun
mengambil beludru milikku
lalu dipakaikan di
kepalanya dan langsung
beranjak pergi. Ketika aku
selesai
kuikuti dia dan aku
meminta kembali beludruku, namun dia mengatakan bahwa beludru
tersebut miliknya.
Iyas berkata kepada lelaki
yang dituduh: "Bagaimana komentar Anda?" Dia menjawab:
"Tidak demikian
sebenamya." Kemudian Iyas berkata kepada
penjaga: "Ambilkan aku sebuah
sisir." Lalu diambilkanlah
sisir untuk beliau.
Selanjutnya Iyas menyisir kedua
rambut kepala orang tersebut,
lalu keluarlah dari
rambut salah seorang dari mereka
bulu halus berwarna merah yang
tercecer dari beludru merah, yang satunya
lagi keluar bulu
halus yang berwarna
hijau..lalu beliau
memutuskan beludru yang
merah bagi yang
tercecer di rambut kepalanya bulu kain merah dan beludru hijau bagi yang tercecer
bulu
kain hijau di rambut kepalanya'
Masih ada lagi bukti kecerdasan Iyas dan kejeniusannya. Ada seorang di Kufah
yang menampakkan sebagai orang
baik-baik di mata masyarakat dan
menampakkan sifat wara' dan taqwa. Hingga banyak sanjungan tertuju
kepadanya, dan orang-orang
menjadikan ia sebagai orang kepercayaan dan menitipkan
harta kepadanya bila
hendak bepergian atau
menitipkan wasiat kepadanya bagi
anak-anaknya dan
keluarganya ketika merasa
hendak datang ajalnya'
Ada seseorang menitipkan harta kepadanya, tapi ketika si empunya
hendak mengambilnya, dia mengelak. Maka
orang itu datang kepada Iyas dan
melaporkan hal tersebut. Iyas bertanya kepada penuduh:
"Apakah kawanmu itu
tahu bahwa engkau melapor kepadaku?" Dia
berkata, 'Tidak".
Iyas berkata: "Kalau
begitu pulanglah dan besok saya minta Anda
kembali kemari."
Kemudian Iyas memanggil orang yang dipercaya memegang harta itu (sekaligus sebagai tertuduh)
dan berkata kepadanya: "Ada
banyak titipan harta milik anak yatim
di tanganku dan
tak ada yang mengurusnya.
Aku pikir, sebaiknya kutitipkan saja
kepada Anda. Kujadikan engkau
sebagai wali atas mereka.
Apakah rumahmu cukup
aman dan Anda memiliki kelonggaran
waktu untuk mengurusnya?
Orang
itu menjawab: "Saya bersedia wahai
qadhi."
Iyas berkata: "Kalau begitu,
datanglah kemari besok lusa dan
siapkan tempat untuk
menyimpan harta itu. Bawalah orang-orang untuk membantu membawanya."
Keesokan harinya datanglah penuduh
itu kembali. Iyas berkata kepadanya: "Sekarang datangilah
kawanmu itu dan
mintalah hartamu kembali,
jika dia mengingkari katakan
kepadanya: "Akan saya adukan
kamu kepada qadhi."
Orang itupun datang
kepada kawannya untuk
meminta hartanya, tetapi dia
tetap mengelak dan tak mau
mengakuinya. Maka berkatalah penuduh itu:
"Kalau begitu, sekarang
akan aku laporkan
engkau kepada qadhi."
Begitu mendengar ancaman itu, orang yang khianat tersebut segera mengembalikan harta
yang diamanatkan kepadanya
lalu berdalih bahwa dia lupa
dan sebagainya.
Setelah menerima
kembali hartanya, penuduh
menjumpai Iyas sambil
berkata: "Kawanku itu
telah mengembalikan hartaku, semoga Allah
membalas kebaikan Anda
atas jasa dan budi baikmu,
wahaiqadhi..."
Keesokan berikutnya,
sesuai rencana, datanglah si pengkhianat itu kepada
Iyas dengan membawa orang
untuk mengangkut harta
yang dikatakan Iyas. Iyas
menghajarnya dan mengumumkan
kecurangannya. Beliau berkata: " Celakalah engkau musuh Allah! Kau
jadikan agamamu untuk menipu."
Namun, terkadang kecerdasan dan kejeniusan Iyas ada
juga yang bisa mengalahkan dengan argumen yang mematahkannya.
Beliau bercerita tentang
dirinya: "Aku belum
pernah kalah kecuali dengan satu
orang. Ketika itu di sidang
pengadilan Bashrah seseorang menjadi saksi bahwa
kebun anu adalah
benar-benar milik si Fulan dan
dia menguatkannya kepadaku."
Aku bertanya untuk
menguji kebenaran pengakuannya: "Berapa jumlah pohon
di dalamnya? "' Orang tersebut menunduk sejenak,
lalu balik bertanya: "Berapa
lama tuan menjabat qadhi di majelis ini?" Aku menjawab: "Sejak
beberapa tahun yang lalu."
Lalu dia bertanya: "Berapa jumlah genting
di pengadilan ini?" Aku
tak mampu menjawabnya ,lalu aku
katakan: "Kebenaran ada di pihakmu
lalu kuterima kesaksiannya itu.
Di saat memasuki ssia 76 tahun, Iyas bin
Mu'awiyah bermimpi bertemu ayahnya
yang telah wafat. Keduanya
berlomba naik kuda, temyata
tak ada yang
menang. Ayah Iyas wafat
tatkala bertsia 76 tahun.
suatu malam Iyas bertanya
kepada keluarganya: "Kalian
tahu ini malam apa?"
"Tidak",
jawab mereka. Beliau
melanjutkan: "Malam ini
adalah bertepatan dengan malam
kematian ayahku.”
Keesokan harinya, didapatkan
bahwa Iyas telah wafat. semoga
Allah merahmati Iyas, hakim yang
dikenal sangat cerdas dan jenius
pada masanya. (*)
Disalin dari :
SHUWAR MIN HAYATIT TABI’IN
KARYA :
Dr. ABDURRAHMAN RA’FAT BASYA
TERBITAN AT-TIBYAN SOLO
DENGAN
JUDUL JEJAK PARA TABI’IEN
DISALIN ULANG OLEH